bisnis dan investasi – SuryaRianto https://suryarianto.id Seterang Matahari Thu, 16 Apr 2020 05:07:35 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=5.4 https://suryarianto.id/wp-content/uploads/2019/03/cropped-orbz_sun-32x32.png bisnis dan investasi – SuryaRianto https://suryarianto.id 32 32 Saham BBCA, Bisa Cuan Segunung Uang Jika Beli Sejak IPO https://suryarianto.id/saham-bbca-bisa-cuan-segunung-uang-jika-beli-sejak-ipo/ https://suryarianto.id/saham-bbca-bisa-cuan-segunung-uang-jika-beli-sejak-ipo/#respond Thu, 16 Apr 2020 05:07:44 +0000 https://suryarianto.id/?p=973 Saham BBCA menjadi salah satu pilihan saham yang menarik, tetapi nilainya sangat mahal. Padahal, saat melakukan penawaran perdana pada 2000, harga sahamnya cuma Rp1.400 per saham. Nah, kalau kalian dapat kesempatan beli 1.000 lembar saham BCA sejak IPO, sekarang sudah untung berapa ya? Sampai penutupan perdagangan Rabu (15/04/2020), harga saham BBCA ditutup pada level Rp27.425 […]

The post Saham BBCA, Bisa Cuan Segunung Uang Jika Beli Sejak IPO appeared first on SuryaRianto.

]]>
Saham BBCA menjadi salah satu pilihan saham yang menarik, tetapi nilainya sangat mahal. Padahal, saat melakukan penawaran perdana pada 2000, harga sahamnya cuma Rp1.400 per saham. Nah, kalau kalian dapat kesempatan beli 1.000 lembar saham BCA sejak IPO, sekarang sudah untung berapa ya?

Sampai penutupan perdagangan Rabu (15/04/2020), harga saham BBCA ditutup pada level Rp27.425 per saham.

Jika ingin membeli 1 lot alias 100 lembar saham saja, kalian harus mengeluarkan uang senilai Rp2,74 juta. Jika ingin beli 1.000 lembar, kalian harus mengeluarkan uang senilai Rp27,42 juta.

BACA JUGA: Arab Saudi-Rusia Damai, Kini Giliran Meksiko Memberontak

Namun, kalau kalian membeli saat BCA IPO, modal yang dikeluarkan untuk membeli 1.000 saham cuma senilai Rp1,4 juta. Meskipun begitu, nilai Rp1,4 juta pada 2000 bisa dibilang cukup besar loh.

Nah, sekarang kita akan melakukan simulasi jika membeli saham sebanyak 1.000 lembar pada saat BCA IPO, berapa keuntungan yang didapatkan saat ini ya? [sampai penutupan perdagangan Rabu (15/04/2020)]

Sepanjang melantai di bursa, BCA mencatatkan tiga kali melakukan aksi pemecahan saham. Semua aksi pemecahan saham dilakukan dengan rasio 1:2.

PODCAST: Perang Minyak Makin Panas, Meksiko Sampai Berani Berontak

Aksi pemecahan saham itu dilakukan pada 2004, 2005, dan 2008. Dengan begitu, sampai 2008, jumlah saham yang kalian miliki bertambah menjadi 8.000 lembar saham.

Kalau dihitung dengan harga saham penutupan perdagangan Rabu senilai Rp27.425. Artinya, investasi kalian saat ini sudah tumbuh sebesar 15.571,43% menjadi Rp219,4 juta.

Itu baru keuntungan dari capital gain alias kenaikan harga saham. Bagaimana dengan pendapatan dari dividen BCA?

Saham BCA dan Pendapatan Dividen Sepanjang Dua Dekade Terakhir

BCA menjadi salah satu saham yang paling rajin membagikan dividen setiap tahun. Bahkan, BCA tak hanya membagikan dividen tunai sekali setahun, tetapi juga dividen interim di pertengahan atau akhir tahun.

Nah, jika kalian memiliki saham BBCA sebanyak 1.000 lembar sejak 2000 sampai saat ini. Dengan tambahan jumlah lembar saham akibat aksi pemecahan saham sehingga menjadi 8.000 lembar, total pendapatan dari dividen senilai Rp22,46 juta.

Nilai pendapatan bersih dividen dari BBCA setelah dipotong pajak 10% dalam dua dekade terakhir menjadi Rp20,21 juta.

