Eksploitasi anak oleh Djarum Foundation sedang mengemuka di jagat maya hampir dua pekan terakhir. Isu itu diangkat oleh Yayasan Lentera Anak sambil membisikkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Lalu, bagaimana nasib Djarum Foundation, PB Djarum, dan atlet bulu tangkis Indonesia?
Sebenarnya, sentilan Yayasan Lentera Anak terhadap eksploitasi anak oleh Djarum Foundation sudah mengemuka sejak tahun lalu. Penulis mencatat, berita eksploitasi anak oleh Djarum Foundation sudah muncul sejak Juli 2018.
Bahkan, isu itu terus mencuat di berita-berita daring hingga Februari 2019. Nah, serangan Yayasan Lentera Anak ke Djarum Foundation berlanjut di media sosial sejak 5 April 2019.
PODCAST: Ini Jawaban Eksploitasi Anak oleh Djarum Foundation
Salah satu kicauan Yayasan Lentera Anak membagikan link blog komunitas milik Uli Hartati yang mengaku seorang ibu dengan dua anak.
Ternyata blog itu melanjutkan kisah Yayasan Lentera Anak yang berjuang menggoyahkan Djarum Foundation pada Februari 2019.
Dia pun membahas dari sisi psikologi di mana ada istilah Subliminal Advertising. Istilah itu memiliki arti individu yang di ekspos terhadap sebuah merek tanpa disadari, akan meninggalkan bekas dalam memorinya.
Nantinya, memori terhadap merek yang melakukan iklan terselubung itu akan mudah muncul ke permukaan, apalagi lewat anak-anak.
BACA JUGA: Perokok Aktif, dan Keangkuhan si Penebar Racun
“Misalnya, seorang menyebutkan mie ayam berkali-kali, maka dipastikan ada yang ikut mencari mie ayam dan mencobanya,” ujar salah satu psikolog bernama Liza Marielly Djaprie yang dikutip sang penulis.
Hal itu yang dinilainya menjadi kekhawatiran Yayasan Lentera Anak. Audisi bulu tangkis diikuti banyak anak-anak yang wajib mengenakan kaos Djarum Foundation.
“Nanti kelak ada yang bertanya, rokok apa yang enak, spontan dia akan menjawab Djarum saja. Soalnya, merek itu sudah terekam di kepalanya sejak kecil,” tulisnya dalam blognya tersebut.
Eksploitasi Anak oleh Djarum Foundation yang Kian Merambah Bocah Kemarin Sore
Kekhawatiran Yayasan Lentera Anak terhadap audisi Djarum Foundation ini memang mencuat sejak 2018. Hal itu disebut oleh salah satu situs blog yakni, Budi Daya Darma, yang mengikuti diskusi serupa dengan Uli Hartati.
Perbedaannya dengan Uli, Budi Daya Darma menjelaskan titik masalah audisi Djarum Foundation tersebut. Audisi itu memang sudah dilakukan sejak 2006 untuk dilatih bermain bulu tangkis.
Semula audisi bulu tangkis itu hanya digelar di Kudus dan untuk remaja minimal 15 tahun. Namun, Djarum Foundation melebarkan cakupan seleksi menjadi ke beberapa kota di Indonesia pada 2015.
Lebih lanjut, Djarum Foundation juga memperluas cakupan umur yang bisa mengikuti audisi yakni, 6 – 15 tahun. Di sinilah eksploitasi anak oleh Djarum Foundation mencuat.
Budi Daya Darma pun menjelaskan, audisi Beasiswa Bulu tangkis itu dilaksanakan di 8 kota pada 2018. Promosi pun sangat masif hingga melibatkan 5.975 peserta audisi untuk mengambil 23 beasiswa yang ditawarkan Djarum Foundation.
“Yayasan Lentera Anak ini pun mengacu kepada Undang-undang Perlindungan Anak Pasal 761 yang berisi setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi atau seksual terhadap anak.
Lalu, pada pasal 66 dibahas arti eksploitasi yakni, tindakan dengan atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban. Cakupannya tidak terbatas pada pelacuran, kerja, perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatn fisik, organ reproduksi, termasuk memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil.”
