bulu tangkis – SuryaRianto https://suryarianto.id Seterang Matahari Sun, 26 Jan 2020 12:33:48 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=5.4 https://suryarianto.id/wp-content/uploads/2019/03/cropped-orbz_sun-32x32.png bulu tangkis – SuryaRianto https://suryarianto.id 32 32 Thailand Master 2020, Leo/Daniel Belum Bertaji dan Hafiz/Gloria Gagal Juara https://suryarianto.id/thailand-master-2020-leo-daniel-belum-bertaji-hafiz-gloria-gagal-juara/ https://suryarianto.id/thailand-master-2020-leo-daniel-belum-bertaji-hafiz-gloria-gagal-juara/#respond Sun, 26 Jan 2020 12:32:54 +0000 https://suryarianto.id/?p=820 Thailand Master 2020 memang tidak diramaikan banyak pemain papan atas dunia, tetapi turnamen Negeri Gajah Putih itu menjadi debut wonderkid ganda putra Indonesia Daniel Marthin/Leo Rolly Carnando di kancah senior. Lalu, apakah hasilnya memberikan gambaran masa depan pemain muda itu yang cerah? Daniel/Leo yang memulai turnamen lewat babak kualifikasi memang tidak langsung mencapai titik tertinggi […]

The post Thailand Master 2020, Leo/Daniel Belum Bertaji dan Hafiz/Gloria Gagal Juara appeared first on SuryaRianto.

]]>
Thailand Master 2020 memang tidak diramaikan banyak pemain papan atas dunia, tetapi turnamen Negeri Gajah Putih itu menjadi debut wonderkid ganda putra Indonesia Daniel Marthin/Leo Rolly Carnando di kancah senior. Lalu, apakah hasilnya memberikan gambaran masa depan pemain muda itu yang cerah?

Daniel/Leo yang memulai turnamen lewat babak kualifikasi memang tidak langsung mencapai titik tertinggi di turnamen tersebut. Mereka dikalahkan pasangan Jepang peringkat ke-33 dunia Akira Koga/Taichi Sato dua set langsung 11-21, 11-21.

BACA JUGA: Indonesia Master 2020, Pesta Gelar Pasukan Tuan Rumah

Bermain sejak babak kualifikasi, Daniel/Leo harus berhadapan dengan pasangan tuan rumah Maneepong Jongjit/Krit Tantianankul. Wonderkid Indonesia itu pun lolos ke babak utama Thailand Master 2020 setelah mengalahkan wakil tuan rumah lewat rubber set 22-24, 21-17, 21-18.

DENGERIN JUGA PODCAST: Petjahh, Istora Penuh Riuh Pesta Gelar Indonesia Master 2020

Lolos ke babak utama, Daniel/Leo harus berhadapan dengan wakil sesama Indonesia, yakni Sabar Karyaman/Moh. Reza Pahlevi yang juga bergelut sejak babak kualifikasi.

Hasilnya, Daniel/Leo mampu mengalahkan rekannya sendiri dua set langsung 21-15, 21-19.

Dengan posisi peringkat Daniel/Leo saat ini di level 81, hasil bisa lolos hingga babak kedua mungkin bukan sesuatu yang buruk untuk sebuah debut, meski juga tidak terlalu bagus.

Saya tidak menyebut bukan hasil yang bagus karena memang lawan yang dihadapinya pun bukan pasangan murni sejak lama.

Maneepong/Krit maupun Sabar/Reza bisa dibilang pasangan baru sejak awal 2020. Alhasil, kemenangan yang diperoleh menjadi hal yang wajar.

Berbeda dengan lawan sebelumnya, Daniel/Leo langsung kandas dengan mudah dari pasangan Jepang yang memang sudah berpasangan sejak 2012. Artinya, Daniel/Leo belum mampu memberi kejutan yang berarti di level senior

Setelah Thailand Master ini, belum ada daftar resmi turnamen yang akan dilakoni wonderkid Indonesia tersebut.

Turnamen terdekat setelah ini adalah Badminton Asia Team Championships 2020, Spanyol Master 2020 dan China Master level 100 2020 yang akan digelar pada Februari 2020.

Kemungkinan besar, Leo/Daniel akan singgah di Spanyol ketimbang di China. Alasannya, level turnamen yang lebih tinggi dan bisa sekalian menjajal Jerman Open jika peringkatnya sudah memadai.

Selain Leo/Daniel dan Sabar/Reza, Indonesia juga menurunkan Muhammad Shohibul Fikri/Bahas Maulana. Pasangan Indonesia yang main sejak babak kualifikasi itu sempat menang di babak pertama dari pasangan Kanada Jason Anthony Ho-Shue/Nyi Yakura 21-18, 21-19.

Sayangnya, mereka harus kalah dari pasangan andalan Inggris Marcus Ellis/Chris Langridge dua set langsung 16-21, 19-21.

Di babak final, pasangan Malaysia Ong Yew Sin/Teo Ee Yi menjadi kampiun setelah mengandaskan pasangan China Huang Kai Xiang/Liu Cheng lewat rubber set 18-21, 21-17, 21-17.

Thailand Master 2020, Pemain Pelapis Indonesia Gagal Manfaatkan Momentum

Thailand Master yang sepi pemain bintang menjadi sasaran empuk bagi pemain papan tengah yang ingin mengumpulkan poin. Sayangnya, pemain Indonesia yang turun di sana bisa dibilang gagal total memanfaatkan momentum tersebut.

Di tunggal putra, Indonesia hanya menurunkan satu wakil, yakni Shesar Hiren Rhustavito.

Shesar sempat memberikann kejutan setelah mengandaskan wakil India unggulan kelima Srinkath Kidambi dalam tiga set 12-21, 21-14, 21-11.

Lanjut ke babak kedua, Shesar menang mudah 21-19, 21-15 dari pemain nonunggulan Jepang Koki Watanabe.

Tantangan besar baru datang di babak perempat final, Shesar harus berhadapan dengan unggulan kedua asal China Shi Yu Qi.

Sayangnya, Shesar kalah dua set langsung dari pemain China yang baru mulai comeback dari cederanya itu 19-21, 15-21.

Hasil Thailand Master pun membawa Ng Ka Long Angus, tunggal asal Hong Kong menjadi kampiun setelah mengalahkan pemain senior Jepang Kenta Nishimoto di final. Ng Ka Long Angus yang menjadi unggulan ketiga menang lewat rubber set dari Nishimoto 16-21, 21-13, 21-12.

Kejutan Gregoria yang Belum Tembus Pertahanan Akane

Berbeda dengan tunggal putra, beberapa pemain unggulan masih turut mengikuti Thailand Master 2020. Beberapa unggulan itu antara lain, Akane Yamaguchi, Carolina Marin, dan Ratchanok Intanon.

Akane dan Marin memang tengah mengejar poin untuk menuju Olimpiade setelah sempat mengalami cedera pada tahun lalu, sedangkan Ratchanok mungkin untuk memeriahkan turnamen Negeri Gajah Putih tersebut.

Indonesia pun mengirimkan 3 wakilnya, yakni Fitriani, Gregoria Mariska, dan Ruselli Hartawan.

Fitriani, sang juara bertahan, harus kandas di babak pertama dari Pornpawee Chochuwong 9-21, 16-21.

Lalu, Ruselli kandas dari pemain nonunggulan asal Skotlandia Kirsty Gilmour dua set langsung 20-22, 17-21.

Di sisi lain, Gregoria akhirnya mampu menembus perempat final BWF Tour Series.

Gregoria mengalahkan wakil asal Jerman Yvone Li dua set langsung 21-14, 21-13. Lalu, dia juga mengandaskan wakil tuan rumah Busanan Ongbamrungphan lewat rubber set 14-21, 21-11, 21-10.

Sayangnya, langkah Gregoria terhenti di perempat final dari unggulan pertama asal Jepang, Akane. Gregoria kalah dua set langsung 23-25, 14-21.

Akane pun menasbihkan diri sebagai kampiun setelah mengalahkan wonderkid Korea Selatan An Se Young 21-16, 22-20.

Di ganda putri, Indonesia hanya menurunkan satu wakil yang bermain sejak babak kualifikasi, yakni Anggia Shitta/Della Destiara. Sayangnya, pasangan Indonesia itu langsung kandas di babak awal dari pasangan Hong Kong Ng Tsz Yau/Yuen Sin Ying lewat rubber set 16-21, 21-13, 8-21.

Beberapa pemain ganda putri unggulan seperti Chen Qing Chen/Jia Yi Fan, Du Yue/Li Yin Hui, sampai Lee So Hee/Shin Seung Chan turut serta di turnamen ini.

Hasilnya, sang ratu ganda putri Chen/Jia yang menjadi juaranya setelah menumbangkan perlawanan pasangan Korea Selatan Baek Ha Na/Jung Kyung Eun 17-21, 21-17, 21-15.

Hafiz/Gloria yang Gagal Manfaatkan Momentum

Sementara itu, di ganda campuran Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja bisa dibilang gagal memanfaatkan momentum untuk meraih gelar. Wakil Indonesia itu harus menyerah rubber set 16-21, 21-13, 16-21 dari pasangan Inggris Marcus Ellis/Lauren Smith.

Thailand Master ini harusnya bisa menjadi momentum Hafiz/Gloria merebut gelar karena sang raja dan ratu ganda campuran dunia Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong absen. Sayangnya, momen final malah dikandaskan oleh pasangan Inggris tersebut.

Selain Hafiz/Gloria, Indonesia memiliki tiga wakil lainnya di ganda campuran Thailand Master. Ketiga pasangan itu adalah Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas, Dejan Ferdinansyah/Serena Kani, dan Adnan Maulana/Mychelle Crhystine.

Rinov/Pitha langsung kandas di babak pertama dari pasangan Denmark yang bermain sejak babak kualifikasi Niclas Nohr/Sara Thygesen.

Dejan/Serena sempat melaju ke babak kedua setelah mengandaskan pasangan Rusia Evgenij Dremin/Evgenia Dimova 21-18, 21-19. Sayangnya, mereka dikandaskan pasangan Malaysia unggulan ke-8 Tan Kian Meng/Lai Pei Jing dua set langsung 15-21, 13-21.

Adnan/Mychelle lebih gemilang lagi, mereka mampu melaju hingga babak perempat final. Pada babak pertama mereka mengalahkan pasangan Belanda Robin Tabeling/Selena Piek 21-17, 21-15.

Lalu, di babak kedua mereka kalahkan pasangan China Feng Yan Zhe/Zhang Shu Xian lewat rubber set 22-20, 19-21, 21-13. Di perempat final, mereka dikandaskan oleh rekan senegaranya Hafiz/Gloria lewat dua set langsung 19-21, 18-21.

Dengan begini, Indonesia kembali pulang tanpa gelar setelah Hafiz/Gloria kandas. Ini adalah kejadian kedua setelah Indonesia pulang tanpa gelar dari Malaysia Master 2020 pada awal tahun ini.

The post Thailand Master 2020, Leo/Daniel Belum Bertaji dan Hafiz/Gloria Gagal Juara appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/thailand-master-2020-leo-daniel-belum-bertaji-hafiz-gloria-gagal-juara/feed/ 0
Indonesia Master 2020, Pesta Gelar Pasukan Tuan Rumah https://suryarianto.id/indonesia-master-2020-pesta-gelar-pasukan-tuan-rumah/ https://suryarianto.id/indonesia-master-2020-pesta-gelar-pasukan-tuan-rumah/#respond Sun, 19 Jan 2020 13:45:00 +0000 https://suryarianto.id/?p=813 Indonesia Master 2020 menjadi ajang pesta gelar bagi pasukan tuan rumah. Indonesia mampu menggondol tiga gelar setelah sempat puasa pada turnamen pembuka awal tahun Malaysia Master 2020. Gelar pertama sudah dipastikan dari sektor ganda putra setelah tercipta All Indonesian Final antara Kevin Sanjaya/Marcus Gideon dengan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan. Minions, julukan Kevin/Marcus, berhasil mempertahankan gelar Indonesia […]

The post Indonesia Master 2020, Pesta Gelar Pasukan Tuan Rumah appeared first on SuryaRianto.

]]>
Indonesia Master 2020 menjadi ajang pesta gelar bagi pasukan tuan rumah. Indonesia mampu menggondol tiga gelar setelah sempat puasa pada turnamen pembuka awal tahun Malaysia Master 2020.

Gelar pertama sudah dipastikan dari sektor ganda putra setelah tercipta All Indonesian Final antara Kevin Sanjaya/Marcus Gideon dengan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan. Minions, julukan Kevin/Marcus, berhasil mempertahankan gelar Indonesia Master sejak tahun lalu setelah mengalahkan The Daddies, julukan Ahsan/Hendra.

Minions menang atas The Daddies lewat dua set langsung 21-15, 21-16 selama 32 menit. Ini pun kian mengokohkan dua ganda putra Indonesia itu di puncak klasemen peringkat dunia.

