Kejuaraan dunia bulu tangkis 2019 sudah mendekati akhirnya. Indonesia memiliki tiga wakil setelah all Indonesian semifinal di ganda putra dan ganda putri. Apakah ini penurunan prestasi bulu tangkis Indonesia?
Secara keseluruhan, prestasi Indonesia di kejuaraan dunia kali ini lebih baik ketimbang 2018. Saat Kejuaraan dunia bulu tangkis 2018, Indonesia hanya mendapatkan satu perunggu dari ganda putri, yakni Greysia Polli/Apriyani Rahayu.
Kali ini, Indonesia sudah memastikan satu wakil di final antara, Hendra Setiawan/Mohamad Ahsan atau Fajar Alfian/Muhamad Rian Ardianto. Lalu, ada Greysia/Apri yang berpeluang juga melaju ke final, meskipun harus menghadapi pesaing beratnya.
Jika secara keseluruhan ada peningkatan, bagaimana secara individual?
MAU Dengerin Tulisan ini? Klik: Kemajuan Petite Indonesia di Kejuaraan Dunia 2019
Dari sektor tunggal putra, skuad Indonesia di kejuaraan dunia tahun ini sama persis dengan tahun lalu. Indonesia memiliki tiga wakil, yakni Tommy Sugiarto, Jonatan Christie, dan Anthony Sinisuka Ginting.
Dari sisi posisi unggulan, Jojo, sapaan Jonatan, meningkat drastis menjadi unggulan ke-4 dibandingkan dengan unggulan ke-13 pada kejuaraan tahun lalu.
Begitu juga Ginting, yang menjadi unggulan ke-6, sedangkan pada kejuaraan dunia pada tahun lalu bertengger di unggulan ke-12.
Di sisi lain, Tommy Sugiarto stagnan menjadi unggulan ke-15 dalam dua turnamen kejuaraan dunia berturut-turut.
Kejuaraan Dunia Bulu tangkis 2019, Hasil Tunggal Putra Tetap Mengecewakan
Kenaikan posisi unggulan pun mencerminkan lonjakan peforma para tunggal putra Indonesia tersebut.
Jojo mampu tembus ke perempat final setelah sebelumnya hanya sampai babak 32 besar. Meskipun begitu, pencapaian Jojo yang hanya sampai perempat final cukup mengecewakan.
Alasannya, Jojo kalah dari pemain dengan peringkat yang terpaut cukup jauh darinya, yakni Sai Praneeth, asal India, yang kini bertengger di peringkat ke-19 dunia. Jojo kalah dua set langsung 22-24, 14-21.
BACA JUGA: Ini Investor Bisnis Es Doger Gibran, Anak Jokowi
Sai Praneeth pun bak momok bagi tunggal putra Indonesia karena dia juga mengalahkan Ginting di babak 16 besar Kejuaraan Dunia Bulu tangkis 2019. Ginting kalah dua set langsung 19-21, 13-21.
Sebelumnya, saya sempat memperkirakan wakil tunggal putra Indonesia bisa berbicara lebih di kejuaraan dunia kali ini. Alasannya, dua unggulan lainnya, Viktor Axelsen dan Shi Yuqi, harus absen dari kejuaraan tersebut.
Praktis, lawan berat tunggal putra Indonesia itu hanya Kento Momota yang pasti bisa mencapai semifinal. Sayangnya, prediksi itu dibuyarkan oleh Sai Praneeth.
Lalu, bagaimana dengan Tommy Sugiarto? anak Icuk Sugiarto itu sudah kandas di babak 32 besar dari tangan pemain veteran Denmark Jan O. Jorgensen 22-24, 14-21.
Hasil ini pun membuat Indonesia melanjutkan puasa gelar juara dunia tunggal putra selama 14 tahun berturut-turut. Terakhir, Taufik Hidayat menjadi kampiun di kejuaran dunia pada 2005,
Tunggal Putri, Penghibur Kejuaraan Dunia?
Jika tunggal putra mencatatkan kenaikan hasil, tetapi masih mengecewakan, maka tunggal putri tidak mengecewakan, tetapi sudah diprediksi sulit menang. Hasil drawing kejuaraan dunia sudah mengarahkan dua wakil Indonesia bertemu lawan kuat di babak awal.
