Tontowi Ahmad, pemain ganda campuran Indonesia yang berhasil meraih medali emas Olimpiade 2016 memutuskan untuk pensiun. Kabar yang mengejutkan, apalagi teranyar dia berencana berpasangan dengan Apriyani Rahayu yang merupakan salah satu pemain muda potensial di sektor ganda putri.
Dalam catatan BWF, Tontowi pernah bermain di sektor ganda putra, tetapi secara historis pasangan yang tercatat semuanya ada di ganda campuran. Sepanjang kariernya, Tontowi telah memenangkan 408 pertandingan di sektor ganda putra dan campuran. Mayoritas, pastinya kemenangan diraih saat di sektor ganda campuran.
Secara hitungan peringkat BWF, Tontowi sudah berpasangan dengan delapan pemain putri, yakni Liliyana Natsir, Debby Susanto, Greysia Polli, Richi Puspita Dili, Gloria Emanuelle Widjaja, Della Destiara, Winny Oktavina Kandow, dan Apriyani Rahayu.
DENGERIN PODCAST: Bacot Badminton – Tontowi Ahmad Pensiun, Ada Masalah dengan PBSI?
Dari data histori BWF, pada 2006, Owi bermain di Indonesia Open bersama Richi Puspita Dili. Hasilnya, Owi dan Richi langsung kandas di babak kualifikasi.
Turnamen keduanya pada 2006 adalah Cheers Asian Satelite yang memiliki level International Series. Di sana, Owi bermain rangkap ganda putra dan campuran.
Di ganda putra, dia berpasangan dengan Lingga Lie, sedangkan ganda campuran bersama Yulianti. Hasilnya, ganda putra langsung kandas di babak pertama dari pemain Thailand Peerasak Wiriyaphadungphong/Kovit Phisetsarasai 16-21, 10-21.
BACA JUGA: Kisah Jardine, Pemilik Astra yang Apes Sejak Semester II/2019
Lalu, di ganda campuran, Owi bersama Yulianti kandas di babak final oleh pemain Indonesia lainnya, yang juga partner Owi di ganda putra, Lingga Lie/Devi Tika Permatasari 17-21, 22-24.
Dua turnamen lainnya yang diikuti Owi pada 2006 masih level Internasional Series. Owi pun tampaknya lebih fokus ke ganda campuran dan mengakhir musim itu bersama Yulianti.
Jika pada 2006, Owi hanya bermain di 4 turnamen, pada 2007 Owi berlaga pada 9 turnamen dan beberapa turnamen kembali bermain rangkap ganda putra.
Tontowi Ahmad, Periode 2007-2010 Menuju Pertemuan dengan Butet
Mengawali 2007, Owi bermain di Vietnam International Challenge bersama Yulianti. Hasilnya, Owi kalah dari pasangan Indonesia lainnya, yakni Tri Kusharjanto/Yunita Tetty 15-21, 17-21.
Lalu, turnamen kedua Owi adalah Cheers Asian Satellite 2007. Di sini, Owi bermain rangkap ganda putra dan campuran. Ganda Putra, dia bermain bersama Indra Viki Okvana, sedangkan ganda campuran tetap bersama Yulianti.
Hasilnya, Owi menikmati gelar pertamanya di sektor ganda putra bersama Indra Viki Okvana setelah mengandaskan pasangan gado-gado Indonesia-Singapura Chao Huang/Febriyan Irvannaldy 21-11, 21-14. Sayangnya, sukses di ganda putra tidak diikuti di ganda campuran, Owi/Yulianti harus kandas oleh pasangan Malaysia Mohd Razif Abdul Rahman/Sook Chin Chong 21-15, 19-21, 19-21.
Adapun, gelar ganda campuran pertama Owi di 2007 didapatkan pada Indonesia-Surabaya Challenge 2007. Owi bersama Yulianti menang di final setelah mengalahkan pasangan Korea Selatan Kim Min Jung/Yoo Yeon Seong 21-16, 15-21, 21-9.
Sayangnya, juara di ganda campuran, Owi malah gagal di ganda putra bersama Indra setelah kandas di babak ketiga.
Satu gelar lagi yang diraih Owi pada 2007 adalah Vietnam Grand Prix di mana mereka mengalahkan pasangan tuan rumah Chau Hoi Wah/Hui Wai Ho 21-11, 21-18.
Tontowi Ahmad mengikuti 8 turnamen sepanjang 2008 dengan beberapa bermain rangkap. Di sini, Owi mulai berganti-ganti pasangan baik di ganda putra maupun campuran.
Di ganda putra, Owi sempat berpasangan dengan Muhammad Rijal, tetapi hasil yang diraih masih nihil. Begitu juga di ganda campuran, Owi/Yulianti tak bertaji lagi untuk meraih gelar.
