Nonton gratis kayaknya bakal sulit dilakukan lagi mulai 2020. Hal itu terjadi setelah LK21 menghilang dan IndoXXI pamitan. Lalu, haruskah kita ngamuk-ngamuk ke Kemenkoinfo?
Sebelum adanya IndoXXI atau LK21, saya menonton film lewat DVD bajakan. Senilai Rp5.000 sudah bisa dapat satu DVD bajakan.
Jika yang ditonton adalah film series, berarti tinggal dikalikan saja jumlah DVD yang dibeli.
BACA JUGA: Booking Dokter Lewat Jari Jemari dengan SehatQ
Boomingnya mesin pemutar DVD itu membuat menjamurnya penjual DVD bajakan. Apalagi, DVD itu bisa diputar di komputer jinjing atau laptop sehingga tak perlu membeli mesin pemutar DVDnya.
Namun, membeli DVD bajakan juga bukan langkah yang efisien untuk nonton film. Apalagi, penetrasi internet yang meningkat telah memperluas akses pencarian video hingga bisa nonton gratis.
PODCAST: Seberapa Kuat Skuad PBSI 2020?
Saat itulah mulai muncul situs-situs seperti, LK21, termasuk IndoXXI yang baru saja pamit beberapa waktu lalu. Dengan tanpa biaya, kita bisa mengunduh film-film paling baru, bahkan yang baru tayang di bioskop sehari yang lalu.
Di balik keberadaan situs itu, ada sosok-sosok seperti, Pein Akatsuki dan Lebah Ganteng, yang sangat baik mentranslate film dengan Bahasa Indonesia.
Keberadaan LK21 dan IndoXXI terkadang membuat malas ke bioskop, meskipun rasa nonton di depan layar laptop dengan bioskop tetap berbeda.
Di sisi lain, saya memanfaatkan IndoXXI dkk itu untuk mengunduh film yang memang tidak tayang di Indonesia. Memang cukup banyak juga film-film yang tidak tayang di Indonesia, seperti film dari Asia Timur atau Amerika Latin.
Lalu, saya juga menggunakan layanan pengunduhan film bajakan itu karena memang terlewat masa tayang film bersangkutan di bioskop.
Apa daya, menunggu ditayangkan di televisi pun belum tentu saya sempat menontonnya. Alhasil, IndoXXI adalah solusi bagi seluruh masyarakat di Indonesia.
Meskipun begitu, tidak dapat dipungkiri mereka memang melakukan tindakan tercela, yakni pembajakan karya orang lain.
Disrupsi Nonton Gratis, Kemunculan Netflix dan kawan-kawan
Pamitnya IndoXXI yang memberikan layanan nonton gratis bisa jadi akibat disrupsi teknologi berupa layanan Over The Top (OTT) seperti, Netflix, Iflix, Viu, Genflix, dan kawan-kawannya.
Keberadaan layanan OTT itu membuat alasan saya memilih IndoXXI bisa dibantah. Jika tertinggal film-film tertentu, bisa dinikmati secara legal melalui layanan OTT.
Lalu, jika ingin menyaksikan film-film yang tidak ada di Indonesia, beberapa layanan OTT secara khusus menampilkan film dari Asia Timur dan sebagainya.
Misalnya, Viu fokus pada segmen Asia Timur seperti, film Korea Selatan, Jepang, dan China. Lalu, Netflix unggul di film kebarat-baratan, meskipun juga menggarap anime Jepang.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk langganan OTT sebenarnya tidak terlalu mahal banget. Namun, jika dibandingkan dengan betapa spesialnya mengunduh film HD gratis di LK21 atau IndoXXI, jelas layanan OTT sangat mahal.
Belum lagi, khusus Netflix tidak bisa tayang jika menggunakan layanan Telkomsel, Indihome, dan beberapa provider lainnya.
Alhasil, hanya ada pilihan Iflix yang pilihan filmnya tidak terlalu banyak atau Viu yang fokus di film Korea Selatan.
Jadi, keputusan pamitnya IndoXXI jelas membawa kesedihan tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Terlebih, jaringan bioskop bisa dibilang belum merata di seluruh Indonesia.
Layanan OTT yang Tak Bayar Pajak
Jika IndoXXI ilegal karena memberikan layanan pengunduhan film orang lain secara cuma-cuma, lalu apakah layanan OTT seperti Netflix tidak ilegal?
Nah, di sini masalahnya, Netflix dkk adalah perusahaan di luar negeri yang tidak memiliki badan hukum di Indonesia. Artinya, Netflix bisa mendapatkan keuntungan besar tanpa perlu bayar pajak ke Indonesia.
Untuk itu, pemerintah tengah membuat aturannya dalam undang-undang Omnibus Law. Dalam undang-undang itu akan mengatur kewajiban dan hak bayar pajak lintas negawa baik warga indonesia di luar negeri, maupun warga asing di Indonesia.
Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G, Plate mengatakan setiap pendapatan yang dibukukan dari sebuah negara, ada pajak yang harus dibayarkan. Netflix dkk dianggap telah memperoleh pendapatan dari masyarakat di Indonesia sehingga punya kewajiban membayar pajak.
Di sisi lain, ada juga masalah yang menerpa ekspansi OTT di Indonesia adalah masalah langganan yang cukup sulit. Mengingat penetrasi kartu kredit di Indonesia sangat rendah, sangat sulit bagi masyarakat Indonesia untuk bisa langganan Netflix.
Alhasil, banyak para penjual di e-COmmerce yang justru menjual akun Netflix secara ilegal. Gara-gara susah langganan, ujung-ujungnya tetap ilegal juga meski harus mengeluarkan uang.
Memang Seberapa Besar Keuntungan Netflix di Indonesia?
Menurut laporan keuangan Netflix sampai kuartal III/2019, porsi Asia Pasific, termasuk Indonesia di dalamnya, menjadi yang paling kecil dibandingkan dengan Amerika Utara, Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin.
Meskipun begitu, porsi pendapatan Netflix dari kawasan Asia Pacific terus tumbuh. Pada 2017, porsi pendapatan Netflix di Asia Pacific hanya 4,92% dari total pendapatan US$11,69 miliar.
Porsi itu terus naik menjadi 5,98% dari total pendapatan Netflix pada 2018 senilai US$15,79 miliar.
Lalu, sampai kuartal III/2019, porsi pendapatan Netflix dari Asia Pasifik melejit jadi 7,15% dari total pendapatan US$14,68 miliar.
Secara nilai total pendapatan dari Asia Pacific pada kuartal ketiga tahun ini senilai US$1,05 miliar.
Secara keseluruhan, sampai kuartal III/2019, Netflix mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 26,54% menjadi US$14,68 juta. Lalu, dari laba bersih, Netflix mencatatkan pertumbuhan sebesar 18,8% menjadi US$1,27 miliar.
Bayangkan, kalau ada 1% dari total pendapatan Netflix bisa masuk ke Indonesia sebagai pajak, lumayan enggak?
Setelah mengetahui fakta-fakta di atas, saat ini kamu lebih menjadi tim IndoXXI dkk atau Netflix dkk?