Prospek saham AKRA mungkin bisa mulai bangkit pada tahun depan, meskipun sudah anjlok sekitar 22,37% sepanjang tahun ini. Arus kas yang negatif Rp526,46 miliar tidak membuat pesona PT AKR Corporindo Tbk. memudar.
Pertama kali mendengar nama AKR Korporindo, saya sempat mendengar desas desus kalau perusahaan ini adalah pesaing PT Pertamina (Persero) dari sektor swasta. Namun, ketika mengetahui rincian bisnisnya, perusahaan ini justru lebih memiliki lini usaha yang cukup beragam.
BACA JUGA: Digital Marketing, Mimpi Blogger Bercuan dari Konten
Jelang akhir 2019, ada beberapa langkah ekspansi AKR Corporindo yang membuat prospeknya bakal cerah pada tahun depan. Dari sektor penyaluran BBM, perseroan sudah memiliki beberapa rencana untuk jangka menengah panjang.
Pertama, proyek perusahaan patungan dengan British Petroleum (BP) terkait bisnis stasiun penyaluran bahan bakar umum (SPBU). Sampai semester I/2019, AKRA bersama BP sudah membangun sekitar 10 SPBU di Jabodetabek, Jawa Barat, dan Surabaya.
Perusahaan patungan itu ditargetkan bisa memperkuat jaringan SPBUnya menjadi 350 SPBU pada 2028. Apalagi, AKRA bakal gelontorkan sekitar US$30 juta – US$40 juta per tahunnya.
Data AKRA | Angka |
Net Sell Asing ytd | Rp7,38 miliar |
PER | 17,71 x |
PBV | 1,35 x |
Kedua, perusahaan juga bakal memperluas bisnis ke bidang distribusi avtur yang beroperasi di bawah entitas PT Dirgantara Petroindo Raya. Bisnis ini akan fokus pada Indonesia bagian timur. Peluncuran pertama distribusi avtur perseroan dilakukan di Bandara Morowali, Sulawesi Tengah.
Beberapa tahun kedepan, AKRA akan memperluas distribusi avturnya ke jawa lewat kerja sama dengan Bandara Soekarno-Hatta.
Ketiga, AKRA juga menjalankan bisnis pelumas dengan merek Castrol lewat entitas PT Anugerah Lubrindo Raya. Produk itu dijajakan secara ritel ke industri pelayaran hingga pabrikan.
Prospek Saham AKRA, Ekspansi di Sektor Logistik
Tak hanya di sektor distribusi BBM dan pelumas, AKRA juga membuka peluang ekspansi di sektor logistik. Ini mungkin yang bisa jadi penopang prospek saham AKRA ke depannya.
Pertama, AKR Corporindo akan menambah kapasitas tangki penyimpanan Jakarta Tank Terminal (JTT). Perseroan akan menambah kapasitas JTT sebesar 100.000 kilo liter menjadi 350.000 kilo liter dengan nilai investasi US$45 juta.
Kedua, AKRA juga tengah menyelesaikan Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) tahap dua di Gresik, Jawa Timur. Proyek yang memakan biaya investasi Rp5 triliun itu diprediksi rampung pada 2022.
Nantinya, proyek JIIPE tahap dua diprediksi bisa membuat AKR Corporindo memiliki pendapatan berulang sebesar 15% sampai 20% secara konsolidasi setiap tahunnya.
Ketiga, selaras dengan proyek JIIPE, perseroan juga tengah mengerjakan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) dengan nilai investasi senilai US$350 juta. Proyek itu akan mulai dieksekusi pada pertengahan 2020. Nantinya, PLTG dengan kapasitas 23 MW itu sebagai fasilitas di kawasan JIIPE.
Prospek Arus Kas AKRA untuk Kembali Positif Pada 2020
Arus kas yang negatif bukan berarti prospek AKRA buruk. Dalam 12 tahun terakhir, AKR Korporindo sempat beberapa kali mencatatkan arus kas negatif. Hal itu terjadi selaras dengan rencana perseroan yang mengotak-atik lini usahanya.
Misalnya, AKRA mencatatkan arus kas negatif Rp507,3 miliar pada 2012. Dari laporan keuangan, arus kas negatif itu disebabkan biaya akuisisi tanah kawasan industri senilai Rp1,1 triliun. Pos itu menjadi yang terbesar memangkas arus kas perseroan.
Setahun kemudian, perseroan masih mencatatkan arus kas negatif senilai Rp1,95 triliun. Penyebab terbesarnya adalah biaya pajak dan lainnya yang mencapai Rp932,5 miliar.