Gelar kedua diraih oleh Greysia Polii/Apriyani Rahayu setelah mati-matian melawan pasangan Denmark Maiken Fruergaard/Sara Thygesen. Greysia/Apri menang lewat rubber set 18-21, 21-11, 23-21 selama 1 jam 20 menit.

Lalu, gelar ketiga sangat spesial karena datang dari Anthony Sinisuka Ginting yang akhirnya mengakhiri puasa gelar selama 16 bulan. Ginting menang atas wakil Denmark si Istora Boy, Anders Antonsen.

Ginting menang lewat rubber set 17-21, 21-15, 21-9 selama 1 jam 11 menit.

Indonesia Master 2020, Ganda Campuran China Kokoh, Denmark Siap Bangkit

Jika Indonesia sangat kokoh di sektor ganda putra setelah menempatkan tiga wakilnya di 5 besar dunia, maka China adalah sang raja ganda campuran.

Dua pasang ganda campuran China mencatatkan All China Final sebanyak dua kali berturut-turut sepanjang tahun ini. Kedua pasangan itu adalah Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong dan Wang Yi Lyu/Huang Dong Ping.

BACA JUGA: Anders Antonsen si Istora Boy yang Selalu Ke Final

Kedua pasangan itu pun kokoh di peringkat ke-1 dan 2 dunia saat ini, sedangkan Indonesia hanya menempatkan satu wakil di 5 besar ganda campuran dunia, yakni Praveen Jordan/Melati Daeva.

Sayangnya, peforma Praveen/Melati bisa dibilang masih cukup labil. Setelah meraih gelar beruntun di Denmark dan Prancis Open, pasangan ini masih belum mampu pecah telor lagi.

Selain itu, Denmark mulai memberikan sinyal kebangkitan di sektor ganda putri. Pencapaian Maiken/Sara hingga ke final menjadi sebuah kejutan.

Kini, Maiken/Sara adalah penghuni peringkat ke-30 dunia, tetapi dia mampu mengandaskan lawan-lawan yang punya peringkat lebih tinggi sepanjang Indonesia Master 2020.

Sepanjang gelaran Indonesia Master, lawan pasangan Denmark ini bisa dibilang cukup sulit. Di babak pertama, mereka langsung bertemu dengan pasangan Inggris peringkat 21 dunia Chloe Birch/Lauren Smith.

Pasangan Denmark itu mampu menang cepat 21-14, 21-14 dalam 37 menit.

Tantangan berat datang di babak kedua. Mereka harus berhadapan dengan wakil Jepang peringkat 3 dunia Yuki Fukushima/Sayaka Hirota. Secara mengejutkan, mereka mengalahkan pasangan Jepang itu lewat rubber set 18-21, 23-21, 21-10 selama 1 jam 11 menit.

Di perempat final, lawan yang dihadapin pun bukan pemain kacangan. Pasangan Denmark ini berhadapan dengan wakil Thailand peringkat 19 dunia Puttitta Supajirakul/Sapsiree Taerattanachai dua set langsung 21-15, 22-20 selama 50 menit.

Lanjut ke semi final, mereka kembali menghadapi lawan berat asal Jepang, yakni Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi yang kini bertengger di peringkat ke-5 dunia.

Hasilnya, mereka menang dua set langsung 22-20, 22-20 selama 57 menit. Sayangnya, mereka kandas di final oleh wakil tuan rumah Greysia/Apri.

Namun, mungkin saja hingga akhir tahun pasangan ini bisa merangsek ke peringkat 10 besar dunia.

Catatan untuk Indonesia

Pekerjaan rumah terbesar Indonesia masih mengurus bangkitnya tunggal putri. Sampai saat ini, tunggal putri Indonesia seperti kewalahan untuk bisa lolos hingga babak perempatfinal atau semifinal.

Di Indonesia Master, Indonesia menurunkan tiga wakil tunggal putri, yakni Fitriani, Gregoria Mariska, dan Ruselli Hartawan. Sayangnya, ketiga wakil itu langsung tamat di babak pertama.

Gregoria harus kandas oleh pemain Jepang Akane Yamaguchi lewat rubber set 21-12, 15-21, 22-24. Ruselli kalah dari pemain Kanada Michelle Li dua set langsung 14-21,15-21, dan Fitriani kalah dari Han Yue dua set langsung 6-21, 17-21.

Polesan Rionny Mainaky yang menduduki jabatan pelatih tunggal putri sejak tahun lalu tampaknya belum memberikan hasil yang memuaskan.

Pemain tunggal putri Indonesia pun masih tercecer di bawah peringkat 20 dunia. Gregoria menjadi tunggal putri dengan peringkat tertinggi, yakni 24 dunia.

Fitriani menyusul di peringkat ke-32, sedangkan Ruselli diperingkat ke-35. Susi Susanti pernah mengeluhkan susah mencari pemain tunggal putri yang tangguh, artinya ketiga pemain saat ini bisa dibilang kurang tangguh.

Namun, di tahun ini, PBSI menyematkan satu pemain tunggal putri muda di tim senior, yakni Putri Kusuma Wardhani.

Pemain berusia 17 tahun itu kini berada di peringkat ke-275 dunia. Memang, karir di kancah seniornya belum teruji, tetapi Putri bisa menjadi jawaban untuk Indonesia yang sulit mencari pemain tunggal putri yang tangguh.

Sayangnya, sepanjang tahun ini Putri belum menyicipi turnamen apapun. Dengan peringkat ke-275 dunia, peluangnya bermain di level tinggi pun agak sulit.

Regenerasi Ganda Campuran

Permasalahan Indonesia lainnya ada di sektor ganda campuran. Selepas pensiunnya Liliyana Natsir, Indonesia belum bisa berbicara lebih di sektor ini.

Indonesia memiliki tiga pemain existing yang diandalkan, yakni Hafiz Faizal/Gloria E. Widjaja, Praveen/Melati, dan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari. Sayangnya, prestasi ketiga pasangan itu belum terlalu menonjol.

Praveen/Melati yang sangat diharapkan bisa menjadi andalan Indonesia kerap bermain buruk. Hafiz/Gloria pun juga kerap kesulitan melawan pemain 10 besar.

Di sisi lain, Rinov/Pitha sebagai pemain muda juga belum mampu mencolok dengan meraih gelar prestisius.

Di Indonesia Master 2020 saja, dua dari tiga pasangan itu langsung kandas di babak pertama.

Hafiz/Gloria langsung dibantai oleh Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong 14-21, 13-21, sedangkan Rinov/Pitha dikandaskan Lee Jhe-Huei/Hsu Ya Ching 15-21, 13-21.

Praveen/Melati sempat memberikan harapan setelah mampu tembus hingga perempat final. Sayangnya, di babak itu, andalan Indonesia ini malah kandas di tangan pasangan Prancis peringkat ke-21 dunia Thom Gicquel/Delphine Delrue 19-21, 21-14, 18-21.

Tontowi Ahmad/Apriyani Rahayu

Di sisi lain, Indonesia memiliki harapan baru di ganda campuran setelah PBSI memutuskan untuk membiarkan Apriyani bermain rangkap di ganda campuran. Dia dipasangkan dengan Tontowi Ahmad, eks pasangan Butet, julukan Liliyana.

Sebelumnya, Tontowi dipasangkan dengan Winny Kandow, tetapi peformanya tidak menunjukkan peningkatkan signifikan.

Pasangan Owi, sapaan Tontowi, dengan Apriyani diharapkan bisa seganas pasangan Nova Widianto yang kala itu dipasangkan dengan Butet muda.

Indonesia Master 2020 pun menjadi turnamen debut pasangan tersebut. Bermain sejak babak kualifikasi, Owi/Apri harus berhadapan dengan pemain Korea Selatan unggulan ketujuh Seo Seung Jae/Chae Yujung.

Beruntungnya, Owi/Apri menang mudah 6-1 setelah pasangan Korea Selatan itu retired.

Di babak kedua, Owi/Apri berhadapan dengan pasangan suami istri asal Inggris Chris/Gabrielle Adcock. Nah, di sini Owi/Apri kalah dua set langsung 9-21, 12-21.

Apakah pasangan Owi/Apri bisa memberikan kejutan ke depannya? kita tunggu saja ya, yang pasti Rinov/Pitha tetap menjadi masa depan Indonesia.

The post Indonesia Master 2020, Pesta Gelar Pasukan Tuan Rumah appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/indonesia-master-2020-pesta-gelar-pasukan-tuan-rumah/feed/ 0
Anders Antonsen dan Magisnya di Istora Senayan https://suryarianto.id/anders-antonsen-dan-magisnya-di-istora-senayan/ https://suryarianto.id/anders-antonsen-dan-magisnya-di-istora-senayan/#respond Sat, 18 Jan 2020 15:46:52 +0000 https://suryarianto.id/?p=810 Anders Antonsen mencetak hattrick tiga kali berturut-turut melaju ke final di Istora Senayan. Bahkan, Istora bisa jadi salah satu pemantik lonjakan karir tunggal asal Denmark tersebut. Masih ingat dibenak saya, Antonsen sebagai pemain antah berantah yang membantai Jonatan Christie di semifinal Indonesia Master 2019. Padahal, Antonsen adalah pemain peringkat 18 dunia, sedangkan Jojo, sapaan Jonatan, […]

The post Anders Antonsen dan Magisnya di Istora Senayan appeared first on SuryaRianto.

]]>
Anders Antonsen mencetak hattrick tiga kali berturut-turut melaju ke final di Istora Senayan. Bahkan, Istora bisa jadi salah satu pemantik lonjakan karir tunggal asal Denmark tersebut.

Masih ingat dibenak saya, Antonsen sebagai pemain antah berantah yang membantai Jonatan Christie di semifinal Indonesia Master 2019. Padahal, Antonsen adalah pemain peringkat 18 dunia, sedangkan Jojo, sapaan Jonatan, sudah berada di 10 besar dunia.

BACA JUGA: Carolina Marin, Ketajaman Pukulan Eks Ratu badminton

Melaju ke final Indonesia Master 2019, Antonsen harus berhadapan dengan sang raja bulu tangkis di sektor tunggal putra asal Jepang Kento Momota. Bukannya kicut, Antonsen malah menggila dan melibas Momota.

Suara penonton yang awalnya mendukung Momota pun beralih menjadi berteriak nama Antonsen hingga pertandingan berakhir. Setelah menjadi juara, Antonsen memberikan terima kasih kepada para penonton di Istora atas dukungannya.

Namun, Final Indonesia Master 2020 bisa jadi berbeda bagi Antonsen. Kini, dia tidak akan mendapatkan dukungan dari penonton di Istora.

PODCAST: Hasil Indonesia di Malaysia Master 2020 yang Mengecewakan

Pasalnya, lawan yang dihadapi adalah wakil tuan rumah Anthony Sinisuka Ginting. Apalagi, pemain tunggal putra peringkat 3 dunia itu kini tertinggal 0-2 secara head to head dari Ginting.

Terakhir, kedua pemain bertemu di China Open 2019. Kala itu, Ginting menang lewat rubber set 18-21, 21-5, 21-14.

Sebelumnya, Ginting membantai Antonsen di Malaysia Master 2018 lewat dua set langsung 21-14, 21-14.

Ginting pun tak boleh lengah dari Antonsen, meski pasti dapat dukungan penuh dari penonton di Istora. Soalnya, dari segi peringkat, Antonsen jauh lebih tinggi ketimbang Ginting yang bertengger di peringkat 7 dunia.

Belum lagi, magis Antonsen di Istora mungkin bisa melebihi Ginting. Soalnya, Ginting pun belum pernah menyicipi final di BWF Tour Series yang diadakan di Istora Senayan.

Anders Antonsen di Istora, Magis Keberuntungan atau Kemampuan

Antonsen yang berperingkat 18 dunia pada awal 2019 mampu menjuarai Indonesia Master dengan lawan yang relatif tidak begitu kuat, kecuali Momota.

Di babak pertama, Antonsen menghadapi tunggal senior Korea Selatan yang kini dibekap cedera panjang Son Wan Ho. Anders Antonsen menang rubber set dari Son 21-17, 6-21, 21-15.

Lalu, di babak kedua, Antonsen menghadapi Shesar Hiren Rhustavito dan unggul dua set langsung 21-11, 21-9. Selanjutnya, di perempat final dia menghadapi suksesor Lee Chong Wei asal Malaysia, Lee Zii Jia, lewat dua set langsung 21-13, 21-13.

Jonatan Christie mungkin menjadi lawan terberat Antonsen setelah Son Wan Ho di turnamen itu. Namun, Jojo dikalahkan dua set langsung 18-21, 16-21.

Nah, di Final, tunggal Denmark itu langsung bertemu dengan raja bulu tangkis tunggal putra Kento Momota. Antonsen secara mengejutkan berhasil menang lewat rubber set 21-16, 14-21, 21-16 dalam 1 jam 19 menit.

Setelah Indonesia Master 2019, Antonsen sempat melaju ke final di Spanyol Master Super 300. Sayangnya, dia kandas di final oleh rekan senegaranya Viktor Axelsen 14-21, 11-21.