Dengan begitu, total investasi Rp1,4 juta pada 2000 telah tumbuh menjadi Rp239,61 juta atau naik 17.015%.

Nilai yang fantastis dan bisa langsung membeli 1 rumah sederhana. Namun, di balik itu semua ada proses investasi yang panjang, yakni selama dua dekade alias 20 tahun.

Teranyar, BBCA memutuskan pembagian dividen pada 2020 senilai Rp555 per saham, termasuk dividen interim pada akhir 2019 senilai Rp100 per saham. Berarti, total dividen tunai tahunan yang akan dibagikan nanti senilai Rp455 per saham.

Jika kalian tertarik untuk mendapatkan dividen dari BCA, masih ada waktu karena tanggal Cum dividen alias waktu terakhir untuk mendapatkan hak dividen sampai 20 April 2020.

Nantinya, dividen itu akan dibayarkan pada 11 Mei 2020. Lumayan kan buat tambah-tambah THR?

Valuasi Harga Saham BBCA

Sebenarnya, sektor perbankan tengah dalam kondisi yang menantang di saat pandemi Covid-19 saat ini. Pasalnya, ada potensi kenaikan kredit bermasalah ke depannya.

Namun, jika bicara BCA selaku bank swasta terbesar di Indonesia, nampaknya sahamnya tetap menarik. Apalagi, kalau harga sahamnya terus merosot.

Sepanjang tahun ini [sampai penutupan Rabu 16 April 2020], harga saham BBCA sudah merosot sebesar -17,95%. Dengan begitu, apakah harga saham BBCA sudah diskon besar-besaran?

saham BBCA

Jika dilihat dari rasio price to earning ratio (PER) dan Price to book value ratio (PBVR), harga saham BBCA masih tergolong mahal dibandingkan dengan bank kasta tertinggi lainnya seperti, BBRI, BMRI, dan BBNI.

PER BBCA sebesar 23,19 kali, sedangkan PBVR sebesar 3,81 kali. Di sisi lain, PER dan PBVR BMRI sebesar 7,16 kali dan 0,96 kali.

Lalu, PER dan PBVR BBRI sebesar 9,5 kali dan 1,58 kali, sedangkan untuk BBNI sebesar 4,87 kali dan 0,61 kali.

Meskipun begitu, kelebihan bank BCA adalah bisa terlepas dari faktor politik. Berbeda dengan bank BUMN lainnya, yang harga sahamnya rentan goyang oleh faktor politik.

Dengan melihat valuasi secara sederhana saat ini, apakah kamu tertarik membeli saham BBCA dan meraup dividennya?

The post Saham BBCA, Bisa Cuan Segunung Uang Jika Beli Sejak IPO appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/saham-bbca-bisa-cuan-segunung-uang-jika-beli-sejak-ipo/feed/ 0
Perang Minyak Memanas, Kini Meksiko Siap Memberontak https://suryarianto.id/perang-minyak-memanas-kini-meksiko-siap-memberontak/ https://suryarianto.id/perang-minyak-memanas-kini-meksiko-siap-memberontak/#comments Sun, 12 Apr 2020 13:41:50 +0000 https://suryarianto.id/?p=970 Perang minyak kian memanas di tengah pandemi Covid-19 yang semakin menggila. Kini, bukan sekadar Arab Saudi dengan Rusia lagi, tetapi sudah mencakup Amerika Serikat hingga Meksiko. Harga minyak dunia masih dalam tekanan besar. Sampai penutupan perdagangan Kamis 9 April 2020, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 9,29% menjadi US$22,76 per barel, sedangkan harga minyak […]

The post Perang Minyak Memanas, Kini Meksiko Siap Memberontak appeared first on SuryaRianto.

]]>
Perang minyak kian memanas di tengah pandemi Covid-19 yang semakin menggila. Kini, bukan sekadar Arab Saudi dengan Rusia lagi, tetapi sudah mencakup Amerika Serikat hingga Meksiko.

Harga minyak dunia masih dalam tekanan besar. Sampai penutupan perdagangan Kamis 9 April 2020, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 9,29% menjadi US$22,76 per barel, sedangkan harga minyak Brent turun 4,14% menjadi US$31,48 per barel.

DENGERIN YUK: Ketika Zoom Bikin Kaya Pemilik Hutchinson

Pasar minyak sempat mendapatkan angin segar setelah muncul potensi kesepakatan global untuk pangkas produksi global. Aliansi OPEC+ sempat menyetujui rencana pemangkasan produksi sebesar 10 juta barel per hari.

