Pandemi Corona benar-benar menyandera ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Saya sendiri tidak pernah membayangkan dampak pandemi Corona itu bisa sebesar ini.

Awalnya, melihat IHSG yang jatuh ke 4.000-an, saya tidak begitu takut. “Paling, nanti sepekan lagi balik ke 5.000-an.”

Alasan saya tidak takut IHSG terjun ke 4.000-an adalah karena pada 2015 pernah terjadi hal serupa. Tak ayal, hanya beberapa waktu, IHSG malah bangkit hingga tembus 6.000.

BACA JUGA: IHSG Anjlok Hingga Pasar Dihentikan Benar Cuma Gara-gara Pandemi Corona?

Nyatanya, itu tak terjadi, IHSG terus terjun bebas hingga tembus 3.900. Sebuah angka psikologis yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Bagi yang punya portofolio saham pasti langsung enggan melihat nasib portofolionya saat ini.

Terlebih, kurs rupiah yang ambrol hingga tembus Rp16.000-an membuat kondisi ekonomi mengkhawatirkan. Emiten yang memiliki kebutuhan impor bahan baku pastinya langsung terdampak.

PODCAST: IHSG Anjlok Parah, Apa yang Harus Kita Lakukan?

Di sisi lain, beberapa emiten yang ekspor harusnya justru lebih diuntungkan, tetapi kondisi pandemi Corona membuat nasib para emiten yang ekspor ini jadi kurang bagus. Permintaan ekspor sangat menantang dalam kondisi saat ini.

Pandemi Corona, Fokus Meredam Penyebaran, Lupakan Cuan Sesaat

Jujur, untuk saat ini saya cenderung memilih untuk berkontribusi meredam penyebaran pandemi Corona ketimbang memburu cuan. Bisa dibilang, tahun ini saya ingin tutup mata soal cuan dari investasi.

Hal ini juga yang sempat saya soroti kepada pemerintah Indonesia terkait strategi pandemi Corona yang cenderung lambat. Saya secara subjektif menilai pemerintah seharusnya langsung lockdown lokal ketimbang tetap bermain imbauan menjaga jarak seperti saat ini.

Alasannya, pemerintah sudah telat dalam penanganan pandemi Corona selama dua bulan. Bahkan, pemerintah masih sempat-sempatnya memberikan insentif untuk pariwisata dari wilayah terdampak pandemi Corona.

Namun, alasan pemerintah berkukuh tidak melakukan lockdown sangat jelas. Mereka memikirkan para pekerja informal dengan upah harian sehingga lockdown bukanlah pilihan tepat.

Dibutuhkan biaya yang besar untuk menanggung mereka yang tidak memiliki pendapatan tetap bulanan.

Namun, masyarakat mau tidak mau harus sadar kalau physical distancing atau jaga jarak secara fisik sangat penting. Karakter virus Covid-19 yang bisa menginang ke tubuh orang sehat dan pindah ke orang yang rentan membuat jaga jarak menjadi penting.

Awalnya, banyak yang beranggapan virus corona ini sepele karena tingkat fatalnya lebih rendah ketimbang MERS dan SARS. Sayangnya, fakta itu harus dilupakan karena penyebaran Virus Corona lebih cepat dan penyembuhannya tidak sebentar, terutama bagi kategori orang yang rentan.

Menjaga Agar Tim Medis dan Fasilitas Kesehatan Tetap Mumpuni

Akhirnya, Indonesia yang sempat meremehkan pandemi Corona menjadi salah satu negara dengan tingkat kematian tertinggi di dunia. Dari sini ada satu yang saya khawatirkan, yakni nasib tim medis dan fasilitas kesehatan yang tergopoh-gopoh mengurus pasien positiv Covid-19.

Banyangkan, di Indonesia ada sekitar 260 juta penduduk. Jika sudah ada 600-an pasien positif, artinya ada kemungkinan ribuan hingga puluhan ribu masyarakat yang suspect dengan indikasi pernah berinteraksi dengan para pasien positif tersebut.

Lalu, berapa jumlah tim medis dan sejauh mana kualitas fasilitas kesehatan untuk menangani hal ini? ini yang sangat ditakutkan.

Bayangkan, tim medis sampai kekurangan alat pelindung seperti, masker dan sarung tangan gara-gara terjadi panic buying di kalangan masyarakat. Belum lagi, masih saja ada yang mencoba keruk untung dari kondisi seperti ini.

Banyak anggota tim medis yang ikut positif bahkan sampai meninggal dunia gara-gara kondisi saat ini. Hal itu pula yang membuat saya mendesak pemerintah untuk melakukan lockdown karena warganya sudah pala batu semua.

Dari berbagai konten yang viral, ada yang menjelaskan tingkat fatalnya Covid-19 adalah ketika fasilitas kesehatan dan tim medis tidak mampu menangani pasien yang positif. Penyebaran yang cepat membuat jumlah penderita makin banyak hingga bisa melebihi kapasitas fasilitas kesehatan.

Ini pula yang terjadi di Italia di mana jumlahnya meningkat drastis. Buat yang masih berupaya cari cuan dari sini, saya sarankan berhenti segera. Alasannya, kalau dampak pandemi Corona ke Indonesia makin parah, yang hidup susah juga kalian-kalian yang mencari cuan enggak seberapa dibandingkan dengan kerugian.

Apa Kontribusi yang Bisa Kita Lakukan untuk Meredam Penyebaran Pandemi Corona?

Kalian bukan tim medis, tapi ingin membantu agar bisa redam penyebaran pandemi Corona. Baiklah di sini akan saya jelaskan cara kontribusi terbesar untukmu.

Pertama, rebahan saja di rumah, enggak usah ke luar untuk hal yang enggak penting. Dengan meminimalisir mobilitas di luar rumah, kita sudah mempermudah orang yang harus ke luar rumah untuk melakukan physicaly distancing.

Kedua, jika terpaksa ke luar, tolong jagalah jarak dengan masyarakat lainnya. Jika bersin atau batuk bisa ditutup agar tidak mengenai orang lain. Kendaraan pribadi bisa jadi pilihan jika memungkinan untuk melakukan mobilitas ke luar karena beberapa kota sudah membatasi transportasi publik.

Ketiga, jangan panic buying karena bisa membuat physicaly distancing gagal sehingga penyebaran makin luas. Enggak cuma masalah penyebaran yang makin meluas, panic buying yang enggak jelas juga bisa mendongkrak harga-harga barang.

Logikanya gini, ngapain kalian beli 10 dus mie instan? apakah kalian benar-benar perlu memakan mie instan setiap hari. Lalu, untuk apa borong gula? kalian mau kena diabetes bareng-bareng?

Tetap tenang, masalah pangan akan terjaga selama kalian enggak panic buying. Kalau, kalian panic buying yang ada pasokan menipis. Sikap panic buying adalah keegoisan yang tiada gunanya.

Keempat, tolong edukasi bahaya Covid-19 ke kerabat terdekat, terutama generasi boomers dan beberapa orang yang masih berkukuh mau liburan.

Jadi, untuk saat ini, mari kita lupakan cuan sejenak dan fokus untuk membantu redam penyebaran pandemi Corona. Pemerintah boleh lambat bertindak, tetapi kita bisa bergerak sendiri untuk meredam penyebaran virus yang sudah menjadi pandemi tersebut

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Social profiles