Peforma Antonsen pun bisa dibilang enggak bagus-bagus amat setelah Indonesia dan Spanyol Master.

Antonsen mencatatkan kekalahan di babak pertama All England dari Shi Yu Qi 17-21, 16-21. Lalu, Antonsen lagi-lagi dijegal Shi Yu Qi di Malaysia Open 2019 lewat dua set langsung 18-21, 19-21.

Di Singapura Open, taji Antonsen seolah-olah hilang setelah kandas di babak awal oleh Chen Long 14-21-18-21.

Menggila di Istora Lagi

Di tengah peforma Antonsen yang bisa dibilang angin-anginan. Sang pemain justru menggila di Istora dengan turnamen yang berbeda, yakni Indonesia Open Super 1000.

Namun, kemenangan Antonsen yang diraih di Indonesia Open sebenarnya berbau keberuntungan juga.

Di babak pertama, Antonsen berhadapan dengan tunggal Thailand Sitthikom Thammasin. Tanpa kesulitan, Antonsen menang dua set langsung 21-16, 21-15.

Nah, keberuntungan muncul di babak kedua. Menghadapi Shi Yu Qi dengan bayang-bayang kekalahan di turnamen sebelumnya, Antonsen justru mampu melaju ke babak selanjutnya.

Sayangnya, hal itu diperoleh setelah Shi Yu Qi terpaksa retired dari pertandingan karena cedera dengan skor 7-6 untuk Antonsen.

Bonus lolos ke perempat final, Antonsen menghadapi Lee Zii Jia yang bisa dikandaskannya dua set langsung 21-16, 21-11.

Di babak semifinal, Antonsen berhadapan dengan Wong Wing Ki Vincent dan menang tanpa kesulitan 21-17, 21-10.

Tantangan terberat Antonsen baru muncul di babak final, dia harus berhadapan dengan pemain senior Taiwan Chou Tien Chen.

Antonsen sempat keteteran menghadapi Chou di set pertama, dia pun kalah 18-21. Namun, dengan headbandnya demi menghalau keringat yang menganggu pandangannya, Antonsen menggila di set kedua dan unggul 26-24.

Pertandingan yang menghabiskan 1 jam 31 menit itu pun berakhir dengan kemenangan Chou 15-21 di set ketiga. Di akhir pertandingan, kedua pemain rebahan di lapangan karena merasa lelah dengan pertandingan tersebut.

Meskipun kalah di final, tetapi Antonsen yang bukan siapa-siapa ini mampu menembus babak puncak turnamen level tertinggi di BWF Tour Series.

Antonsen di Luar Istora

Nah, selain gelar di Indonesia Master 2019, sebenarnya Anders Antonsen tidak meraih gelar apa-apa lagi. Namun, pencapaiannya di beberapa turnamen besar seperti Indonesia Open dan Kejuaraan Dunia cukup membantu kenaikan peringkatnya.

Sayangnya, di luar Istora penampilan Antonsen memang kurang garang. Di Jepang Open 2019 yang digelar setelah Indonesia Open 2019, Antonsen kandas di perempat final dari Jonatan Christie dua set langsung 12-21, 14-21.

Antonsen sempat memberikan kejutan di kejuaraan dunia setelah melaju ke final. Apalagi, di babak perempat final dan semifinal dia mengalahkan pemain senior China Chen Long dan Thailand Kantaphon Wangcharoen.

Unggul dari Chen Long dua set langsung 22-20, 21-10 dan Wangcharoen 21-15, 21-10 seolah membuat Antonsen kehabisan bensin di babak final. Antonsen dibantai Kento Momota di babak final 9-21, 3-21 dalam waktu 39 menit. Jelas hasil yang berbeda seperti saat Indonesia Master sebelumnya.

Setelah itu, Antonsen juga kandas di semifinal China Open Super 1000 dari Anthony Ginting 21-18, 5-21, 14-21. Di Korea Open 500, Antonsen malah kandas dari tunggal Taiwan Wang Tzu Wei 15-21, 6-21.

Di kandang sendiri alias Denmark Open Super 750, Antonsen kandas di perempat final oleh seniornya Viktor Axelsen 22-24, 12-21. Di Prancis Open, Jojo justru bisa menang dari Antonsen di babak perempat final dengan skor 17-21, 21-19, 21-16.

Di China Open Super 750, Antonsen lagi-lagi tidak bisa bicara banyak saat berhadapan dengan Chou Tien Chen setelah kalah 10-21, 12-21. Sebuah penampilan yang berbeda ketika bertemu di Istora di final Indonesia Open 2019.

Terakhir, di Hong Kong Open, Antonsen juga dijegal oleh Jojo di babak perempat final 15-21, 13-21. Lalu, di BWF Tour Final, Antonsen gagal ke babak gugur setelah kalah dua kali dari Jojo dan Momota.

Magis Antonsen di Istora masih Ada

Magis Antonsen di Istora kemungkinan besar masih ada. Hal itu bisa diyakinkan dengan peformanya sepanjang awal tahun ini.

Di Malaysia Master 2020, turnamen BWF Tour Series pertama, Antonsen langsung kandas di babak awal dari Lee Zii Jia 21-14, 15-21, 8-21.

Nah, di Indonesia Master 2020, Antonsen malah menggila hingga bisa melaju ke final. Lagi-lagi entah ada keberuntungan atau apa, Antonsen bisa melaju dengan mulus ke final.

Bertemu dengan tunggal Korea Selatan yang baru bangkit dari cedera panjang Son Wan Ho, Antonsen unggul dua set langsung 21-10, 21-18 di babak pertama.

Di babak kedua, Antonsen berhadapan dengan tunggal Jepang yang wajahnya mirip Taufik Hidayat, Kenta Nishimoto. Antonsen mampu menang lewat rubber set 23-21, 4-21, 21-13.

Hampir kepleset saat menghadapi Nishimoto, Antonsen pun harus kerja ekstra keras menghadapi wakil tuan rumah Jonatan Christie.

Namun, Antonsen berhasil melewati hadangan Jojo lewat rubber set 21-14, 10-21, 21-12. Kemudian, dia harus berhadapan dengan tunggal Hong Kong yang lagi naik daun Lee Cheuk Yiu.

Melawan Lee, Antonsen berhasil melaju setelah unggul dua set langsung 21-9, 21-14 dalam waktu 37 menit.

Apakah magis Anders Antonsen di Istora bisa membuatnya kandaskan wakil tuan rumah Ginting yang lagi peformanya lagi bak mesin sudah panas?

The post Anders Antonsen dan Magisnya di Istora Senayan appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/anders-antonsen-dan-magisnya-di-istora-senayan/feed/ 0
Carolina Marin, Ketajaman Pukulan Eks Ratu Badminton https://suryarianto.id/carolina-marin-ketajaman-pukulan-eks-ratu-badminton/ https://suryarianto.id/carolina-marin-ketajaman-pukulan-eks-ratu-badminton/#respond Sat, 18 Jan 2020 14:12:00 +0000 https://suryarianto.id/?p=807 Carolina Marin kembali mendapatkan magisnya di Istora Senayan setelah melaju ke babak final Indonesia Master 2020. Meskipun begitu, final Indonesia Master bisa jadi kenangan buruk bagi tunggal putri asal Spanyol itu karena turnamen serupa ini membuatnya cedera pada tahun lalu. Eks ratu tunggal putri dunia itu membuat kejutan setelah melaju ke final dan mengalahkan lawan-lawan […]

The post Carolina Marin, Ketajaman Pukulan Eks Ratu Badminton appeared first on SuryaRianto.

]]>
Carolina Marin kembali mendapatkan magisnya di Istora Senayan setelah melaju ke babak final Indonesia Master 2020. Meskipun begitu, final Indonesia Master bisa jadi kenangan buruk bagi tunggal putri asal Spanyol itu karena turnamen serupa ini membuatnya cedera pada tahun lalu.

Eks ratu tunggal putri dunia itu membuat kejutan setelah melaju ke final dan mengalahkan lawan-lawan tangguhnya. Marin bisa dibilang ratu bulu tangkis dunia karena pernah bertengger di peringkat satu dunia pada periode 2015-2016.

BACA JUGA: Malaysia Master 2020, Hasil Buruk Indonesia di Awal Tahun

Di babak pertama, Marin sudah dipertemukan dengan Nitchaon Jindapol, tunggal putri asal Thailand, yang kini bertengger di peringkat ke-22 dunia.

Jindapol mungkin bukan masalah serius bagi Marin, dia mengalahkan tunggal Thailand itu lewat dua set langsung 21-13, 21-15 dalam 35 menit.

Masalah bagi Carolina Marin baru muncul ketika di babak kedua. Dia harus berhadapan dengan tunggal putri peringkat 4 dunia asal Jepang Nozomi Okuhara.

PODCAST: Hasil Malaysia Master 2020 yang Mengecewakan

Dengan keunggulan head to head 8-7 (sebelum Indonesia Master 2020), Marin berhasil menambah jarak head to head dengan tunggal Jepang itu setelah unggul dua set langsung 21-13, 21-15.

Memasuki perempat final, Marin yang kini berusia 26 tahun harus berhadapan dengan wonderkid asal Korea Selatan yang menghuni peringkat 9 dunia, An Se Young.

Pertemuan dengan An Se Young di Istora ini menjadi yang ketiga bagi kedua pemain. Dengan head to head 1-1, Marin berhasil menambah pundi-pundi head to headnya menjadi 2-1 setelah mengalahkan An Se Young.

Marin kalahkah wonderkid Korea Selatan itu lewat dua set langsung 21-17, 21-6.

Memasuki semifinal, Marin harus melawan pemain China peringkat 7 dunia He Bing Jiao. Dengan pengalaman head to head 5-1, He Bing Jiao memang bukan ancaman berarti bagi Marin.

Pemain Spanyol itu menang dua set langsung 21-11, 21-19 atas He Bing Jiao. Kini, Marin akan berhadapan dengan Ratchanok Intanon di babak final Indonesia Master 2020.

Peluang Carolina Marin Meraih Gelar Indonesia Master

Lawan Carolina Marin di Final Indonesia Master 2020 bisa dibilang berbeda dengan lawan-lawannya di babak sebelumnya. Marin bisa dibilang selalu unggul head to head dengan lawan-lawan sebelumnya.

Nah, kali ini Marin harus berhadapan dengan seteru abadinya Ratchanok Intanon. Sejauh ini, tunggal asal Thailand itu masih unggul head to head atas Marin dengan skor 6-4, meski Marin memenangkan pertandingan melawan Intanon di pertemuan terakhirnya.

Kala itu, Marin bertemu dengan Intanon di Prancis Open dan menang lewat rubber set 21-18, 17-21, 21-14.

Namun, jangan lupa, di awal 2019, yakni Malaysia Master, Marin dibantai tak berdaya oleh Intanon dua set langsung 9-21, 20-22.

Apalagi, dari segi peringkat Intanon lebih unggul yang saat ini bertengger di 5 dunia, sedangkan Marin terlempar di peringkat ke-10.

Di sisi lain, Marin tengah punya ambisi besar untuk mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya agar bisa ke Tokyo. Sebelumnya, Marin sempat rehat panjang sekitar 8 bulan akibat cedera yang diterimanya di Istora saat Indonesia Master 2019.

Peluang Marin untuk bisa ke Tokyo pun terbuka lebar. Saat ini, pemain Spanyol itu berada di peringkat ke-10 race to Tokyo.

Kebangkitan Marin Pasca Cedera Panjang

Setelah mengalami cedera panjang di Final Indonesia Master 2019. Carolina Marin harus rehat panjang.

Dia sampai harus melewatkan kejuaraan dunia. Tercatat, dia baru kembali ke lapangan pada 10 September 2019. Kala itu, dia bermain di Vietnam Open level 100 BWF Tour Series.

Hasilnya, debut Marin pasca cedera langsung kalah di babak pertama oleh tunggal Thailand Supanida Katethong.

Namun, Carolina Marin tidak perlu waktu lama untuk bisa meraih gelar. 22 September 2019, dia meraih gelar prestisius di China Open level 1000 alias level tertinggi di BWF Tour Series.

Marin mengalahkan sang ratu tunggal putri saat itu, Tai Tzu Ying, lewat pertarungan panjang tiga set 14-21, 21-17, 21-18 dalam 1 jam 5 menit.

Ambisi Marin mengejar ketertinggalan poin Olimpiade sangat besar. Dia mampu melaju hingga babak semifinal di Denmark Open 2019.

Sayangnya, tunggal Jepang Nozomi Okuhara menjegal langkahnya di Denmark lewat rubber set 18-21, 21-12, 21-16.

Kekalahan di Denmark Open tak membuat Marin merudung sedih. Dia justru bangkit hingga membantai lawan-lawan berat di Prancis Terbuka.

Saat itu, dia membantai Cai Yan Yan asal China, Nozomi, Ratchanok, sampai Tai Tzu Ying. Sayangnya, dia malah kandas oleh wonderkid Korea Selatan An Se Young di babak final.