Ini yang menjadi dalih Yayasan Lentera Anak menyebut ada eksploitasi anak oleh Djarum Foundation lewat audisi bulu tangkis
Nah, beberapa blogger lainya menuliskan beberapa permasalahan terkait eksploitasi anak oleh Djarum Foundation. Salah satunya, Pengajar Ilmu Komunikasi UI Nina Mutmainah Armando, yang mempertanyakan kok bisa anak dan rokok disatukan dalam audisi bulu tangkis.
“Ini bukan sekedar masalah anak pakai kaos dengan merek rokok saja,” ujarnya dalam tulisan seorang blogger bernama Andri Mastiyanto.
Bahkan, Nina mempermaslaahkan merek rokok yang memiliki ukuran lebih besar ketimbang tulisa audisi bulu tangkisnya. Dia pun menganggap anak-anak itu adalah alat peraga demi citra positif produk rokok.
Punchline Yayasan Lentera Anak Menerkam Djarum Foundation
Kicauan yayasan lenteran anak pada 26 Juli 2019 bak punchline dalam sebuah standup comedy. Soalnya, kicauan yang bertagar #TangkisEksploitasiAnak #SmashDjarumOut yang terus dibahas hingga saat ini.
Bahkan, Yayasan Lentera Anak sampai membuat sebuah simulasi terkait keuntungan yang didapatkan Djarum dari membuat audisi bulu tangkis. Simulasinya mencatat, biaya mencetak kaos untuk promosi jauh lebih murah berkali-kali lipat ketimbang promosi lewat spanduk.
Secara total, promosi lewat kaos senilai Rp121,74 juta, sedangkan promosi lewat spanduk bisa senilai Rp750,73 juta.
Namun, di sini mulai munculnya keanehan gerakan Yayasan Lentera Anak yang mencoba terkam Djarum Foundation lewat PB Djarumnya.
Perhitungan simulasi itu cukup aneh karena hanya mempertimbangkan biaya kaos, tetapi mereka lupa memperhitungkan biaya promosi audisi bulu tangkis. Semakin banyak kota, maka semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan.
Jika diperhitungkan, biayanya pasti bakal jauh lebih murah promosi langsung via spanduk ketimbang harus bersusah payah via audisi bulu tangkis.
Selain biaya promosi audisi, Djarum Foundation juga harus menyewa tempat audisi. Total biaya promosi rokok terselubung via audisi bulu tangkis berarti sangat boros sekali.
Kisah PB Djarum
Kisah PB Djarum bermula pada 1969, kala itu karyawan Djarum yang gemar bermain bulu tangkis. Alhasil, Brak, tempat karyawan melinting rokok, dijadikan tempat bermain bulu tangkis.
Hal itu diizinkan karena bos Djarum Robert Budi Hartono gemar bermain bulu tangkis. Nah, dari kegiatan internal Djarum ini mulai meluas hingga orang luar boleh ikut bermain.
Hasilnya, ada satu legenda yang menjadi bintang PB Djarum yakni, Liem Swie King. Alhasil, Budi Hartono mengembangkan komunitas bulu tangkis Kudus menjadi PB Djarum.
PB Djarum pun langsung ekspansif dengan menambah jaringan di semarang pada 1976. Hampir satu dekade kemudian, PB Djarum juga ekspansif di Jakarta dan Surabaya. Bintang-bintang PB Djarum pun bukan sekedar Liem Swie King lagi, tetapi kian banyak dari Ardy B. Wiranata hingga saat ini Kevin Sanjaya.
Hariyanto Arbi, si Smash 100 Watt pun termasuk ke dalam bintang Djarum.
Tak hanya melahirkan bintang, PB Djarum juga membangun GOR bulu tangkis bertaraf internasional di Jalan Jati-Kudus yang dinamakan GOR JATI pada 2004. Setelah itu, Djarum Foundation juga membangun GOR bulu tangkis bertaraf internasional di Magelang.