Di akhir musim, pada 2 – 7 Desember 2008, Owi berganti pasangan di ganda campuran bersama Shendy Puspa Irawati. Pasangan ini memulai debutnya di Vietnam GP 2008 dan hasilnya langsung merengkuh gelar setelah mengalahkan pasangan gado-gado Indonesia-Singapura Riky Widianto/Yu Yan Vanessa Neo di babak final 21-17, 21-9.
Sayangnya, hasil menakjubkan bersama Shendy tidak berarti Owi langsung berpasangan dengannya. Pada 2009, Owi kembali ke pasangan pertamanya pada 2006, yakni Richi Puspita Dili dan kali ini lebih fokus di ganda campuran.
Dengan total 8 turnamen yang diikuti pada 2009, Owi/Richi meraih satu gelar, yakni di Vietnam International Challenge. Mereka juara setelah mengandaskan pasangan Indonesia lainnya Fran Kurniawan/Pia Zebadiah 21-14, 21-8.
Usai Bersama Greysia Polli, Owi Mendunia Bersama Butet
Sayangnya, nasib pasangan Owi/Richi juga tidak berlangsung lama. Tahun berganti, pada 2010 Owi dipasangkan dengan Greysia Polli. Sayangnya, pasangan Owi/Greysia juga cuma seumur jagung. Mereka hanya berpasangan sebanyak 5 turnamen pada 2010, terakhir di Indonesia Open 2010 di mana mereka kandas di babak kedua oleh pasangan Denmark Thomas Laybourn/Kamilla Rytter Juhl 18-21, 21-19. 15-21.
Namun, perpisahan dengan Greysia justru memutarbalikkan nasib Owi. Saat itu, pasangan ganda campuran Indonesia Nova Widianto/Liliyana Natsir harus pecah kongsi setelah Nova memutuskan gantung raket.
Seperti dikutip dari BadmintonIndonesia.org, Richard Mainaky, Kepala Pelatih Ganda Campuran PBSI bercerita kalau keputusan memasangkan Butet, sapaan Liliyana, dengan Owi hanya berdasarkan ‘feeling’ saja. Saat itu, ada tiga calon pasangan untuk Butet, yakni Muhammad Rijal, Devin Lahardi, dan Owi.
“Dari ketiga itu, semuanya oke, cuma Owi kurang menyakinkan, terutama dari segi footworknya. Owi memang paling berkharisma, tetapi yang lainnya masih nol waktu itu,” ceritanya.
Keputusan Richard memilih Owi pun menuai banyak pertanyaan. Namun, Butet sendiri merasa paling cocok dengan Owi.
“Untungnya, PBSI waktu itu percaya dengan keputusan yang saya ambil,” kenangnya.
Richard mengatakan kerja sama dirinya dengan Owi sangat mudah karena dia adalah pemain yang penurut. Owi mau menjalankan apa yang disarankan oleh pelatihnya.
“Saat dia tahu kekurangannya ada di footwork, maka itu yang dilatih terus supaya menunjang bola-bola atasnya,” ujarnya.
Sang pelatih pun memuji kalau Owi memiliki teknik di atas rata-rata, salah satunya penempatan bola yang bagus. Selain itu, Owi juga bagus dari segi bola atasnya.
Jika Praveen Jordan memiliki smash yang bisa membuat lawan tumbang dengan satu pukulan, maka Owi memiliki serangan yang tajam dan cepat.
“Owi juga pemain yang pintar, kalau smash itu dia bisa incar lawannya, dia smash di waktu yang tepat dan mengarah,” ujarnya.
Hasilnya, debut Owi/Butet bisa dibilang cukup manis di Kumpoo Macau Open Badminton Championship. Di sana, mereka langsung menjadi kampiun setelah mengandaskan seniornya Hendra A.G/Vita Marissa 21-14, 21-18.
Turnamen keduanya pun berhasil diakhiri dengan indah juga. Di Indonesia Grand Prix Gold 2010, Owi/Butet mengandaskan perlawanan Markis Kido/Lita Nurlita 21-11, 21-13. Sayangnya, di Asian Games perdana mereka, Owi/Butet kandas di babak kedua dari pasangan Thailand Chen Hung Ling/Cheng Wen Hsing 17-21/15-21.
Kenangan Manis Tontowi Bersama Butet
Bayangkan, apakah Owi akan merasakan beragam gelar jika dirinya tidak dipasangkan dengan seorang Butet, sang ratu di depan net? Nah, bersama Butet, Owi mampu mengasah kemampuannya menjadi lebih gila.
Hasilnya, mereka meraih gelar juara dunia dua kali pada 2013 dan 2017, emas Olimpiade pada 2016, gelar Asia Championshop pada 2015, hingga mencatat hattrick All England pada 2012-2014.