Marin kalah dari pemain muda itu lewat rubber set 21-16, 18-21, 5-21 dalam pertandingan selam 1 jam 9 menit.

Setelah Prancis Open 2019, Marin seperti kehabisan bensin. Dia kandas di babak pertama China Open Super 750 dari tangan Tai Tzu Ying dan mundur dari Korea Master 2019.

Meskipun begitu, Marin malah menggila di dua turnamen penutup 2019. Marin menjadi juara di Syed Modi International Badminton Super 300 setelah mengalahkan tunggal Thailand Phittayaporn Chaiwan dua set langsung 21-12, 21-16.

Lalu, Marin yang enggak lolos ke BWF Tour Final pun menjajal Italian International Challenge dan menjadi kampiun setelah melibas tunggal India Rituparna Das 21-19, 21-14.

Aroma Semangat Awal 2020

Mengawali 2020, Carolina Marin bisa dibilang mengawali dengan manis setelah mampu tembus semifinal Malaysia Master 2020.

Lawan-lawan Marin di Malaysia Master bisa dibilang bukan ecek-ecek. Bayangkan, di babak pertama sudah bertemu dengan Akane Yamaguchi.

Marin menggila setelah mengalahkan pemain ulet Jepang itu dua set langsung 21-4, 24-22.

Di babak kedua, Marin bertemu dengan Cai Yan Yan dan unggul 21-16. 1-18. Kemudian, Marin juga bertemu dengan tunggal senior India Saina Nehwal dan menang 21-8, 21-7.

Sayangnya, Marin gagal mengandaskan ratu tunggal putri saat ini, yakni Chen Yu Fei setelah kalah dua set langsung 15-21, 14-21.

Setelah Malaysia Master dan Indonesia Master, Marin dijadwalkan mengikuti Thailand Master 2020 yang digelar pada 21-26 Januari 2020.

Di babak pertama, Marin bertemu dengan tunggal Korea Selatan Kim Ga Eun. Melawan Kim, Marin mencatat head to head 2-0 dengan pertemuan terakhir di Syed Modi International.

Kala itu, Marin unggul 2 set langsung 22-20, 21-16. Apakah Marin bisa lolos ke Tokyo dan menggigit emas di Negeri Dragon Ball itu, kita saksikan saja semangat eks ratu bulu tangkis dunia di sektor tunggal putri ini ya.

The post Carolina Marin, Ketajaman Pukulan Eks Ratu Badminton appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/carolina-marin-ketajaman-pukulan-eks-ratu-badminton/feed/ 0
Malaysia Master 2020, Hasil Buruk Indonesia di Awal Tahun https://suryarianto.id/malaysia-master-2020-hasil-buruk-indonesia-di-awal-tahun/ https://suryarianto.id/malaysia-master-2020-hasil-buruk-indonesia-di-awal-tahun/#respond Sat, 11 Jan 2020 14:07:00 +0000 https://suryarianto.id/?p=794 Malaysia Master 2020 menjadi awal yang buruk bagi Indonesia setelah tidak memiliki wakil di babak final. Hasil ini mengulang momentum pada Malaysia Master 2015 di mana tidak ada wakil Indonesia yang menjadi kampiun di turnamen level 500 tersebut. Indonesia memiliki empat wakil di semifinal Malaysia Master 2020, yakni Greysia Polii/Apriyani Rahayu, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, Fajar […]

The post Malaysia Master 2020, Hasil Buruk Indonesia di Awal Tahun appeared first on SuryaRianto.

]]>
Malaysia Master 2020 menjadi awal yang buruk bagi Indonesia setelah tidak memiliki wakil di babak final. Hasil ini mengulang momentum pada Malaysia Master 2015 di mana tidak ada wakil Indonesia yang menjadi kampiun di turnamen level 500 tersebut.

Indonesia memiliki empat wakil di semifinal Malaysia Master 2020, yakni Greysia Polii/Apriyani Rahayu, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, Fajar Alfian/Rian Ardianto, dan Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja. Sayangnya, keempat wakil itu kandas di semifinal oleh lawan-lawannya.

BACA JUGA: Lee Cheuk You yang Ingin Temani Ng Ka Long Anngus ke Olimpiade

Greysia/Apriyani harus kalah dari ganda China peringkat 10 dunia Li Wen Mei/Zheng Yu lewat rubber set 19-21, 21-18, 19-21 selama 1 jam 25 menit.

Lalu, ganda campuran Indonesia Hafiz/Gloria juga kandas oleh wakil China peringkat 1 dunia Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong dua set langsung 21-13, 21-12 dalam 28 menit.

The Daddies, Ahsan/Hendra juga gagal mengandaskan pasangan China Li Jun Hui/Liu Yu Chen setelah bermain rubber 20-22, 21-19, 22-24 selama 1 jam.

Harapan terakhir Indonesia, Fajar/Rian juga kandas dari pasangan Korea Selatan Kim Gi Jung/Lee Yong Dae lewat rubber set 21-14, 19-21, 15-21.

Daftar Pemain Indonesia yang Gagal Total di Malaysia Master 2020

Sektor tunggal putra Indonesia memiliki empat wakil di Malaysia Master 2020. Namun, dari empat wakil itu tidak ada yang mampu lolos hingga semifinal.

Malah, 3 dari 4 wakil Indonesia langsung tumbang di babak pertama.

Anthony Sinisuka Ginting unggulan ke-8 harus kalah dari pemain China Huang Yu Xiang yang berada di peringkat ke-27 dunia dua set langsung 16-21, 20-22.

Pemain senior Indonesia Tommy Sugiarto juga tak berdaya menghadapi tunggal Denmark Viktor Axelsen dengan kalah dua set langsung 13-21, 8-21.

Lalu, Shesar Hiren Rhustavito juga tidak berdaya lawan tunggal Hong Kong Lee Cheuk Yiu dua set langsung 18-21, 16-21.

Hanya Jonatan Christie yang mampu tembus perempat final. Namun, langkah Jojo harus terhenti di tangan tunggal Hong Kong Ng Ka Long Angus 21-15, 12-21, 18-21.

Tunggal Putri yang masih Lunglai

Tiga wakil Indonesia di tunggal putri pun tidak mampu bicara lebih di Malaysia Master 2020. Dua dari tiga wakil juga harus kalah di babak pertama.

Fitriani harus mengakui keunggulan tunggal China peringkat ke-23 dunia Cai Yan Yan dua set langsung 10-21, 12-21. Gregoria Mariska pun masih belum bisa pecah telor melawan tunggal Thailand Ratchanok Intanon setelah kalah rubber set 24-22, 19-21, 15-21.

Ruselli Hartawan yang melaju sejak babak kualifikasi lebih beruntung. Ruselli mampu melaju hingga babak kedua, tetapi langkahnya dihadang oleh unggulan ke-7 He Bing Jiao. Ruselli kalah dua set langsung dari He Bing Jiao 13-21, 17-21.

Ganda Putra Ambyar

Setelah melihat drawing, ada harapan untuk lahirnya All Indonesian Final di Malaysia Master 2020. Namun, rencana itu kandas setelah dua wakil yang melaju ke semifinal Ahsan/Hendra dan Fajar/Rian harus kalah.

Indonesia memiliki empat wakil di Malaysia Master 2020, yakni Marcus Gideon/Kevin Sanjaya, Fajar/Rian, Wahyu Nayaka/Ade Yusuf, dan Ahsan Hendra.

Hanya Wahyu/Ade yang langsung gagal di babak pertama setelah dikandaskan unggulan ke-4 asal Jepang Takeshi Kamura/Keigo Sonoda dua set langsung 10-21, 19-21.

Lalu, Minions, julukan Kevin/Marcus harus kandas di babak perempat final dari rekan senegaranya Fajar/Rian lewat rubber set 19-21, 21-17, 21-23.

Adapun, kekalahan total ganda putra Indonesia di Malaysia Master 2020 membuat tidak bisa melanjutkan rekor juara selama empat tahun berturut-turut.

Ganda Putri masih Kentang

Indonesia hanya mengirimkan dua wakil di Malaysia Master 2020, yakni Greysia/Apriyani dan Siti Fadia/Ribka Sugiarto. Sayangnya, hanya Greysia/Apriyani yang mampu tembus hingga semifinal.

Siti/Ribka yang main sejak babak kualifikasi harus langsung kalah dari pasangan China Li Wen Mei/Zheng Yu lewat tiga set 14-21, 21-10, 21-19.

Di sisi lain, Indonesia memang tengah merestrukturisasi posisi ganda putri. Terutama, untuk mencari pelapis Greysia/Apriyani yang sepadan.

Ganda Campuran, Praveen/Melati yang Gagal Total

Indonesia diwakili oleh empat wakil ganda campuran, yakni Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas, Praveen Jordan/Melati Daeva, Hafiz/Gloria, dan Ricky Karanda/Pia Zebadiah.

Dua dari empat pasangan itu langsung kandas di babak pertama. Rinov/Pitha harus kalah dari pasangan Taiwan Lee Yang/Yang Ching Tun 18-21, 21-16, 18-21.

Lalu, Praveen/Melati secara mengejutkan kalah dari pasangan tuan rumah yang bermain sejak babak kualifikasi Man Wei Chong/Tan Pearly Koong Le 18-21, 13-21.

Di sisi lain, Ricky/Pia hanya melaju hingga babak kedua setelah dikandaskan unggulan kedua asal China Wanng Yi Lyu/Huang Dong Ping dua set langsung 13-21, 23-25.

Malaysia Master 2020, Catatan Hari ke-1

Hari pertama Malaysia Master 2020, BWF menyorot kepada dua pasang pemain, yakni Greysia/Apriyani dan pemain ganda putra Malaysia Ong Yew Sin/Teo Ee Yi.

Di babak pertama, Greysia/Apriyani akhirnya mampu menang setelah merebut dua match point pada set ketiga melawan pasangan Korea Selatan Jung Kyung Eun/Baek Ha Na. Pasangan Indonesia yang kini berada di peringkat ke-8 dunia itu menang 21-17, 20-22, 23-21.

Greysia mengatakan dia bersama pasangannya terus berupaya bangkit dari peformanya yang mengalami pasang surut sepanjang 2019.

“Kami ingin kembali ke peringkat tertinggi,” ujarnya seperti dikutip dari BWF.

Greysia/Apriyani pun ingin meningkatkan kepercayaan dirinya pada tahun ini.

“Lawan kami itu [Jung Kyung Eun/Baek Ha Na] memiliki beberapa gelar bagus pada tahun lalu. Kami senang bisa mengalahkannya dan bisa meningkatkan kepercayaan diri kami,” ujar Greysia.

Nah, dari Malaysia, ganda putra Ong Yew Sin/Teo Ee Yi mampu meraih kemenangan pertama setelah mengalahkan juara Thailand Open 2019 Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty lewat rubber set 21-15, 18-21, 21-15.

Setelah menang pada set pertama, Ong/Teo sempat kehilangan arah di set kedua setelah Rankireddy/Shetty melakukan inisiatif serangan.

Di set ketiga, Ong/Teo mengubah pola permain dengan membuat lawannya lebih banyak bergerak sehingga bisa meraih kemenangan. Ong/Teo adalah pemain profesional Malaysia alias tidak masuk dalam pelatnas BAM [Badminton Association of Malaysia].

Teo mengaku sangat senang mendengar dukungan dari para pendukungnya di Malaysia.

“Kami bersama mereka [pendukung] sehingga tidak merasa ada tekanan apapun,” ujarnya.

Laju Ong/Teo di Malaysia Master kali ini memang sempat mengejutkan setelah kalahkan unggulan ke-8 asal China Han Cheng Kai/Zhou Hao Dong 13-21, 18-21 di babak kedua.

Sayangnya, mereka harus kandas di babak perempat final dari pasangan Korea Selatan Kim Gi Jung/Lee Yong Dae 21-19, 15-21, 20-22.

Hari Ke-2, Kisah Indah untuk Wakil Tuan Rumah

Beberapa wakil tuan rumah memberikan kejutan setelah mengalahkan unggulan di babak pertama. Kedua wakil itu adalah Lee Zii Jia dan Chong Wei Man/Pearly Tan.

Lee akhirnya pecah telor melawan tunggal Denmark Anders Antonsen setelah menang lewat rubber set 14-21, 21-15, 21-8. Sebelumnya, dalam 3 pertemuan terakhir, Lee selalu kalah dari Antonsen.

Antonsen mengaku terkejut dengan apa yang terjadi di babak pertama Malaysia Master.

“Saya pikir Lee bermain lebih baik di set kedua. Lalu, saya tidak memiliki ritme karena ini turnamen pertama tahun ini. Semoga saya bisa lebih baik di Indonesia Master 2020,” ujarnya.

Pasangan junior Malaysia Chong/Pearly memberikan kejutan setelah mampu mengalahkan pemain ganda campuran 10 besar dunia Praveen/Melati.

Pearly mengaku kaget dengan hasil itu. Bahkan, mereka sempat gugup sebelum pertandingan dimulai.