Kesepakatan itu pun meredam hubungan panas antara Rusia-Arab Saudi yang sempat bersitegang dengan memangkas harga jual ekspor minyak.

BACA JUGA: Perang Minyak Kedua Dalam Satu Dekade, Siapa Pemenangnya?

Namun, kesepakatan itu justru memicu perang baru setelah keputusan bisa dijalankan jika Meksiko setuju. Pasalnya, Meksiko adalah salah satu anggota negara aliansi OPEC+ tersebut.

Meksiko pun belum menyetujui kesepakatan pemngkasan tersebut.

Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador cenderung menolak kesepakatan tersebut. Soalnya, pemangkasan produksi OPEC+ sebesar 10 juta barel per hari berarti Meksiko harus pangkas 400.000 barel per hari.

Jumlah itu lebih besar dari angka pemangkasan yang ditawarkan Meksiko kepada Arab Saudi, yakni sebesar 100.000 barel per hari.

Selain itu, pemangkasan 400.000 barel per hari berarti akan mempersulit Andres Manuel Lopez memenuhi janjinya untuk mendongkrak produksi minyak Petroleos Mexicanos, perusahaan BUMN minyak milik Meksiko.

Perang Minyak, Arab Saudi Berikan Waktu Negosiasi Lebih Lama

Arab Saudi pun tidak terburu-buru memaksa penetapan kesepakatan pemangkasan produksi tersebut. Arab Saudi sampai menunda penetapan harga bulanan sambil menunggu kesepakatan.

Penetapan harga jual dari Arab Saudi adalah senjata utama yang bisa diluncurkan kerajaan itu demi menjaga pangsa pasar.

Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump sudah resah bukan kepalang. Posisi harga minyak dunia yang rendah saat ini sangat mengancam produksi minyak shale oil AS.

Untuk itu, Trump pun mengajak para pemimpin Arab saudi, termasuk Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

Trump menawarkan solusi diplomatik seperti beberapa hitungan akutansi kreatif dengan Meksiko. Salah satunya, menghitung dampaknya kepada pasar minyak jika produksi minyak AS turun.

Beberapa delegasi disebut mendukung solusi Trump, meski sifat dukungan itu cuma sekadar di muka. Intinya, jika pemangkasan produksi dilakukan, Meksiko harus melakukan pengurangan produksi dengan porsi yang sama dengan setiap anggota aliansi.

Senjata Rahasia Meksiko untuk Hadapi AS hingga Aliansi OPEC+

Meksiko berani mengambil sikap untuk menolak kesepakatan karena negara itu memeiliki beberapa senjata. Pertama, Meksiko sudah mengadopsi skema kontrak lindung nilai penjualan minyak tahunan selama dua dekade terakhir.

Opsi itu membuat Meksiko punya hak menjual minyak dengan harga yang telah ditentukan. Jadi, ketika harga minyak dunia sedang anjlok, Meksiko masih bisa mencatatkan penjualan dengan harga tinggi.

Setidaknya, kebijakan lindung nilai harga minyak Meksiko sudah menyelamatkan pendapatan negara US$5,1 miliar dari migas ketika harga minyak dunia anjlok pada 2009.

Begitu juga ketika terjadi perang minyak pada 2015-2016, Meksiko tetap membukukan pendapatan fantastis senilai US$6,4 miliar pada 2015 dan US$2,7 miliar pada 2016.

Namun, keuntungan dengan penggunaan lindung nilai itu tidak gratis.

Menteri Keuangan Meksiko Arturo Herrera mengatakan polis asuransi harga minyak tidak murah.

“Operasi lindung nilai Meksiko ini telah memakan biaya hingga US$1 miliar dalam beberapa tahun terakhir.

Untuk saat ini, pemerintah Meksiko sudah mengasumsikan harga minyak ekspor berada di level US$49 per barel. Untuk menjaga pendapatan dari migas, Meksiko akan menggunakan lindung nilai dan dana stabilisasi minyak negara.

Dana stabilisasi minyak negara secara historis hanya menyediakan nafas tambahan harga minyak sekitar US$2 sampai US$5 per barel.