Gregoria Mariska selaku unggulan ke-14 memang berhasil mencapai babak 16 besar di kejuaraan dunia kali ini. Sayangnya, ketika sampai babak 16 besar, dia sudah ditunggu wakil Thailand Ratchanok Intanon.
Alhasil, Gregoria pun keok dengan perlawan sengit 21-18, 21-23, 10-21 dari pemain Thailand tersebut.
Fitriani pun begitu, berhasil melewat babak 64 besar, dia sudah ditunggu tunggal peringkat dua dunia Tai Tzu ying.
Hasilnya pun sudah bisa ditebak, Fitriani keok tanpa perlawanan 15-21, 14-21.
Kedua tunggal putri Indonesia ini memang perlu polesan lebih keras lagi jika ingin masuk persaingan dunia. Soalnya, kedua tunggal putri Indonesia ini masih belum mampu menang menghadapi pemain 10 besar dunia.
Sejauh ini, polesan Riony Mainaky memang belum terasa terhadap kinerja tunggal putri Indonesia. Harapannya, tahun depan, tunggal putri Indonesia ini bisa memiliki daya juang bak pejuang Indonesia yang percaya diri perang dengan bambu runcing, meski lawan dengan senjata mesin.
Ganda Putra, Kesedihan Tiada Tara
Kesedihan melanda para badminton lovers dari Indonesia setelah mengetahui pemain andalannya Kevin Sanjaya/Marcus Gideon keok di babak 32 besar. Minions, julukan Kevin/Marcus, dikalahkan ganda putra Korea Selatan Chou Solgyu/Seo Seung Jae lewat rubber set 21-16, 14-21, 21-23.
Tidak ada yang mengira Minions bisa kalah di babak awal. Sangking emosinya, Marcus pun melempar raketnya hingga hancur setelah pertandingan.
Hasil ini menambah deretan nasib buruk yang dialami Minions di kejuaraan dunia. Pada tahun lalu, Minions kalah di perempat final dari ganda Jepang Takeshi Kamura/Keigo Sonoda 19-21, 18-21.
Kesedihan pecinta bulu tangkis Indonesia pun digantikan dengan peforma apik Fajar Alfian/ Rian Ardianto dan pasangan tua-tua keladi Hendra Setiawan/Mohamad Ahsan.
Keduanya memastikan satu tempat di final setelah saling bertemu di semifinal pada Sabtu (24/08/2019).
Calon lawan pasangan Indonesia ini di final adalah pasangan Jepang unggulan ke-12 Takuro Hoki/Yugo Kobayashi atau pasangan China unggulan kedua Li Jun Hui/Liu Yuchen.
Pasangan Jepang Hoki/Kobayashi memang sedang mencolok dalam beberapa turnamen terakhir, termasuk Indonesia Open 2019. The Daddies, julukan Hendra/Ahsan, maupun Fajar/Rian pun harus siap bermain cepat dan sabar dengan calon lawannya di final tersebut.
Mengingat Kenangan Manis 2015
Adapun, keberadaan The Daddies di semifinal mengingatkan Kejuaraan Dunia 2015 yang digelar di Jakarta. Kala itu, wakil Indonesia mayoritas kandas di semifinal.
Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir kandas di semifinal, begitu juga dengan Lindaweni Fanetri yang sudah kehabisan keberuntungannya saat melawan Saina Nehwal. Greysia/Nitya Maheswari pun ikut kandas.
Lalu, pertandingan terakhir semifinal kejuaraan dunia kala itu adalah tunggal putra. The Daddies, wakil terakhir Indonesia harus berhadapan dengan unggulan pertama Lee Yong Dae/Yo Yeon Seong.
Penonton maupun calo tiket bedebar, jika The Daddies kalah, habis sudah wakil Indonesia di kejuaraan dunia yang digelar di Istora. Namun, tulang punggung negara itu memberikan nafas untuk Indonesia sekali lagi setelah mengalahkan pasangan Korea dua set langsung 21-17, 21-19.
Di Final, The Daddies pun menang mudah atas wakil China Liu Xiaolong/Qiu Zihan 21-17, 21-14 dalam waktu kurang dari 40 menit.
Gelar juara dunia itu pun menjadi yang kedua bagi The Daddies. Sebelumnya, mereka juga meraih gelar juara dunia pada 2013. Lalu, khusus Hendra, dia juga pernah meraih gelar juara dunia bersama Markis Kido pada 2007.