“Namun, saat mulai bermain, perasaan gugup itu hilang. Saya pikir komunikasi memainkan peran penting dalam kemenangan ini. Mereka [Praveen/Melati] juga membuat beberapa kesalahan sendiri di depan net,” ujarnya.

Chong pun mengakui Malaysia Master ini adalah turnamen level 500 pertama mereka. “Pencapaian lolos dari babak pertama ini adalah salah satu hasil yang luar biasa,” ujarnya.

Sayangnya, laju Chong/Pearly harus kandas di babak kedua oleh wakil Indonesia lainnya, yakni Hafiz/Gloria lewat dua set langsung 12-21, 14-21.

Hari ke-3 Chen Qing Chen/ Jia Yifan dan Ratchanok Intanon Hancur Lebur

Pemegang gelar ratu ganda putri dunia Chen Qing Chen/Jia Yifan harus kandas di tangan pasangan Jepang peringkat ke-13 dunia Nami Matsuyama/Chiharu Shida dua set langsung 15-21, 12-21.

Jia mengatakan pertandingan kali ini adalah pertemuan pertama dengan pasangan Jepang tersebut. Dia pun membantah kalau tengah mengalami cedera paha sehingga harus kalah di babak pertama Malaysia Master.

“Mereka muda dan agresif, kami tidak terbiasa dengan gaya mereka. Kami masih cukup lelah setelah turnamen yang panjang sepanjang 2019 dan belum menemukan peforma apik lagi saat ini,” ujarnya.

Tak hanya Chen/Jia yang kandas dari pasangan muda. Ratchanok Intanon yang berstatus peringkat ke-5 dunia harus kandas dari pemain muda China Wang Zhi Yi lewat rubber set 21-19, 11-21, 20-22. Saat ini Wang Zhi Yi menduduki peringkat ke-21 dunia.

Wang mengaku sangat senang dengan kemenangan atas Ratchanok. Apalagi, Malaysia Master ini adalah turnamen level 500 pertamanya.

“Saya selalu berharap bisa bermain dengan pemain level tinggi. Tidak masalah jika saya menang atau kalah,” ujarnya.

Hari ke-4, Asa Lee Zii Jia yang Pupus di Tangan Momota

Sejak Lee Chong Wei memutuskan pensiun, Malaysia seolah harus puasa gelar. Namun, asa gelar di kandang sendiri mulai tampak setelah Lee Zii Jia mampu sampai semifinal Malaysia Master 2020.

Harapan pada tangan Lee mulai nampak setelah pemain Malaysia itu mampu mengalahkan unggulan ketujuh asal China Shi Yu Qi lewat rubber set 12-21, 21-16, 21-19. Hasil itu membuat Lee mencatatkan rekor semifinal pertamanya di Malaysia.

Namun, kemenangan Lee ditanggapi dingin dirinya sendiri.

Lee menilai Shi Yu Qi tidak dalam kondisi terbaiknya. Hal itu tampak dari setiap pergerakan yang diambil pemain China tersebut.

“Namun, dia tetap hebat hingga saya sulit memenangi set pertama. Untungnya, saya menemukan ritem kembali di set kedua dan ketiga, saya akan mencoba lebih baik dan tenang ke depannya,” ujarnya.

Sayangnya, mimpi Lee bisa juara pertama kalinya di kampung halaman harus dikandaskan oleh raja tunggal putra asal Jepang Kento Momota.

Lee harus kalah dua set langsung di babak semifinal oleh Momota 10-21, 19-21.

Hari Ke-5, Chen Yu Fei Menggila

Tunggal putri peringkat pertama dunia asal China Chen Yu Fei bakal menghadapi tunggal asal Taiwan Tai Tzu Ying. Final ini bisa jadi akan memperebutkan posisi peringkat satu dunia di awal tahun ini.

Jika Chen Yu Fei menang, dia siap mencatatkan empat gelar beruntun setelah mengandaskan Carolina Marin dua set langsung 21-15, 21-14 di semifinal.

Chen bisa mengandaskan momen kebangkitan Marin lewat permainan bertahan yang sangat kokoh.

Chen mengatakan dirinya justru merasa melakukan banyak kesalahan pada pertandingan semifinal tersebut. Namun, dia mencoba meredam kesalahan dan tidak memberikan poin dengan mudah kepada lawan.

“Saya hanya perlu melihat ke depan dan menganalisis apa yang terjadi hari ini. Saya pun akan mempersiapkan untuk turnamen minggu depan [Indonesia Master],” ujarnya.

Chen mengaku telah meningkatkan permainannya setelah melakukan beberapa latihan di China.

“Melihat hasil latihan bisa membawanya ke final, saya merasa senang. Namun, saya harus terus meningkatkan kemampuan, terutama untuk turnamen minggu depan,” ujarnya.

The post Malaysia Master 2020, Hasil Buruk Indonesia di Awal Tahun appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/malaysia-master-2020-hasil-buruk-indonesia-di-awal-tahun/feed/ 0
Lee Cheuk Yiu Ingin Temani Ng Ka Long Angus ke Tokyo? https://suryarianto.id/lee-cheuk-yiu-ingin-temani-ng-ka-long-angus-ke-tokyo/ https://suryarianto.id/lee-cheuk-yiu-ingin-temani-ng-ka-long-angus-ke-tokyo/#respond Thu, 09 Jan 2020 09:00:28 +0000 https://suryarianto.id/?p=787 Lee Cheuk Yiu menatap 2020 dengan penuh optimisme setelah memenangkan Hong Kong Open 2019. Apakah pemain asal Hong Kong itu bisa menemani Ng Ka Long Angus ke Tokyo pada tahun ini? Di tengah aksi demonstrasi besar-besaran di Hong Kong, Lee CHeuk Yiu dengan gaya kontroversi politik China memberikan kejutan. BACA JUGA: Kelompok 10 Besar di […]

The post Lee Cheuk Yiu Ingin Temani Ng Ka Long Angus ke Tokyo? appeared first on SuryaRianto.

]]>
Lee Cheuk Yiu menatap 2020 dengan penuh optimisme setelah memenangkan Hong Kong Open 2019. Apakah pemain asal Hong Kong itu bisa menemani Ng Ka Long Angus ke Tokyo pada tahun ini?

Di tengah aksi demonstrasi besar-besaran di Hong Kong, Lee CHeuk Yiu dengan gaya kontroversi politik China memberikan kejutan.

BACA JUGA: Kelompok 10 Besar di Bulu Tangkis Dunia Pada Akhir 2019

Pemain yang kini berada di peringkat ke-17 untuk race to Tokyo itu menenggelamkan lawan-lawan tangguhnya di Hong Kong 2019.

Lee secara mengejutkan tumbangkan tunggal China unggulan ketiga Shi Yu Qi dua set langsung 21-9. 26-24 pada babak kedua. Padahal, Shi Yu Qi yang baru saja bangkit dari cederanya tengah berupaya mengejar ketertinggalan poin menuju Tokyo.

Meleset keperempatfinal, Lee harus menghadapi pemain peringkat 10 besar lainnya, yakni Viktor Axelsen yang kala itu menjadi unggulan ketujuh.

Melawan tunggal Denmark itu, Lee mampu menang dua set langsung 21-14, 21-19. Entah roh apa yang merasuki hingga Lee bisa mengalahkan dua unggulan sekaligus.

Di semifinal, Lee berhadapan dengan tunggal India Srinkath Kidambi. Lee juga melumat tunggal India itu dua set langsung 21-9, 25-23.

Bertemu Anthony Ginting di babak final, Lee seolah tak gentar. Apalagi, dia bermain di kandang, meskipun Hong Kong tengah rusuh oleh para demonstran.

Secara dramatis dan kontroversial, Lee Cheuk Yiu menang dari Ginting lewat rubber set 16-21, 21-10, 22-20. Namun, kemenangan itu diwarnai keputusan wasit yang ambigu.

Saat skor 21-20 untuk Lee, Ginting melakukan netting dan shuttlecock sudah masuk ke area Lee sehingga harusnya skor untuk Ginting. Namun, wasit menilai raket Ginting mengenai net sehingga menjadi pelanggaran dan skor diberikan untuk Lee.

Akhirnya, Lee dinobatkan sebagai kampiun Hong Kong Open 2019 dengan hasil yang penuh kontroversi tersebut.

Lee Cheuk Yiu Menuju Tokyo?

Lee tidak dapat memungkiri kalau jadi kampiun di Hong Kong Open 2019 adalah momen terindahnya pada tahun lalu.

Harapan Lee untuk ke Tokyo pun terbuka lebar karena sudah mendekati peringkat ke-13 dunia untuk race to Tokyo. Jadi, hanya ada 13 pemain dengan poin tertinggi yang bisa ikut ke Olimpiade.

Saat ini, Lee hanya tertinggal 6.308 poin dari peringkat ke-13 yang disinggahi oleh Viktor Axelsen.

Apalagi, Lee memulai 2020 dengan indah setelah mengalahkan Shesar Hiren Rhustavito 21-18, 21-16 di Malaysia Master 2020. Artinya, Lee akan mendapatkan poin lebih banyak dibandingkan dengan Shesar yang kini berada di peringkat ke-14 dunia race to Tokyo.

Namun, Lee harus menghadapi unggulan ke-4 Chen Long di babak kedua Malaysia Master.

Lee mengatakan dirinya tidak lagi terbuai dengan keenangan dirinya di Hong Kong Open karena tahun ini menjadi sangat penting untuk dirinya.

“Peringkat saya masih belum cukup untuk bisa ikut Olimpiade, saya harus mengejar ketertinggalan,” ujarnya seperti dikutip dari BWF.

Dia pun akan berusaha menjadi lebih baik lagi pada tahun ini.

“Untuk latihan, saya tidak melakukan sesuatu yang spesial, tetapi saya harus menjaga kepercayaan diri saya pada setiap pertandingan. Itu sudah cukup,” ujarnya.

Lee mengatakan dirinya bakal mendapatkan tekanan dari pemain lain yang mulai fokus dengan gaya permainannya.

“Namun, saya akan berusaha melakukan terbaik untuk bisa mendapatkan poin di setiap pertandingan. Ini adalah awal 2020 dan saya masih sangat segar,” ujarnya.

The post Lee Cheuk Yiu Ingin Temani Ng Ka Long Angus ke Tokyo? appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/lee-cheuk-yiu-ingin-temani-ng-ka-long-angus-ke-tokyo/feed/ 0
Kelompok 10 Besar di Peta Bulu Tangkis Dunia https://suryarianto.id/kelompok-10-besar-di-peta-bulu-tangkis-dunia/ https://suryarianto.id/kelompok-10-besar-di-peta-bulu-tangkis-dunia/#respond Thu, 02 Jan 2020 10:42:33 +0000 https://suryarianto.id/?p=761 Peta bulu tangkis dunia mengalami beberapa perubahan sepanjang 2019. Beberapa pemain veteran menyingkir, ada juga yang apes karena cedera. Untuk posisi peringkat pertama, 3 dari 5 sektor masih belum bisa diotak-atik dalam jangka lebih dari satu tahun. Marcus Gideon/Kevin Sanjaya menjadi raja peringkat pertama paling lama dibandingkan dengan para raja dan ratu sektor lainnya. Minions, […]

The post Kelompok 10 Besar di Peta Bulu Tangkis Dunia appeared first on SuryaRianto.

]]>
Peta bulu tangkis dunia mengalami beberapa perubahan sepanjang 2019. Beberapa pemain veteran menyingkir, ada juga yang apes karena cedera.

Untuk posisi peringkat pertama, 3 dari 5 sektor masih belum bisa diotak-atik dalam jangka lebih dari satu tahun.

Marcus Gideon/Kevin Sanjaya menjadi raja peringkat pertama paling lama dibandingkan dengan para raja dan ratu sektor lainnya. Minions, julukan ganda putra Indonesia itu, menjadi peringkat pertama dunia sejak 28 September 2017 atau kurang lebih sekitar satu tahun.

BACA JUGA: Viktor Axelsen Kritik Kewajiban 12 Turnamen, Akankah BWF Luluh?

Lalu, pasangan ganda campuran China Zheng Siwei/Huang Yaqiong menjadi raja dan ratu terlama kedua setelah bertengger di peringkat pertama sejak 9 Agustus 2018.

Kento Momota menjadi yang ketiga setelah menduduki tahta peringkat satu dunia sejak 27 September 2018.

PODCAST: Benarkah Pusarla Sindhu Tak Punya Hati?

Sisanya, tunggal putri dan ganda putri baru saja berganti ratu. Chen Yu Fei, ratu tunggal putri dunia baru menjadi peringkat 1 dunia pada 17 Desember 2019.

Lalu, ganda putri China mampu mematahkan dominasi para samurai putri Jepang setelah mengambil alih tahta peringkat 1 dunia pada 19 November 2019.

Lalu, bagaimana sih perjalanan kelompok 10 besar dunia sepanjang 2019 kemarin?