Angka itu masih realistis jika Meksiko melakukan lindung nilai di level US$45 per barel. Jika dihitung, secara rata-rata sejak Desember 2019, harga minyak Meksiko berada di level US$42 per barel.

Lalu, jika harga minyak turun hingga di bawah US$20 per barel, berarti operasi lindung nilai Meksiko bisa memakan biaya hingga US$6 miliar.

Dengan potensi biaya besar hingga uS$6 miliar, apakah senjata rahasia Meksiko cukup kuat menghadapi para aliansi OPEC+ dan AS?

The post Perang Minyak Memanas, Kini Meksiko Siap Memberontak appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/perang-minyak-memanas-kini-meksiko-siap-memberontak/feed/ 1
IHSG Melemah dan Keputusan Jokowi untuk Penanganan Corona https://suryarianto.id/ihsg-melemah-dan-keputusan-jokowi-untuk-penanganan-corona/ https://suryarianto.id/ihsg-melemah-dan-keputusan-jokowi-untuk-penanganan-corona/#respond Mon, 30 Mar 2020 12:33:08 +0000 https://suryarianto.id/?p=951 IHSG kembali melemah pada perdagangan Senin 30 Maret 2020 setelah turun 2,88% menjadi 4.414. Sektor industri lainnya dan manufaktur menjadi penekan utama IHSG pada perdagangan awal pekan ini. Sebelumnya, IHSG sudah diprediksi kembali tertekan karena ada indikasi aksi ambil untung atau taking profit. Pasalnya, sepanjang pekan lalu, IHSG mampu menguat sebesar 8,63%. BACA JUGA: Pandemi […]

The post IHSG Melemah dan Keputusan Jokowi untuk Penanganan Corona appeared first on SuryaRianto.

]]>
IHSG kembali melemah pada perdagangan Senin 30 Maret 2020 setelah turun 2,88% menjadi 4.414. Sektor industri lainnya dan manufaktur menjadi penekan utama IHSG pada perdagangan awal pekan ini.

Sebelumnya, IHSG sudah diprediksi kembali tertekan karena ada indikasi aksi ambil untung atau taking profit. Pasalnya, sepanjang pekan lalu, IHSG mampu menguat sebesar 8,63%.

BACA JUGA: Pandemi Corona, Lupakan Cuan Sejenak

Sepanjang perdagangan hari ini, BEI sempat menghentikan sementara perdagangan karena IHSG anjlok tembus 5% jelang penutupan pasar sesi I. Untungnya, pelemahan IHSG mampu menipis menjadi 2,88% pada penutupan perdagangan jam 15:00 WIB tadi.

Meskipun begitu, lima saham top gainers teratas masih bisa menguat hingga di atas 30% loh.

PT Acset Indonusa Tbk. (ACST) menjadi top gainer harian tertinggi pada hari ini setelah menguat 34,38% menjadi Rp172 per saham.

PODCAST: IHSG Anjlok Parah, Apa yang Harus Kita Lakukan?

PT Ayana Land International Tbk. (NASA) menjadi top gainer tertinggi kedua setelah naik 25,63% menjadi Rp250 per saham.

PT Intan Baruprana Finance Tbk. (IBFN) menjadi tertinggi ketiga setelah naik 25% menjadi Rp300 per saham.

PT Bank Artos Indonesia Tbk. (ARTO) menjadi tertinggi keempat setelah naik 25% menjadi Rp590 per saham.

PT Destinasi Tirta Nusantara Tbk. (PDES) menjadi tertinggi kelima setelah naik 24,49% menjadi Rp610 per saham.

Namun, lonjakan saham tiga dari lima top gainers itu kurang likuid. Ketiga saham melejit hanya pada satu titik perdagangan alias tidak aktif.

Ketiga saham itu antara lain, NASA, IBFN, dan PDES.

Di sisi lain, ARTO hanya aktif pada sesi pertama. Hanya ACST yang mencatatkan perdagangan lumayan aktif dari awal perdagangan sampai penutupan hari ini.

IHSG Melemah, Berita Tentang Pandemi Corona Hari Ini

Berita terhangat hari adalah keputusan Presiden Indonesia atau Joko Widodo untuk melakukan pembatasan sosial dalam skala besar dan dikombinasikan dengan darurat sipil.

Apaan tuh? tanpa detail yang lebih jelas, saya menerka-nerka kalau ini adalah kalimat bersayap dari karantina wilayah.