Apakah akan menjadi hattrick bagi The Daddies pada kejuaraan dunia tahun ini?
Menakar Peluang Greysia/Apri Tebas Pasangan Jepang
Dari sektor ganda putri, Greysia/Apriyani memang mencapai semifinal Kejuaraan Dunia Bulu tangkis 2019. Namun, mereka harus bertemu dengan ganda putri Jepang unggulan pertama Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara yang mengandaskan mereka di semifinal kejuaraan dunia tahun lalu.
Menariknya, saat itu, Matsumoto/Nagahara masih menjadi unggulan ke-11, sedangkan Greysia/Apri sudah unggulan ke-5. Namun perkembangan pasangan Jepang ini memang sangat pesat hingga saat ini bertengger menjadi ganda putri nomor satu dunia.
Secara head to head, bukan tidak mungkin Greysia/Apri mengalahkan pasangan Jepang tersebut.
Sejauh ini, pasangan Indonesia memang masih kalah 1-3 dari pasangan Jepang tersebut. Namun, satu-satunya kemenangan yang diraih oleh Greysia/Apri baru saja terjadi di Australia Open 2019.
Kala itu, pasangan Indonesia mampu menang dua set langsung 21-19, 21-18 dari Matsumoto/Nagahara.
Kegirangan dengan hasil dari ganda putri tampaknya hanya sementara. Greysia adalah pemain yang veteran mungkin pensiun setelah Olimpiade Tokyo tahun depan.
Untuk itu, PBSI harus mencari pasangan yang tepat untuk Apriyani. Lalu, pelapis Greysia/Apri pun tidak ada yang mumpuni.
Yulfira Barkah/Jauza Sugiarto tidak bisa berbicara banyak di kejuaraan dunia tahun setelah kandas dari pasangan Thailand Puttita Supajirakul/Sapsiree Taerattanachai 14-21,15-21.
Lalu, Della Destiara/Rizki Amelia Pradipta juga hanya mencapai semifinal setelah dikandaskan pasangan Korea Selatan Lee So He/Shin Seung Chan 17-21, 18-21.
Jangan sampai, leg regenerasi terlalu lama hingga prestasi keburu melorot seperti, di sektor tunggal putra, tunggal putri, dan ganda campuran.
Ganda Campuran, Belum Move On dari Butet
Berbicara ganda campuran, saya hanya ingin fokus membahas Praveen Jordan/Melati Daeva.
Alasannya, kekalahan Rinov Rivaldy/Pitha Mentari masih wajar. Mereka kalah oleh ganda Jepang Yuta Watanabe/Arisa Higashino lewat permainan ketat 13-21, 21-19, 16-21.
Hafiz Faizal/Gloria E. Widjaja juga kalah dari Zheng Siwei/Huang Ya Qiong 17-21, 12-21. Memang, pemain yang sudah mencapai level senior ini harus diperhatikan, tetapi lawan mereka pun pemuncak dunia.
Lalu, Ronald/Annisa Saufika memang tidak diharapkan lebih. Mereka pun kandas dari ganda Belanda Robin Tabalek/Selena Piek di babak 64 besar.
Nah, Praveen/Melati menjadi salah satu ganda campuran yang diharapkan di Kejuaraan Dunia Bulu tangkis 2019. Peluang pasangan itu pun kian besar jika melihat hasil drawing yang lebih banyak mempertemukan mereka dengan wakil Eropa.
Bukan meremehkan, tetapi secara teknik dan kualitas bermain, pemain Indonesia jelas jauh lebih baik dari pemain Eropa, terutama Praveen Melati.
Pasangan ini pun tidak menemui kendala berarti hingga bertemu dengan Tabeling/Piek, wakil Belanda, di babak 16 besar.
Tidak ada yang menyangka, pasangan ini kewalahan menghadapi pasangan Belanda tersebut. Praveen/Melati kalah rubber set 13-21, 23-21, 8-21. Bayangkan, di set ketiga, Praveen/Melati hanya mampu mendulang 8 poin dari pemain Belanda tersebut.