Tunggal Putra

Pekan pertama 2019, komposisi 10 besar di tunggal putra secara urut peringkat antara lain, Kento Momota, Shi Yu Qi, Chou Tien Chen, Chen Long, Son Wan Ho, Viktor Axelsen, Anthony Ginting, Srinkath Kidambi, Tommy Sugiarto, dan Kenta Nishimoto.

peta bulu tangkis tungga putra

Dari kesepuluh nama itu, empat pemain sudah keluar dari kelompok 10 besar tunggal putra.

Son Wan Ho yang sempat menduduki peringkat 5 dunia harus masuk kamar operasi karena mengalami cedera di Liga Bulu Tangkis Nasional Korea Selatan pada 23 Maret 2019.

Kala itu, Son Wan Ho tengah menghadapi Lee Hyun-il dan sudah unggul pada set pertama. Sayangnya, Son tidak mampu melanjutkan pertandingan dan retired.

Setelah dicek, Son mengalami pecah tendon achilles sehingga harus istirahat cukup lama. Saat ini, Son menduduki peringkat ke-54 dunia dan belum turun ke turnamen internasional lagi.

Di sisi lain, ketiga pemain tunggal putra yang keluar dari peringkat 10 besar terjadi akibat penurunan peforma. Keempat pemain itu antara lain, Tommy Sugiarto, Kenta Nishimoto, dan Srinkath Kidambi.

Tommy Sugiarto kini berada di peringkat ke-21 dunia, Kenta Nishimoto perinigkat 16 dunia, dan Srinkath Kidambi peringkat 12 dunia.

Lalu, pengganti keempat pemain itu di peringkat 10 besar saat ini adalah Jonatan Christie, NG Ka Long Angus, Kanta Tsuneyama, dan Anders Antonsen.

Secara demografi asal negara, para penghuni 10 besar bisa dibilang cukup merata. Indonesia, Jepang, China, Denmark masing-masing menempatkan dua wakil, sedangkan Taiwan dan Hong Kong masing-masing 1 wakil.

Tunggal Putri

Berbeda dengan tunggal putra, komposisi 10 besar tunggal putri tidak terlalu banyak perubahan. Namun, posisi 5 besar mengalami pergantian signifikan.

tunggal putri

Jika pada awal 2019 Tai Tzu Ying menjadi ratu tunggal putri, kini posisi itu telah diisi oleh Chen Yu Fei.

Tai Tzu Ying menjadi peringkat kedua dunia, sedangkan Akane Yamaguchi yang juga sempat merasakan posisi ratu tunggal putri di peringkat ke-3. Akane melewati seniornya Nozomi Okuhara yang kini di peringkat ke-4 dunia.

Ratchanok Intanon pun tak mau kalah, pebulutangkis Thailand itu menasbihkan diri di peringkat ke-5 dibandingkan dengan peringkat ke-8 pada awal 2019.

Dua pemain tunggal putri yang keluar dari kelompok 10 besar adalah Beiwen Zhang dan Saina Nehwal.

Kini, Saina Nehwal berada di peringkat ke-11, sedangkan Beiwen Zhang nemplok di peringkat ke-16.

Adapun, posisi kedua pemain itu kini ditempati oleh tunggal Kanada Michele Li dan tunggal Korea Selatan An Se Young.

Hampir mirip dengan tunggal putra, demografi 10 besar tunggal putra cukup beragam. China dan Jepang memiliki dua wakil, sisanya dimiliki oleh Taiwan, Thailand, India, Kanada, Korea Selatan, dan Spanyol.

Ganda Putra

Komposisi 10 besar ganda putra dunia pada 2019 mengusir dominasi Eropa, terutama setelah Mathias Boe dan Casten Mogensen tidak lagi berpasangan.

ganda putra

Indonesia bisa dibilang menjadi penguasa ganda putra Indonesia setelah menempatkan 3 wakil di posisi 5 besar.

Apalagi, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya yang kian nyaman sebagai raja ganda putra dunia didampingi oleh seniornya Hendra Setiawan/Mohamad Ahsan. Lalu, junior keduanya Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto menempel di peringkat ke-5 dunia.

Jepang dan Malaysia kompak menempatkan dua wakilnya, yakni Takeshi Kamura/Keigo Sonoda dan Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe. Malaysia menempatkan finalis All England 2019 Aaron Chia/Soh Wooi Yik dengan seniornya Goh V Shem/Tan Wee Kiong.

Lalu, China, Korea Selatan, dan Taiwan masing-masing menempatkan satu wakil, yakni Li Jun Hui/Liu Yu Chen, Choi SolGyu/Seo Seung Jae dan Lee Yang/Wang Chi-Lin.

Komposisi ganda putra awal tahun ini sangat jauh berbeda dengan tahun lalu. 4 dari 10 pasangan harus terhempas dari 10 besar.

Dua pemain, yakni Chen Hung Ling/Wang Chi-Lin dan Liu Cheng/Zhang Nan keluar dari 10 besar karena dipecah.

Lalu, Kim Astrup/Anders Rasmussen dan Han Cheng Kai/Zhou Hao Dong kini terdampar di peringkat ke-13 dan 11 dunia.

Posisi keempat pemain itu digantikan oleh Lee Yang/Wang Chi-lin, Aaron Chia/Soh Wooi Yik, Choi Solgyu/Seo Seung Jae, dan Goh V Shem/Tan Wee Kiong.

Ganda Putri

Jika ganda putra dikuasai oleh Indonesia, maka ganda putri dikuasai oleh Jepang. Sayangnya, dominasi itu mulai diruntuhkan oleh Korea Selatan dan China.

Sebelumnya, pada awal 2019, Jepang menempatkan 5 wakilnya di peringkat 10 besar dunia, yakni Yuki Fukushima/Sayaka Hirota sebagai peringkat pertama, diikuti Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi, Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara, Shiho Tanaka/Koharu Yonemoto, dan Ayako Sakuramoto/Yukiko Takahata.

Kini, peringkat pertama dunia sudah diambil alih oleh pemain China Chen Qing Chen/Jia Yi Fan. Komposisi pemain Jepang di peringkat 10 dunia pun turun menjadi tiga pasang, yakni, Yuki/Sayaka, Mayu/Wakana, dan Misaki/Ayaka.

Tak hanya itu, China bisa dibilang membangkitkan ganda putrinya dengan menempatkan dua wakilnya di 10 besar. Kedua wakil itu antara lain, Du Yue/Li Yin Hui dan Li Wen Mei/Zheng Yu.

Selain China, Korea Selatan juga tengah mencoba bangkitkan ganda putrinya. Kini, Negeri Gingseng punya dua wakil di 10 besar, yakni Lee So Hee/Shin Seung Chan dan Kim So Yeong/Kong Hee Yong.

Selain ganda dari Jepang, China, dan Korea Selatan, kelompok 10 besar juga diisi oleh ganda Indonesia Greysia Polli/Apriyani Rahayu dan ganda Thailand Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai.

Tiga pasangan ganda putri yang tergeser dari 10 besar sepanjang 2019 antara lain, Shiho/Koharu, Gabriela Stoeva/Stefani Stoeva, dan Ayako/Yukiko.

Ganda Campuran

Seperti ganda putra, komposisi ganda campuran saat ini dikuasai oleh pemain Asia. Pada awal 2019, ada dua pasangan Eropa, yakni Mathias Christiansen/Christinna Pedersen dan Chris Adcock/Gabrielle Adcock.

ganda campuran

Mathias/Chirstinna keluar dari 10 besar karena memang tidak bermain bersama lagi, sedangkan pasangan suami-istri asal Inggris Chris/Gabrielle kini berada di peringkat ke-12 dunia.

Selain dua pemain asal Eropa itu, pasangan Indonesia Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir juga keluar dari 10 besar karena Butet, julukan Liliyana Natsir pensiun pada awal 2019.

Lalu pasangan ganda campuran China Zhang Nan/Li Yin Hui sudah tak kelihatan lagi batang hidungnya.

Kini, keempat posisi itu diisi oleh Praveen Jordan/Melati Daeva, Hafiz Faizal/Gloria Emnuelle, Goh Soon Huat/Lai Shevon Jemie, dan Seo Seung Jae/Chae Yujung.

Penguasa di ganda campuran setelah Butet pensiun adalah Zheng Si Wei/Huang Yaqiong ditemani juniornya Wang Yi Lyu/Huang Dong Ping.

The post Kelompok 10 Besar di Peta Bulu Tangkis Dunia appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/kelompok-10-besar-di-peta-bulu-tangkis-dunia/feed/ 0
Viktor Axelsen Kritik Kewajiban 12 Turnamen, Akankah BWF Luluh? https://suryarianto.id/viktor-axelsen-kritik-kewajiban-12-turnamen-akankah-bwf-luluh/ https://suryarianto.id/viktor-axelsen-kritik-kewajiban-12-turnamen-akankah-bwf-luluh/#respond Sun, 29 Dec 2019 12:52:30 +0000 https://suryarianto.id/?p=751 Viktor Axelsen menambah deretan panjang pelaku bulu tangkis yang mengkritik kebijakan BWF terkait minimal 12 pertandingan dalam setahun. Selain itu, Axelsen juga mengkritik masalah jadwal pertandingan sampai distribusi hadiah. BWF memang menetapkan 15 pemain dengan peringkat tertinggi di sektor tunggal dan 10 pemain peringkat tertinggi di sektor ganda untuk bermain minimal 12 turnamen. Ke-12 turnamen […]

The post Viktor Axelsen Kritik Kewajiban 12 Turnamen, Akankah BWF Luluh? appeared first on SuryaRianto.

]]>
Viktor Axelsen menambah deretan panjang pelaku bulu tangkis yang mengkritik kebijakan BWF terkait minimal 12 pertandingan dalam setahun. Selain itu, Axelsen juga mengkritik masalah jadwal pertandingan sampai distribusi hadiah.

BWF memang menetapkan 15 pemain dengan peringkat tertinggi di sektor tunggal dan 10 pemain peringkat tertinggi di sektor ganda untuk bermain minimal 12 turnamen. Ke-12 turnamen itu antara lain, 3 level 1000, 5 level 750, dan 4 dari 7 level 500.

BACA JUGA: Wonderkid Indonesia, Menanti Aksi Leo/Daniel dan Putri di Level Senior

Jika pemain yang berada di peringkat tertinggi bermain kurang dari 12 turnamen, maka bisa dikenakan sanksi oleh BWF.

Di sisi lain, kewajiban minimal 12 turnamen itu belum termasuk turnamen regional seperti, Asian Games, Sea Games, Piala Sudirman, Thomas-Uber Cup, Kejuaraan Dunia, Olimpiade dan BWF Tour Final.

PODCAST: Kim Ji Hyun Curhat, Benarkah Pemain India Tak Punya Hati?

Sebenarnya, Lee Chong Wei menjadi salah satu yang protes atas kebijakan BWF itu pada awal 2018.

Kala itu, Lee mencatat dirinya harus bermain pada 19 turnamen di tahun itu gara-gara aturan BWF tersebut.

Lee pun sudah mendatangi Presiden BWF Poul-Erik Hoyer agar meminta aturan itu dicabut.

PBSI Pun Turut Mengkritik

Setelah Lee, PBSI juga mengkritik kebijakan BWF itu jelang akhir 2018. Kala itu, ada dua hal yang dikritik PBSI, yakni masalah perubahan service dan minimal turnamen yang diikuti atlet.

Kewajiban minimal pemain level tertinggi ikut di 12 turnamen dianggap eksploitasi atlet demi bisa meraup pundi-pundi uang.

Dengan minimal 12 turnamen setahun, di luar turnamen non BWF Tour, pemain sangat rentan kelelahan dan cedera.

Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI Susy Susanti mengatakan aturan BWF ini mau diperketat, tapi arahnya mau ke mana.

“Istilahnya harus tampil dan tampil, tapi kasian juga atletnya. Enggak bisalah di forsir seperti itu,” ujarnya kala itu.

Tak hanya Lee dan PBSI, legenda China Lin Dan pun mengakui jika harus mengikuti minimal 12 pertandingan dalam setahun itu sangat berat.

“Jika BWF mewajibkan atlet main di lebih banyak turnamen, tapi karena itu juga kami tidak bisa bermain dengan kualitas terbaik,” ujarnya.

Dari sisi PBSI pun akan melakukan rapat besar sebelum protes kepada BWF. Namun, hasilnya belum menunjukkan perubahan pada kebijakan BWF.

Viktor Axelsen Pun Angkat Bicara

Setelah berbagai protes masih belum menggoyahkan legenda bulu tangkis Denmark [Poul-Erik Hoyer], kini juniornya Viktor Axelsen yang angkat suara.

Axelsen mengunggah lima daftar saran dan usulan yang ingin diterapkan andai dia adalah pejabat BWF.

Pertama adalah terkait kuota minimal turnamen yang harus dijalani pemain selama setahun. Menurutnya, jangan terlalu memaksa pemain turun pada lebih banyak turnamen.

“Jumlah turnamen yang ada sekarang sudah cukup banyak,” ujarnya.