Nah, arus kas negatif AKRA kembali terjadi pada 2018. Saat itu, AKR Korporindo mencatatkan arus kas negatif senilai Rp448,86 miliar. Dari laporan keuangan, arus kas negatif itu disebabkan oleh akuisisi persediaan tanah kawasan industri senilai Rp620,47 miliar dan pembayaran pajak Rp1,2 triliun.
Tren arus kas negatif itu pun berlanjut hingga tahun ini. Sampai kuartal III/2019, arus kas AKRA negatif Rp526,46 miliar dengan dua kontributor terbesar, yakni pembayaran pajak senilai Rp855,04 miliar dan akuisisi persediaan tanah kawasan industri senilai Rp479,55 miliar.
Jika melihat periode 2012-2013 yang mencatatkan arus kas negatif berturut-turut, arus kas perseroan langsung melejit hingga Rp2,08 triliun pada 2014. Nah, kalau siklusnya masih sama, bukan tidak mungkin AKRA bakal mencatatkan arus kas lebih besar pada tahun depan yang bisa menjadi sentimen poistif untuk pergerakan harga sahamnya.
Rajin Bongkar-pasang Lini Usaha
Di luar rencana besar ekspansi AKRA dan juga polemik arus kas yang negatif, nyatanya perseroan sangat rajin bongkar pasang lini usaha dalam 12 tahun terakhir.
Tepat pada 2007, komposisi lini usaha perseroan terdiri dari, perdagangan BBM, perdagangan kimia dasar, perdagangan sorbitol dan tepung, pabrik sorbitol dan tepung, pelabuhan, penyewaan tangki dan gudang, serta lainnya.
Komposisi ini bertahan hingga 2010 sampai AKRA melakukan keputusan besar. Perseroan memutuskan untuk menjual lini bisnis perdagangan sorbitol dan tepungnya kepada Cargill, raksasa komoditas AS.
Cargill mengakuisisi 69% saham perusahaan perdagangan sorbitol terbesar kedua di dunia PT Sorini Agro Asia, anak usaha dari AKRA senilai US$244 juta atau setara Rp2,2 triliun [dengan kurs saat itu].
Dari hasil penjualan lini bisnis itu, AKRA akan menggunakan uangnya untuk melebarkan sayap ke sektor energi, distribusi bahan kimia, dan logistik.
Selaras dengan itu, perseroan juga mulai melebarkan sayap ke sektor energi batu bara setelah membeli 87,5% saham PT Anugerah Karya Raya senilai Rp87,5 juta dari PT Pacifica Bangun Lestari pada 2009.
Setelah akuisisi itu, AKRA bersama Pundi Prima, pemilik saham Anugerah Karya Raya sebesar 12,5% berkomitmen menyuntik modal perusahaan batu bara itu menjadi Rp800 juta.
Lini usaha pertambangan batu bara perseroan mulai menghasilkan pada 2012, tetapi berumur pendek setelah tidak lagi muncul dalam laporan keuangan pada 2015.
Sejak 2016, anak usaha Anugerah Karya Raya mulai berguguran. Pertama, PT Berkah Rukun Bersama dibubarkan. Kedua, PT Bumi Karunia Pertiwi, anak usaha Anugerah Karya Raya diambil alih oleh PT Harum Energy Tbk. senilai Rp31,49 miliar pada 2017.
Divestasi Bisnis di China
Keputusan besar kembali diambil oleh AKRA, perseroan memutuskan lepas aset pabrik sorbitol dan tepung di China. Pada 2016, pemerintah China akan memberikan kompensasi senilai US$80 juta – US$90 juta untuk pelepasan pabrik tersebut.
Ada sekitar 5 aset AKRA di China yang didivestasi, prosesnya memakan waktu hingga 5 tahun. Aset terakhir yang didivestasi adalah AKR Guangxi Coal Trading.
Di sisi lain, AKR juga mengembangkan lini usaha baru seperti, adhesive dan kawasan industri. Perseroan lebih dulu menjajal lini usaha kawasan industri pada 2015. Salah satu proyek kawasan industri terbesar perseroan adalah JIIPE yang nantinya juga disiapkan untuk Freeport Indonesia.
Selain itu, perseroan pun masuk ke bisnis adhesive atau produk perekat sejak 2016. Sampai kuartal III/2019, komposisi lini usaha AKRA antara lain, distribusi BBM, kimia dasar, adhesive, pelabuhan, penyewaan tangki, dan kawasan industri.
Dengan potensi pendapatan berulang dari kawasan industri, serta pengembangan bisnis perdagangan BBM lewat perusahaan patungan dengan BP. Apakah prospek saham AKRA masih potensial di tengah penurunan tajam dan arus kas negatif sepanjang 9 bulan pertama tahun ini?