Respons Bintang dan Eks Bintang PB Djarum
Hariyanto Arbi pun merespons bak humas Djarum. Dia memosting foto di Instagramnya bersam Kevin Sanjaya dan Mohammad Ahsan. Kutipan postingan itu pun menarik yakni,
“Sebelum juara, mereka sudah dapat fasilitas, makan, asrama, perlengkapan badminton, kebutuhan pertandingan domestik dan luar negeri, jaminan kesehatan yang semuanya gratis. Lalu, kalau juara juga dapat bonus, jadi kurang apa ya?”
Namun, apakah yang disebutkan oleh Hariyanto Arbi itu terlalu berlebihan. Secara fakta, semua yang disebutkan oleh si Smash 100 Watt itu benar adanya.
Buktinya, dalam beberapa hasil juara di turnamen besar terakhir, Kevin Sanjaya maupun Liliyana Natsir kerap diguyur bonus yang besar. Dari apartemen sampai bonus uang.
Malah, pernah ada bonus belanja di Blibli.com [Toko daring milik Djarum] hingga puluhan juta.
Tak hanya itu, Arbi juga memosting sebuah kisah Hariyanto Arbi yang ikut berkontribusi untuk Indonesia meraih gelar piala Thomas. Judul berita yang dibuat tabloid BOLA dulu itu pun menarik “Jagoan Baru dari Kudus”
Djarum Tidak Sekedar Jualan Rokok
Salah satu petinggi Djarum Foundation ada yang membalas terkaman Yayasan Lentera Anak dengan jawaban menarik.
“Apakah di kaos anak-anak yang ikut audisi itu dituliskan Djarum Super, Djarum Coklat, atau merek rokok lainnya? tidak kan.”
Dengan alasan itu, Djarum Foundation pun berkukuh dengan pendiriannya tidak ada eksploitasi anak di sana.
Secara perusahaan, Djarum pun bukan merek rokok kecuali secara spesifik menyebutkan Djarum Super atau Djarum Coklat. Kalau diperhatikan, logo Djarum merek rokok dengan Djarum Foundation pun berbeda.
Djarum adalah perusahaan konglomerasi yang sudah merambah ke berbagai lini usaha. Beberapa lini usaha Djarum selain rokok yang saya ketahui yakni, keuangan, perdagangan digital, media massa, elektronik, telekomunikasi dan perkebunan kelapa sawit.
Di keuangan, Djarum memiliki PT Bank Central Asia Tbk. yang juga memiliki anak usaha cukup banyak. Lalu, perdagangan digital, Djarum memiliki beberapa usaha seperti, Blibli.com, Tiket.com, dan beberapa lainnya.
Dari sisi media massa, Djarum memiliki Beritagar.id, Smartmoney, Historia, dan lainnya. Dari sisi perusahaan elektronik, Djarum memiliki Polytron.
Lalu, dari telekomunikasi, Djarum memiliki PT Sarana Menara Nusantara Tbk. yang juga membawahi PT Iforte Solusi Infotek Tbk. Dari perkebunan sawit, Djarum memiliki PT Hartono Plantation Indonesia.
Kenapa Anak Umur 6 Tahun Harus Ikut Audisi?
Hal menarik lainnya adalah ketika pembahasan anak umur 6 tahun harus ikut audisi dan menggunakan kaos dengan merek Djarum Foundation. Ini menjadi eksploitasi anak oleh Djarum Foundation yang benar-benar keterlaluan.
Namun, sudut pandang yang perlu dilihat bukan dari kaca mata eksploitasi anak, melainkan persaingan bulu tangkis dunia. Bayangkan, kini persaingan bulu tangkis dunia makin ketat setelah Jepang makin moncer dan Korea Selatan bangkit kembali.
Indonesia yang punya sejarah sebagai kekuatan bulu tangkis dunia pun mulai terengah-engah. Gelar andalan yang bisa diraih hanya dari ganda putra, terutama setelah Liliyana Natsir pensiun.
Berbanding terbalik, China malah tetap bisa mempertahankan kekuatan bulu tangkis di dunia, meskipun beberapa kali naik turun juga. Apa rahasianya? mereka mendidik para pemain sejak dini.