Dirinya yakin para pemain pasti akan turun pada setiap turnamen tanpa harus didenda. Namun, mereka juga akan melewatkan beberapa turnamen lain untuk menjaga dirinya tetap bugar.

Di luar itu, Axelsen memberikan saran kepada BWF terkait jadwal pertemuan atlet bersama media yang tidak mendadak, wasit yang lebih profesional pada turnamen level 500 ke atas, distribusi hadiah yang tak perlu lewat federasi, jadwal turnamen lebih diatur agar tidak sampai tengah malam, dan penggunaan teknologi mata elang di seluruh lapangan.

Lalu apakah Poul Erik akan luluh? tampaknya presiden BWF yang kontroversial ini akan berkukuh minimal 12 turnamen deh. Padahal, ujung-ujungnya sudah banyak pemain yang mengalami cedera parah seperti, Shi Yuqi, Son Wan Ho, Carolina Marin, Viktor Axelsen, dan lainnya.

Kontroversi Poul Erik

Kontroversi yang diciptakan Presiden BWF yang menjabat sejak 2013 itu tak hanya masalah kuota minimal 12 turnamen saja. Sebelumnya, ada beberapa kebijakan aneh dari legenda bulu tangkis Denmark ini.

Pertama, mengubah skor dari 21×3 set menjadi 11×5 set. Kebijakan ini sangat diprotes karena membuat atlet tidak bisa mengeluarkan kemampuan sesungguhnya.

Soalnya, atlet biasanya baru menunjukkan permainannya setelah interval 11. Biasanya, dari poin 1-11 masih menerka-nerka gaya main dan strategi lawan.

Beberapa kali sistem skor 11×5 set sempat dicoba, tetapi akhinya urung dilakukan. Permainan bulu tangkis terasa lebih cepat dan cenderung jadi membosankan.

Kedua, posisi service maksimal 1,15 meter dari tanah menuai kritik. Salah satunya, ganda putra veteran Denmark Mathias Boe.

Boe menilai service maksimal 1,15 meter itu cukup menyulitkan, terutama bagi atlet dengan postur tubuh yang tinggi. Dia juga menilai aturan service itu tidak manusiawi bagi wasit yang harus duduk berjam-jam di depan pengukur ketinggian.

Aturan itu dinilai bisa mengurangi kualitas pertandingan bulu tangkis.

Aturan service itu pun tak hanya menyusahkan pemain berpostur tinggi, tetapi juga menengah rendah. Alhasil, PBSI juga sempat memprotes kebijakan itu.

Namun, apa daya, Poul Erik tampaknya masih terlalu memiliki digdaya yang amat besar di BWF. Aturan itu terus berjalan hingga saat ini.

Lalu, apakah Poul Erik akan menyerah pada aturan minimal 12 turnamen demi pundi-pundi uang?

The post Viktor Axelsen Kritik Kewajiban 12 Turnamen, Akankah BWF Luluh? appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/viktor-axelsen-kritik-kewajiban-12-turnamen-akankah-bwf-luluh/feed/ 0
Wonderkid Indonesia, Menanti Aksi Leo/Daniel dan Putri di Level Senior https://suryarianto.id/wonderkid-indonesia-menanti-aksi-leo-daniel-dan-putri-di-level-senior/ https://suryarianto.id/wonderkid-indonesia-menanti-aksi-leo-daniel-dan-putri-di-level-senior/#respond Tue, 24 Dec 2019 10:04:03 +0000 https://suryarianto.id/?p=704 Wonderkid Indonesia siap meluncur pada tahun depan, meskipun belum jelas bakal ikut di turnamen level berapa. Dua nama yang pasti bakal muncul adalah ganda putra Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin dan tunggal putri Putri Kusuma Wardhhani. Siapa kedua pemain ini, khusus untuk wonderkid ganda putra adalah juara dunia junior 2019 setelah mengalahkan wonderkid asal China Di […]

The post Wonderkid Indonesia, Menanti Aksi Leo/Daniel dan Putri di Level Senior appeared first on SuryaRianto.

]]>
Wonderkid Indonesia siap meluncur pada tahun depan, meskipun belum jelas bakal ikut di turnamen level berapa. Dua nama yang pasti bakal muncul adalah ganda putra Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin dan tunggal putri Putri Kusuma Wardhhani.

Siapa kedua pemain ini, khusus untuk wonderkid ganda putra adalah juara dunia junior 2019 setelah mengalahkan wonderkid asal China Di Zi Jian/Wang Chan.

BACA JUGA: Asa Terakhir Ahsan dan Endo Raih Emas di Olimpiade

Pasangan itu kini berada di peringkat ke-70 dunia. Lalu, sepanjang tahun ini, pasangan itu sudah meraih empat gelar.

Tiga gelar itu, yakni di Pembangunan Jaya Raya Junior Grand Prix 2019 pada 30 April – 5 Mei 2019. Di final, mereka mengalahkan pasangan China Di Zian/Wang Chan dua set langsung 21-15, 21-14.

PODCAST: Menakar Kekuatan Pelatnas PBSI 2020, Yakin Bisa Bersaing Jadi Papan Atas Dunia?

Setelah itu, pasangan muda Indonesia ini juga meraup gelar di Malaysia International Series setelah mengalahkan pasangan Malaysia Low Hang Yee/Ng Eng Cheong 17-21, 21-17, 21-11.

Gelar keempat diraih pasangan ini di Badminton Asia Junior Championship 2019. Di final, mereka mengalahkan pasangan China Di Zi Jian/Wang Chan lewat rubber set 21-9, 15-21, 21-19.

Lalu, di kejuaraan dunia junior, pasangan muda Indonesia ini berhasil meraih gelar setelah mengalahkan pasangan China yang sama lewat dua set langsung 21-19, 21-18.

Dalam data BWF, Leo dan Daniel mulai berpasangan sejak 2016 di kancah junior. Tiga tahun berpasangan, total mereka meraih 5 gelar. Terbanyak diraih pada tahun lalu sebanyak 4 gelar.

Wonderkid Indonesia vs China

Nah, persaingan antara Indonesia dengan China juga tampak di level junior. Pesaing Leo/Daniel di sektor ganda putra junior adalah pasnagan China Di Zi Jian/Wang Chan.

wonderkid indonesia leo/daniel
Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin , ganda putra muda Indonesia yang menjuara kejuaraan dunia junior pada tahun ini. / PBSI

Selama karir juniornya, Leo/Daniel menang secara head to head 3-2. Namun, Di Zi Jian/Wang Chan lebih dulu melaju ke level senior.

Pasangan junior China itu sudah mulai menyicipi turnamen level 300 ke atas sejak awal 2019. Kala itu, mereka dikalahkan pasangan Jepang Akira Koga/Taichi Saito di perempat final lewat rubber set 21-16, 12-21, 7-21.

Pasangan ini juga mengikuti Malaysia Master level 500 setelah lolos babak kualifikasi. Hasilnya, mereka kandas di babak pertama dari pasangan senior Malaysia Goh V Siem/Tan Wee Kiong lewat rubber set 14-21,21-9,9-21.

Bahkan, pasangan muda ini sempat menyicipi Indonesia Open yang merupakan turnamen level 1000. Di sana, mereka langsung kandas di babak pertama oleh pasangan China lainnya 14-21,18-21.

Tak hanya itu, mereka juga ikut tur Eropa di Denmark Open dan Prancis Open. Di Denmark, mereka dikalahkan pasangan Inggris dua set lansgung 13-21,21-13,15-21.

Di Prancis Open, pasangan muda ini membuat ganda putra peringkat 1 dunia Kevin Sanjaya/Marcus Gideon main hingga rubber set 21-19, 11-21, 17-21.

Dua turnamen besar yang mereka ikuti lainnya ada Fuzhou China Open 2019 dan Korea Master 2019.

Di Fuzhou, mereka kandas di babak pertama dari pasangan Malaysia Goh Sze Fei/Nur Izzuddin 18-21, 12-21, sedangkan di Korea Master mereka kalah di babak perempat final oleh pasangan senior Malaysia Goh/Tan 21-16,15-21,16-21.

Di Zi Jian/Wang Chan
Di Zi Jian/Wang Chan saat menjuara kejuaraan dunia junior pada 2018. / Akun Twitter Badminton Talk

Kini, pasangan China ini sudah bertengger di peringkat 33 dunia. Leo/Daniel pun harus mengejar ketertinggalan dari kompetitornya tersebut. Caranya, memberikan kesempatan kepada Leo/Daniel bermain di level 300 ke atas untuk membuktikan kemampuannya.

Putri Kusuma Wardani dan An Se Young

Keberadaan Putri Kusuma Wardani di tim utama tunggal putri seolah membawa harapan besar untuk kebangkitan sektor tersebut.

Bukan apa-apa, seniornya yang tergolong masih muda, Fitriani, Gregoria Mariska, dan Ruselli Hartawan tampaknya bakal sulit bersaing di level yang lebih tinggi.

Putri pun diharapkan bisa menjadi wonderkid yang mengejutkan dunia seperti, An Se Young. Namun, harapan itu bakal terlalu berat jika dibebankan kepada putri.

Putri Kusuma Wardhani
Putri Kusuma Wardani yang bisa menjadi tunggal putri andalan Indonesia di masa depan. / PBSI

Dia harus benar-benar bermain tanpa beban untuk menunjukkan bakatnya. Kini, Putri berada di peringkat 244 dunia.

Jika Susi Susanti sempat mengatakan cukup sulit mencari tunggal putri petarung. Mungkin, Putri Kusuma Wardhani bisa menjadi salah satu opsi tunggal putri petarung tersebut.

Putri sudah bertemu An Se Young sebanyak tiga kali sepanjang karir juniornya. Dari ketiga pertemuan itu, Putri selalu keok dari wonderkid asal Korea Selatan tersebut.

Pertemuan pertama terjadi di Pembangunan Jaya Raya International Junior Grandprix 2017. Di sana, Putri kalah dari An Se Young di semi final lewat rubber set 13-21, 21-18, 18-21.

Pertemuan kedua terjadi di kandang An Se Young, Yonex Korea Junior Badminton Championship 2017. Di sana, Putri kalah dua set langsung 16-21, 13-21.

Pertemuan ketiga terjadi di Paytren Berkat Abadi Indonesia International Challenge. Putri kembali kalah dua set langsung di babak 16 besar dari An Se Young dengan skor 11-21, 19-21.

Dengan masuk tim utama PBSI tahun depan, apakah Putri bisa membalaskan dendam kekalahannya dari An Se Young di level junior?

Kita nantikan saja aksi dua wonderkid Indonesia yang sudah naik kelas ke level senior pada tahun depan ya.

The post Wonderkid Indonesia, Menanti Aksi Leo/Daniel dan Putri di Level Senior appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/wonderkid-indonesia-menanti-aksi-leo-daniel-dan-putri-di-level-senior/feed/ 0
Asa Ahsan dan Endo Meraih Emas di Olimpiade Tokyo 2020 https://suryarianto.id/asa-ahsan-dan-endo-meraih-emas-di-olimpiade-tokyo-2020/ https://suryarianto.id/asa-ahsan-dan-endo-meraih-emas-di-olimpiade-tokyo-2020/#respond Sat, 21 Dec 2019 14:09:58 +0000 https://suryarianto.id/?p=694 Mohammad Ahsan dan Hiroyuki Endo tampaknya memiliki misi khusus pada Olimpiade 2020. Setelah gagal total pada Olimpiade 2016, keduanya kembali membuka peluang meraih emas pertamanya di Olimpiade Tokyo 2020. Kini, Ahsan bersama Hendra Setiawan bisa menjadi wakil kedua Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020, sedangkan Endo bersama Yuta Watanabe mungkin bakal jadi wakil kedua Jepang sebagai […]

The post Asa Ahsan dan Endo Meraih Emas di Olimpiade Tokyo 2020 appeared first on SuryaRianto.

]]>
Mohammad Ahsan dan Hiroyuki Endo tampaknya memiliki misi khusus pada Olimpiade 2020. Setelah gagal total pada Olimpiade 2016, keduanya kembali membuka peluang meraih emas pertamanya di Olimpiade Tokyo 2020.

Kini, Ahsan bersama Hendra Setiawan bisa menjadi wakil kedua Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020, sedangkan Endo bersama Yuta Watanabe mungkin bakal jadi wakil kedua Jepang sebagai tuan rumah.

BACA JUGA: Ini Pemain Bulu Tangkis Terbaik Sepanjang 2019 Versi Suryarianto.id

Kedua pemain itu memiliki kisah yang mungkin bisa dibilang sedikit menyakitkan pada Olimpiade 2016 di Brasil. Bukan apa-apa, mereka berdua memiliki pasangan mumpuni dan berstatus pasangan ganda putra papan atas dunia.

Namun, apa daya, emas olimpiade tidak dikalungkan kepada mereka berdua. Padahal, khusus Hendra/Ahsan bak sedang dipuncak karirnya pada 2015. [ketika perhitungan poin Olimpiade]

Bayangkan, sepanjang 2015 dan awal 2016, pasangan andalan Indonesia kala itu meraih empat gelar. Dua dari empat gelar itu bisa dibilang cukup prestisius karena mampu meraih juara di kejuaraan dunia 2015 dan Super Series Final 2015.