Hanya satu yang kurang dari pasangan ini, yakni gelar emas Asian Games. Namun, satu gelar itu tak berarti jika melihat prestasi pasangan luar biasa tersebut.
Owi bisa dibilang pemain yang penuh kesabaran. Bukann apa-apa, menjadi pasangan Butet, sang pemain besar, pastinya ada beban tersendiri. Apalagi, karakter Butet yang tegas.
Richard sempat mengatakan Butet dan dirinya sama-sama orang timur, punya cara bicara yang tegas dan keras, tetapi bukan berarti marah. Owi yang asli dari Jawa pun harus beradaptasi dengan karakter tersebut.
Butet pun mengakui Owi sangat sabar. Selama pasangan dengannya, dirinya mengaku cukup tempramental dalam arti positif.
“Saya tuh enggak mau kalah, saya suka terbawa suasana kalau pukulan dia nyangkut atau apalah itu. Saya bisa nunjukkin ekspresi kecewa,” ujar Butet.
Bahkan, banyak penggemar bulu tangkis yang bertanya kepada Tontowi Ahmad bagaimana rasanya dimarahi Butet di lapangan. Padahal, Butet mengaku dirinya dengan Owi it kompak banget dan sering ngobrol bahas permainan.
“Apapun hasil yang yang kami dapat, pasti kami evaluasi, enggak diem-dieman, ini resep ampuh buat pemain ganda,” ujarnya.
Masa-masa Terberat Owi-Butet Jelang Olimpiade 2016
Sementara itu, Butet menceritakan masa-masa terberatnya bersama Owi adalah ketika puasa gelar pada 2015-2016. Saat itu, ekspektasi penggemar bulu tangkis di Indonesia sangat tinggi kepada pasangan peraih gelar juara dunia dua kali tersebut.
Butet menceritakan kondisi mereka saat itu benar-benar terpuruk. Owi/Butet hanya meraih satu gelar jelan Olimpiade 2016, sedangkan mereka diharapkan bisa meraih emas di Brasil.
“Owi enggak marah sama saya, saya juga enggak, tapi gimana ya kondisinya kami enggak ribut, tapi enggak akur juga. Kayak lagi perang dingin gitu,” cerita Butet.
Bahkan, keberhasilan Praveen Jordan/Debby Susanto di All England 2016 makin membuat pasangan itu tertekan.
Butet mengatakan mereka sempat terpikirkan posisi andalan ganda campuran sudah tergantikan oleh Praveen/Debby. Akhirnya, Owi dan Butet kompak menurunkan ego dan kontrol emosinya
“Namun, hal itu tak lantas membuat kami bangkit, tetapi setidaknya merasa jauh lebih baiklah,” ujarnya.
Di sisi lain, sikap Owi yang cuek menjadi salah satu hal yang bisa membuat pasangan ini bangkit kembali.
Butet menceritakan Owi itu cuek dan enggak pernah mengeluh padahal latihannya itu berat banget.
“Saya ingat, dia sampai bela-belain enggak pulang ke rumah dan tinggal di asrama demi jaga kondisi dan fokus ke Olimpiade,” ceritanya.
Dengan berbagai tekanan sebelum Olimpiade, Owi/Butet yang awalnya diprediksi sulit meraih meas, tetapi malah bisa meraihnya, meski dengan perjuangan yang tidak mudah.
Kontroversi Pensiunnya Owi Secara Tiba-tiba
Di balik kisah suksesnya, Owi menutup kariernya bisa dibilang secara tiba-tiba. Bagaimana tidak, baru diprediksi bisa bangkit setelah berpasangan dengan Apriyani Rahayu, dia malah memutuskan gantung raket. Artinya, ada sesuatu yang bermasalahkah?
Nah, ternyata ada kemungkinan berhubungan dengan status magang Tontowi Ahmad di Pelatnas. Hal itu terjadi setelah Owi pecah kongsi dengan Winny. Eks pasangan Owi itu dikembalikan ke pasangan sebelumnya Akbar Bintang Cahyono.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI Susi Susanti mengatakan dirinya mendapatkan laporan dari Richard kalau Owi/Winny akan dipecah. Winny kembali berpasangan dengan Akbar.
“Otomatis Owi tidak memiliki pasangan kan? Nah, kami memberikan kesempatan kepada Owi dengan status magang karena belum punya pasangan tetap,” ujar Susi.
Di sisi lain, Richard menceritakan penyebab Owi dan Winny pecah kongsi adalah karena Owi melihat sudah tidak bisa dengan Winny. Untuk itu, Owi sempat ngobrol dengan Nova Widianto untuk bermain dengan Apriyani.