Jadi, keputusan memperluas jangkauan yang ikut audisi PB Djarum itu bukan ‘semata-mata’ usaha Djarum demi mendapatkan citra yang baik. Namun, juga upaya untuk membuat bulu tangkis Indonesia tetap kuat di dunia.
Jika dinilai dengan perhitungan ongkos promosi pencitraan merek lewat audisi anak 6 tahun, ongkosnya bakal besar sekali. Pasalnya, Djarum Foundation akan memberikan beasiswa kepada anak umur 6 tahun itu hingga dia menjadi pemain besar nantinya.
Umur pemain junior menjadi senior itu sekitar 18 – 19 tahun, artinya Djarum Foundation harus membiayai bibit unggul itu selama 12 tahun lebih.
Apakah ini bisa dinilai sebagai upaya promosi atau pencitraan merek agar terlihat positif dengan biaya lebih murah?
Audisi Bulu tangkis Lebih Buruk dari Acara Sponsor Rokok Lainnya?
Yang paling menggelitik adalah ketika audisi bulu tangkis dikritik lebih tajam ketimbang acara-acara yang mendapatkan sponsor rokok lainnya. Padahal, acara musik atau sebagainya yang mendapatkan sponsor rokok malah bisa mengonversi langsung nonperokok menjadi perokok.
Pasalnya, para gadis penjaja rokok bakal mengelilingi tempat acara dari awal hingga selesai untuk menawarkan paket rokok. Apalagi, rata-rata acara-acara yang didukung sponsor rokok secara langsung maupun terselubung [bermain warna acara] digandrungi oleh anak muda.
Di sisi lain, audisi bulu tangkis oleh Djarum Foundation ini sulit mengonversi langsung pesertanya menjadi perokok. Toh, dalam aturan PB Djarum disebutkan para anak didiknya dilarang merokok.
Jika melihat citra merek rokok bisa menjadi lebih baik dengan audisi bulu tangkis itu pun bisa dibilang tidak juga. Pasalnya, di setiap bungkus rokok sudah ada gambar yang menyebutkan kalau merokok bisa memberikan dampak buruk.
Jadi, lebih baik mana? audisi bulu tangkis atau acara yang mendapatkan sponsor rokok dan bisa mengonversi nonperokok menjadi perokok?
Atau pertanyaan lainnya bisa dibuat menjadi begini, “Apa modus Yayasan Lentera Anak membuat viral kalau ada ekspoloitasi anak oleh Djarum Foundation lewat audisi bulu tangkis?”
Setuju sih, justru dari simulasi perhitungannya sangat mencurigakan. Karena sebuah kompetisi tidak hanya disponsori dari kaos saja.
Lama-lama kalau ini dituruti bisa merambah ke sampoerna foundation yang saat ini sudah menelurkan jagoan olimpiade. Apalagi sudah diberi angin segar kemarin oleh KPAI yang mengeluarkan rekomendasi untuk djarum agar menghentikan kompetisi.
Sangat disayangkan.
iya, logikanya salah banget itu kalau bandingin iklan spanduk vs iklan kaos via audisi bulu tangkis. biayanya enggak disitu aja, jadi gerakan si yayasan lentera anak ini yang mencurigakan…
Saya baru tau kalau BCA ,traveloka, blibli, polytron dibawah Djarum,
mungkin karena brand djarum selama ini yang melekat ke rokok, makanya grup Djarum pun diidentikkan sebagai rokok.
saya rasa, yang hanya perlu diberikan pr adalah mengubah image, bahwa djarum itu bukan hanya rokok saja, tp banyak perusahaan besar lainnya.
kalau dibilang eksploitasi saya ga setuju, setelah membaca fakta bahwa di bawah naungan djarum ada banyak perusahaan besar
Djarum dan brand rokok lainnya kontribusi 250rb kematian keluarga dan anak tidak bersalah pertahunnya. Apakah ini bisa dibanggakan? Indonesia adalah market surga bagi mafia pabrik rokok. Terkesamping dari perhitungan KPAI, kedok CSR brand rokok telah berhasil membuat lebih wangi cengkehnya..