PODCAST: Alasan Minions Selalu Kalah dari Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe Sepanjang 2019

Paling membanggakan ketika kejuaraan dunia 2015, kala itu Liliyana Natsir/Tontowi Ahmad yang diharapkan meraih gelar tumbang di Istora Senayan. Lindaweni Fanetri yang menjadi kejutan juga tak berdaya menghadapi Saina Nehwal.

Otomatis harapan hanya tinggal di pundak Hendra/Ahsan. Namun, lawan yang dihadapi bukan sembarang lawan, Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong sudah menanti di semifinal.

Untungnya, Hendra/Ahsan mampu membungkam pasangan Korea Selatan itu di Istora. Publik tuan rumah pun bersorak.

Keesokan harinya, Istora pesta pora setelah Hendra/Ahsan mampu dengan mudah kalahkan pasangan China Liu Xiaolong/Qiu Zihan 21-17, 21-14. Hendra/Ahsan menjadi pelipur lara gelar di kejuaraan dunia yang dilaksanakan di Jakarta.

Sinyal Buruk Nasib Hendra/Ahsan

Sayangnya, di Olimpiade 2016, Hendra/Ahsan bak sudah kehabisan bensin.

Satu grup dengan Chai Biao/Hong Wei, Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa, dan Attri Manu/Reddy B. Sumeeth, Hendra/Ahsan hanya mampu mengalahkan pasangan yang terakhir.

Melawan Chai Biao/Hong Wei yang sempat mereka kalahkan di Super Series Final 2015, The Daddies, julukan Hendra Ahsan, tak berdaya di babak awal Olimpiade.

Hendra/Ahsan
sumber: BWF

Mereka kandas dari pasangan China itu dua set langsung 15-21, 17-21.

Jantung pecinta bulu tangkis di Indonesia bisa jadi bedebar kencang. Bayangkan, salah satu andalan untuk meraih emas selain Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir gagal meraih poin pertamanya.

Petaka terjadi pada pertandingan kedua, menghadapip Endo/Hayakawa, The Daddies kembali tidak berdaya dan kalah lewat rubber set 17-21, 21-16, 14-21.

Kekalahan itu bisa dibilang telah menutup peluang The Daddies untuk bisa melaju ke fase gugur, meskipun pada pertandingan melawan ganda India menang dua set 21-18, 21-13.

Setelah kekalahan di Olimpiade 2016, Hendra/Ahsan dinilai sudah mentok dan mulai muncul rumor bakal diceraikan.
Pertandingan terakhir The Daddies terjadi pada Korea Open 2016, kala itu mereka menghadapi duo menara yang masih muda Li Jun Hui/Liu Yu Chen. Sayangnya, mereka kalah dua set langsung dari Duo Menara 11-21,16-21.

Setelah itu, Hendra sempat dipasangkan dengan Rian Agung Saputro dan Berry Angriawan. Namun, akhirnya dia sempat memutuskan berkolaborasi dengan pemain Malaysia Tan Boo Heong.

Semangat yang Membara Kenichi Hayakawa

Pasangan Jepang Kenichi Hayakawa/Hiroyuki Endo sempat bertengger di peringkat ke-2 dunia. Namun, prestasi pasangan Jepang ini memang tidak terlalu mentereng.

Jelang Olimpiade, Hayakawa/Endo tidak pernah meraih gelar sama sekali. Mereka hanya mencatatkan pernah 6 kali melaju ke semifinal turnamen BWF Tour pada 2015.

Kenichi Hayakawa
sumber: BWF

Namun, satu yang paling diingat dari pasangan ini adalah semangat Hayakawa yang tak pernah padam.

Ketika di semifinal kejuaraan dunia, Hayakawa/Endo harus berhadapan dengan pasangan China Liu Xiolong/Qiu Zihan. Namun, mereka harus kalah lewat rubber set 16-21, 23-21, 20-22.

Menariknya, setiap kehilangan poin, Hayakawa selalu berteriak “Woy…” seperti upaya menyemangati dirinya sendiri. Alhasil, setiap dia berteriak, poin pun datang ke pasangan Jepang itu, meskipun harus berujung kalah.

Namun, aksi Hayakawa yang terlalu sering meneriakkan “Woy…” itu direspons oleh penonton di Istora dengan kalimat “Woy juga…”

Di situ saya enggak tahu apakah Hayakawa sadar teriakkan penonton di Istora itu untuk merespons teriakannya.

Mimpi Buruk Hayakawa

Memasuki 2016, Hayakawa/Endo hampir saja menjadi kampiun di All England. Sayangnya, mereka dikalahkan oleh pasangan Rusia Vladimir Ivanov dan Ivan Sozonov.

Memasuki Olimpiade Rio 2016, Hayakawa/Endo makin menggeliat setelah mengalahkan Hendra/Ahsan lewat tiga set 21-17, 16-21, 21-14.

Geliat pasangan Jepang ini makin terlihat ketika berhadapan dengan Chai Biao/Hong Wei. Mereka menang lewat tiga set 21-18, 14-21, 23-21.

Pasangan Jepang ini tampaknya melepas pertandingan ketiga dan kalah dari pasangan India Attri Manu/Reddy B. Sumeeth 21-23, 11-21.

Sayangnya, semangat dan agresivitas Hayakawa/Endo di babak grup tidak tertular ke babak gugur.

Pasangan Jepang itu langsung dikandaskan pasangan Inggris Marcus Ellis/Chris Langridge 19-21, 17-21.

Setelah kekalahan di Olimpiade itu, peforma pasangan ini juga menurun. Apalagi, secara mengejutkan Hayakawa memutuskan untuk pensiun dengan alasan cedera pada akhir 2016.

Pertandingan terakhir Hayakawa/Endo terjadi pada Japan Open. Pasangan itu harus kalah dari rekan senegaranya Hiroyuki Saeki/Ryota Taohata 13-21. 23-25.

Kesempatan Kedua Ahsan dan Endo

Di tengah ketidakberuntungan pada Olimpiade 2016, Ahsan dan Endo memiliki peluang meraih emas pada Olimpiade tahun depan. Namun, dengan catatan permainan mereka konsisten.

Jika Endo berganti pasangan dengan pemain muda nan sensasional Yuta Watanabe, Ahsan justru kembali rujuk dengan peraih emas Olimpiade 2008 Hendra Setiawan.

Olimpiade Tokyo 2020
Klasemen Sementara Menuju Kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020

Peluang kedua pemain ini untuk meraih emas terbuka lebar setelah prestasinya yang mumpuni sepanjang tahun ini.

Jika Hendra/Ahsan mampu menggondol beberapa gelar prestisius, Endo/Watanabe malah membantai tanpa balas peringkat satu dunia Kevin Sanjaya/Marcus Gideon sepanjang tahun ini.

Tua-tua Keladi ala The Daddies

The Daddies yang baru berpasangan lagi pada 2018 malah menggila pada 2019 atau jelang Olimpiade Tokyo 2020. Dari All England, Kejuaraan Dunia, sampai BWF Tour Finals pun digondol pasangan veteran ini.

Membuka 2019, Hendra/Ahsan membuat haru para pecinta bulu tangkis dunia. Dengan balutan perban di betisnya, Hendra bersama Ahsan mampu meraih gelar di turnamen bulu tangkis tertua di dunia tersebut.

Menghadapi pasangan muda Malaysia Aaron Chia/Soh Wooi Yik, Hendra/Ahsan hampir tiada harapan setelah kalah di set pertama 11-21.

Namun, pasangan veteran ini malah menggila di set kedua dan ketiga dengan membantai pasangan muda itu 21-14, 21-12.

Aryono Miranat, pelatih ganda putra PBSI, mengakui Hendra/Ahsan adalah pemain yang komplit.

“Mereka bisa main keras, pelan, defensif, dan menyerang,” ujarnya dalam video Youtube PB Djarum.

Aryono menuturkan kelemahan utama pasangan ini adalah usia, tetapi masih tetap oke.

“Untuk itu saya tidak melatihnya secara full, tetapi sebatas kemampuan mereka,” tuturnya.

Dengan pengalamannya, Aryono menilai kelebihan The Daddies adalah bisa bermain tenang, percaya diri, dan memiliki pengalaman yang bagus.

Ada Asa Emas di Olimpiade Tokyo 2020

Pelatih ganda putra PBSI lainnya, Herry IP, memiliki keyakinan pasangan ini bisa berbicara lebih di Olimpiade 2020.

“Cara main mereka [The Daddies] sedikit berbeda dengan pemain muda yang suka bermain tempo cepat. Mereka memiliki irama main yang bagus,” ujarnya.

Namun, Coach Naga Api, julukan Herry IP, pun tidak bisa memungkiri The Daddies memiliki kelemahan dari segi kondisi fisik, kecepatan, dan kekuatan yang menurun.

“Kelemahan itu bisa ditutupi dengan ketenangan, antisipasi bola yang tepat, dan penempatan bola yang matang. Itu sih emang ciri-ciri pemain senior,” ujarnya.

Sedikit bernostalgia, setelah Hendra keluar dari pelatnas PBSI bersama Markis Kido [pasangannya yang meraih emas di Olimpiade 2008 Beijing], dia sempat ngobrol dengan Aryono terkait rencana balik ke PBSI.

Herry menceritakan Hendra menghampiri Aryono yang saat itu melatih ganda putri di Swiss Open sekitar 2010 atau 2011. Hendra bilang mau balik ke pelatnas di lapangan pemanasan turnamen Swiss Open.

“Cuma, dia enggak bilang ke saya langsung sih,” Herry mencoba bernostalgia.

Namun, Herry satu kamar dengan Aryono sehingga pelatih ganda putri saat itu menceritakannya kepada sang pelatih ganda putra.

“Hendra mau balik lagi ke pelatnas, lu mau terima enggak?” ujar Herry mencontohkan cerita Aryono tersebut.

Herry pun minta Hendra ngomong langsung kepadanya keesokan harinya di lapangan. Saat itu, Hendra bertanya apakah dirinya masih berprestasi atau tidak.

“Pasti,” jawab saya.

“Lu urus surat-suratnya, nanti biar gue yang ngomong sama PBSI,” ujar Herry.

Alhasil, Hendra yang balik ke Pelatnas dipasangkan dengan Ahsan yang tengah bujang ditinggal pasangan mainnya di ganda putra Bona Septano, adik Kido.

“Ahsan ini pemain belakang, Hendra depan, feeling saya sih ke depannya bisa lebih baik lah,” ujarnya.

Hasilnya, prestasi Hendra/Ahsan terus muncul hingga saat ini, meskipun sempat bercerai pada akhir 2016.

Peluang Endo Bersama Wonderkid Watanabe

Jika Ahsan masih ada asa meraih emas di Olimpiade, begitu juga dengan Endo. Dipasangkan dengan Watanabe yang saat itu masih berumur 19 tahun, pasangan ini berkembang dengan pesat.

Bayangkan, Minions, julukan Kevin/Marcus, dibuat bertekuk lutut 0-5 tanpa balas sepanjang tahun ini. Terakhir, di BWF Tour Final, Minions dikalahkan pasangan Jepang ini dua kali berturut-turut.

Sejak dipasangkan pada akhir 2016, Endo/Watanabe memulai debutnya di China Open Super Series Premier [sekarang level 1000] pada 2016. Namun, pasangan ini belum mampu bicara banyak setelah kalah rubber set dengan Chai Biao/Hong Wei 22-24, 21-19, 13-21.

Sempat mencicipi peringkat ke-4 dunia, Endo/Yuta sudah meraih tiga gelar sejak dipasangkan pada 2016. Ketiga gelar itu antara lain, Korea Open 2018, Badminton Asia Championship 2019, dan Jerman Open 2019.

Melihat grafik perkembangannya, pasangan ini memang ada peningkatan yang cukup tajam. Apalagi, di BWF Tour Final 2019, pasangan ini mampu ke babak final, meskipun dikalahkan oleh The Daddies di partai puncak.

Skill Watanabe yang terasah dan ditambah pengalaman Endo bisa membuat pasangan ini patut diperhitungkan dalam persaingan emas ganda putra Olimpiade 2020. Apalagi, pasangan ganda putra utama Jepang Takeshi Kamura/Keigo Sonoda tengah turun peformanya.

Gaya bertahan dan menyerang Watanabe yang memiliki tangan kidal bisa menjadi senjata mematikan pasangan ini. Ditambah, ketenangan dan daya juang Endo yang tinggi membuat pasangan ini salah satu paket lengkap setelah Hendra/Ahsan.

Tinggal kita tunggu saja pada Juli-Agustus 2020 nanti, apakah Ahsan atau Endo mampu mengigit emas Olimpiade Tokyo 2020?

The post Asa Ahsan dan Endo Meraih Emas di Olimpiade Tokyo 2020 appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/asa-ahsan-dan-endo-meraih-emas-di-olimpiade-tokyo-2020/feed/ 0