Beli saham IPO yang digoreng membuat nama Jouska, salah satu lembaga konsultan keuangan ternama, goyah dalam sekejap. Viralnya informasi itu membuat tingkat ketidakpercayaan dengan konsultan keuangan, sebelumnya manajer investasi dan asuransi, makin meningkat.
Skandal Jouska ini seolah melengkapi kasus Jiwasraya hingga beberapa manajer investasi reksa dana yang sempat bermasalah. Menariknya, dalam skandal kali ini, Jouska disebut menyarankan kliennya beli saham IPO bernama PT Sentra Mitra Informatika Tbk. alias LUCK.
Ada apa memangnya dengan LUCK? emiten itu melantai di bursa pada 28 November 2018 dengan harga penawaran Rp285 per saham.
BACA JUGA: Beli Rumah di Tengah Pandemi, Menanti Pelonggaran KPR Lagi Ah
Setelah melantai di bursa harga saham LUCK melejit drastis. Hari pertama saja, harga sahamnya langsung tembus Rp660 per saham alias sudah lebih 100% dari harga penawaran perdana.
Lebih dari 6 bulan IPO, saham LUCK tembus Rp1.000 per saham. Namanya pun digembar-gemborkan di beberapa grup saham.
Sampai puncaknya, harga saham LUCK tembus Rp2.000 per saham pada 26 Juli 2019. Sayangnya, setelah itu, harga saham LUCK terus turun hingga penutupan perdagangan 22 Juli 2020 menjadi Rp316 per saham.
“Masih di atas harga IPO dikit sih, tapi bagaimana nasib yang beli di harga Rp1.000? ya jadi sleeping investor alias nyangkuters sampai suatu saat nanti ada yang goreng,” ujar saya dalam hati.
Lalu, di salah satu berita, pihak Jouska bilang merekomendasikan saham LUCK karena saat itu posisinya lagi uptrend. Apalagi bulan lalu, LUCK, juga bagi dividen Rp5 per saham.
Dengan dalih seperti itu, pihak Jouska berkukuh tidak menyarankan kliennya untuk membeli saham bodong. Ya memang enggak bodong sih, tapi saham yang harganya naik bukan karena fundamentalnya bagus.
Warren Buffett Tidak Pernah Beli Saham IPO
Beberapa tahun terakhir, saham-saham IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa dibilang kecil-kecil. Namun, lonjakan harga sahamnya begitu luar biasa.
Melihat hal itu, banyak pihak yang menilai pasar modal di Indonesia masih belum dewasa. Soalnya, saham kecil yang melantai di bursa bisa melejit tinggi.
Namun, ternyata lonjakan harga saham IPO itu enggak cuman terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Hal itu yang membuat Warren Buffett ogah beli saham IPO.
Laporan dari Renaissance Capital mencatat ada 170 emiten baru yang melantai di bursa AS pada 2015. Dari total itu, sebanyak 57% mencatatkan posisi harga saham yang lebih rendah dari harga IPO.
Daya tarik saham IPO adalah lonjakan harga pada awal-awal diperdagangkan. Dari lonjakan yang di luar faktor fundamental itu, banyak yang memburu keunutngan di sana. Namun, kenaikan itu hanya sementara karena harga sahamnya bisa turun kapan pun itu.
Buffett mengingatkan jika satu orang investor beruntung dari saham IPO dengan hitungan yang tidak logis, bukan berarti kalian harus mengikuti jalannya.
“Kalian tidak perlu masuk ke permainan bodoh hanya karena itu tersedia di pasar,” ujarnya.
Buffett juga mengingatkan jika investasi saham, jangan berpikir kalian hanya membeli itu sekali saja.
“Pahami fundamental keuangan dan model bisnis saham yang kalian beli. Jangan membeli saham karena berpikir harganya akan naik,” ujarnya.
Sang maestro menyebutkan dari beberapa kasus saham IPO banyak yang mengalami kesulitan dari segi bisnis.
Ketika Buffett Tidak Beli Saham IPO Uber
Cerita Buffett yang tidak suka beli saham IPO kembali dibahas saat dirinya melewatkan saham UBER pada tahun lalu.
Dikutip dari CNBC, Buffett mengatakan dalam 54 tahun, dirinya tidak pernah terpikirkan untuk beli saham IPO.
“Saya tidak tertarik menempatkan uang di mana ada banyak insentif penjualan, komisi penjualan, kerakusan binatang. Saya lebih tertarik menempatkan uang dengan 1.000 alasan lain di mana tidak ada antusiasme tidak logis seperti itu,” ujarnya.
Buffett pun mengingatkan ketika ingin membeli saham, kalian harus menulis di sebuah kertas apa alasannya.
“Misal, saya membeli saham General Motors senilai US$56 miliar karena…..,” ujarnya mencontohkan.
Jika kalian tidak menemukan alasan untuk membeli saham itu, artinya harus memilih pilihan lainnya.
Kalau ada calon emiten seperti Gojek dan Tokopedia, kalian bakal tetap semangat beli atau pilih jalan seperti Buffett?