Peringatan Keras Praveen/Melati
Hal ini ibarat rentetan kinerja buruk Praveen/Melati pada tahun ini. Sebelumnya, di Indonesia Open 2019, Praveen/Melati langsung kandas di babak pertama melawan Mark Lamsfuss/Isabel Herttrich, ganda asal Jerman.
Saat jumpa pers, Praveen beralasan ganda Jerman lebih siap, dan mereka bermain terlalu berhati-hati. Lalu, Melati pun tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun dengan wajah yang hampir menangis.
Jumpa pers mereka juga terlambat satu jam karena pasangan itu dikabarkan mendapatkan ‘nasehat’ dari pelatih.
Kali ini, lewat rilis PBSI, Praveen mengatakan, kekalahannya disebabkan pemain Belanda yang lebih siap.
Di sisi lain, saya melihat ada yang salah dengan inkonsistensi pasangan ini. Apalagi, pasangan ini kerap bisa sampai final dengan peforma yang luar biasa, tetapi tiba-tiba dibantai di final.
Saat Indonesia Open 2019, saya yang menonton langsung pun mencibir, jika mereka mainnya begini, mending mereka berhenti saja dari pelatnas.
Pasalnya, saat itu permainan mereka kacau. Praveen tidak terhubung dengan Melati, kadang keduanya berebutan shuttlecock, kadanng malah ragu mengambilnya. Ini menjadi tugas rumah berat bagi Richard Mainaky untuk menggantikan posisi Butet.
Di sisi lain, Tontowi Ahmad/Winny Kandow juga masih bertuah. Semoga saja, pasangan senior junior itu bisa berbicara lebih pada tahun depan.
Simpulan Hasil Kejuaraan Dunia Bulu tangkis 2019
Sebuah postingan instagram menampilkan tunggal putri Singapura, Yeo Jia Min, yang mampu melaju hingga perempat final kejuaraan dunia bulu tangkis 2019.
Pemain peringkat ke-32 dunia itu tidak menghadapi lawan mudah. Pada babak 32 besar, dia menghadapi Akane Yamaguchi, unggulan pertama.
Secara mengejutkan, dia mampu menang 13-21, 13-21. Menariknya, postingan instagram itu terdiri dua gambar. Pertama, selebrasi kemenangan Yeo Jia Min, dan kedua sosok Mulyo Handoyo.
Memang Yeo Jia Min harus dikandaskan oleh Intanon di perempat final dengan skor 17-21, 11-21. Namun, hasil itu seperti sinyal saatnya sang eks pelatih Taufik Hidayat itu kembali ke Cipayung.
Tak hanya mendompleng tunggal putri, Loh Kean Yew, tunggal putra Singapura peringkat 34 dunia itu juga mencatatkan kinerja yang lumayan.
Loh langsung bertemu dengan Sameer Verma yang merupakan unggulan ke-10 dalam kejuaraan dunia. Secara mengejutkan, anak didik Mulyo Handoyo ini menang lewat rubber set 15-21, 21-15, 21-10.
Pemain Singapura itu pun harus kandas di babak 16 besar oleh unggulan kedua Chou Tien Chen lewat permainan sengit 21-13, 18-21, 21-17.
Ketimbang mempertahankan Hendry Saputra yang selalu membanggakan All Indonesian Final tunggal putra di turnamen kelas dua atau yang sepi unggulan, mending bawa pulang Mulyo Handoyo.
Kisah Petualangan Mulyo Handoyo
Di sebuah majalah bulu tangkis bulanan, saya membaca, Mulyo Handoyo akhirnya memutuskan untuk ke India. Alasannya, dia tidak kunjung menerima panggilan dari PBSI.
Alhasil, eks pelatih Taufik Hidayat itu pun mendompleng Srinkath Kidambi dkk. Hasilnya, kala itu, tunggal putra India lumayan menguasai turnamen. Setidaknya ada dua sampai tiga pemain India di perempat final.
Namun, konon, keluarganya tidak betah tinggal di India. Akhirnya, dia meninggalkan Negeri Bollywood untuk menerima pekerjaan di Singapura.
Setelah dia berada di Negeri Singa, beberapa nama pemain tunggal Singa seperti, Loh, pun mulai mencuat. Pada awal tahun ini, dia menjuarai Thailand Master Super 300 setelah mengalahkan Lin Dan 21-19, 21-18 di final.
Apakah PBSI tertarik memulangkan Mulyo Handoyo?