“Sudah dicoba di Indonesia Master 2020, hasilnya masih jauh dari harapan,” ujarnya.
Hasil buruk itu pun ada hubungannya dengan Owi dan Apri yang enggak pernah latihan bersama. Pasalnya, Apri tengah fokus menuju Olimpiade Tokyo 2020 di ganda putri bersama Greysia Polli.
Nah, status magang Owi ini mungkin menambah tekanan untuk eks pasangan Butet tersebut. Jadi, PBSI masih memberikan kesempatan kepada Owi untuk ikut turnamen, tetapi dengan target yang jelas.
Dengan kondisi pasangan main dan target belum jelas membuat PBSI memberikan status magang kepada Owi. Nah, Owi diberikan kesempatan empat kali try out. Jika hasilnya baik, maka akan ada reward berupa extra try out untuk tontowi, hal itu berlaku untuk semua atlet pelatnas.
Sebenarnya isu pensiun Owi sudah merebak sejak Maret 2020 atau setelah Indonesia Master kemarin.
Richard mengatakan dirinya sudah diskusi dengan Owi terkait rencana pensiun.
“Ngobrolnya sudah lama. Setelah Butet pensiun pun Owi juga bicara gimana baiknya untuk dia,” ujarnya.
Dia pun menawarkan mau coba dengan Winny, Owi oke sehingga langsung jalan dengan pemain muda tersebut. Hasil Owi/Winny pun tidak jelek-jelek amat karena sudah masuk peringkat 16 besar dunia.
“Saya bilang sama Owi, kalau mau nanjak lagi prestasinya sama Winny, Owi harus latihannya enggak bisa kayak dulu waktu sama Butet, tetapi harus lebih lagi,” ujarnya.
Richard akui Owi sudah latihan dengan luar biasa. Namun, dulu dia dicover oleh pemain dengan pengalaman dan skill tinggi seperti Butet.
“Saat dia harus mengcover pemain muda yang belum punya pengalaman, dia masih butuh jam terbang,” ujarnya.
Nada Sumbang dari Eks Atlet Pelatnas
Menariknya, keputusan Tontowi Ahmad untuk pensiun direspons oleh beberapa atlet pelatnas. Salah satunya, eks tunggal putra Indonesia Sony Dwi Kuncoro.
Lewat Instagramnya, Sony berkomentar hampir setia atlet yang keluar dari PBSI akan merasakan kejanggalan dalam proses degradasi.
“Pada 2014, saya meninggalkan pelatnas PBSI dengan cara yang kurang mengharga hasil yang sudah dicapai selama 13 tahun di sana,” ujarnya.
Sony mengenang saat itu dirinya masih berstatus pemain peringkat 15 dunia. Namun, dirinya tahu kalau akan didegradasi justru dari koran.
“Saya menunggu kabar dari PBSI selama beberapa hari tidak ada kabar dari pengurus,” ujarnya.
Alhasil, Sony pun menanyakan surat keluar agar mendapatkan kepastian. Dia pun mendapatkan kepastian.
Dia menceritakan sayangnya surat keluar itu tidak diberikan oleh pengurus, melainkan karyawan biasa. Dirinya pun menyarankan kepada PBSI agar melakukan degradasi dengan cara yang lebih menghargai atlet.
“Kami memulai karier atlet sejak kecil hingga meninggalkan sekolah, keluarga, dan kesempatan senang-senang. Atlet juga punya keluarga, orang tua yang setiap hari mendoakan agar anaknya juara,” ujarnya.
Sony mengungkapkan di bidang lain pun, perusahaan yang akan mengeluarkan karyawan pasti dilakukan secara sopan dan manusiawi. Setidaknya, mengucapkan terima kasih dan maaf atau dengan cara yang lebih pantas.
“Sampai saat ini saya belum pernah dengar mantan2 atlet Pelatnas yang didegradasi dengan cara ada pembicaraan yang baik,” ujarnya.
Hal senada juga dirasakan eks ganda putra pelatnas PBSI Ricky Karanda Suwardi. Dirinya mengaku pada 2019 meninggalkan PBSI dengan cara yang kurang dihargai.
“Saya sudah 8 tahun di pelatnas, tetapi tahu didegradasi dari media sosial,” ujarnya.
Bahkan, beberapa hari setelah mengetahui itu dari media sosial, tidak ada pembicaraan dari pengurus dan pelatih.
Melihat komentar ini, memang rasanya ada yang janggal terkait degradasi atlet di PBSI. Federasi bulu tangkis Indonesia itu mau tidak mau pun harus menerima saran dari para atlet yang sudah berjuang membawa nama Indonesia.
Semoga saja Tontowi Ahmad dan eks atlet pelatnas lainnya bisa sukses selalu ke depannya ya.