Namun, pembatasan sosial dalam skala besar ini memang berbeda dengan karantina wilayah. Dalam UU Kekarantinaan Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018, keduanya dibahas sebagai mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi kedaruratan kesehatan masyarakat.

Pembatasan sosial berskala besar mengatur soal pembatasan aktivitas masyarakat di sekolah, kantor, dan publik. Dalam aturan itu, penyelenggaraan pembatasan sosial skala besar berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lalu Apa Bedanya dengan Karantina Wilayah?

Perbedaan antara pembatasan sosial berskala besar dengan karantina wilayah dalam UU itu adalah selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Nantinya pemerintah pusat akan melibatkan pemerintah daerah dan pihak terkait dalam proses karantina wilayah.

Jadi perbedaan signifikannya adalah masalah kebutuhan hidup dasar masyarakat yang ditanggung atau tidak oleh pemerintah pusat.

Mungkin, dengan berbagai perhitungan, mungkin ada alasan Jokowi memilih pembatasan sosial berskala besar ketimbang karantina wilayah.

Namun, tujuan dari pembatasan skala besar dan karantina wilayah adalah sama, yakni membatasi mobilitas masyarakat.

Bagaimana Nasib Pekerja Informal dan Harian?

Dari sisi ini, pemerintah menyiapkan bantuan langsung tunai khusus kepada pekerja informal dan harian jauh sebelum memutuskan akan pilih pembatasan sosial dalam skala besar.

Artinya, seharusnya nasib pekerja informal dan harian sudah ditanggung oleh pemerintah lewat bantuan langsung tunai tersebut.

Nantinya, nasib ekonomi negara akan tergantung seberapa cepat strategi pembatasan sosial skala besar ini bisa sukses meredam penyebaran virus Corona lebih jauh.

Begitu juga nasib para pekerja formal yang bisa terimbas dari kondisi ekonomi yang melambat. Harapannya, semoga saja tidak ada gelombang PHK yang cukup besar.

Lalu, apa hubungannya dengan membahas IHSG di awal cerita?

Keputusan pemerintah ini berarti menjadi tindakan tegas pemerintah yang membuat arah pasar saham bisa menjadi lebih baik.

Apalagi, jika itu sudah diimplementasikan. Artinya, ada langkah serius pemerintah untuk menangani penyebaran virus Corona di Indonesia.

Tinggal menunggu waktu saja IHSG bisa kembali ke 5.000-an dan para ‘nyangkuters’ bisa mendulang cuan.

The post IHSG Melemah dan Keputusan Jokowi untuk Penanganan Corona appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/ihsg-melemah-dan-keputusan-jokowi-untuk-penanganan-corona/feed/ 0
IHSG Anjlok hingga Pasar Dihentikan, Cuma Gara-gara Virus Corona? https://suryarianto.id/ihsg-anjlok-hingga-pasar-dihentikan-cuma-gara-gara-virus-corona/ https://suryarianto.id/ihsg-anjlok-hingga-pasar-dihentikan-cuma-gara-gara-virus-corona/#respond Thu, 12 Mar 2020 09:55:46 +0000 https://suryarianto.id/?p=941 IHSG anjlok ke 4.900 menjadi topik panas hari ini. Bagaimana tidak, stimulus OJK yang mengizinkan buyback tanpa RUPS dan BEI yang menggunakan auto rejection asimetris ternyata tidak mampu menahan tekanan ke IHSG lebih jauh lagi. Bahkan, IHSG anjlok sampai tembus 4.895 dan perdagangan saham di BEI terpaksa dihentikan sementara dan ditutup lebih awal pada 15:33 […]

The post IHSG Anjlok hingga Pasar Dihentikan, Cuma Gara-gara Virus Corona? appeared first on SuryaRianto.

]]>
IHSG anjlok ke 4.900 menjadi topik panas hari ini. Bagaimana tidak, stimulus OJK yang mengizinkan buyback tanpa RUPS dan BEI yang menggunakan auto rejection asimetris ternyata tidak mampu menahan tekanan ke IHSG lebih jauh lagi.

Bahkan, IHSG anjlok sampai tembus 4.895 dan perdagangan saham di BEI terpaksa dihentikan sementara dan ditutup lebih awal pada 15:33 WIB.

BACA JUGA: Tiga Pilar Sejahtera, Detik-detik Keruntuhan Bisnis Raja Beras Premium

Gejolak pasar saham, termasuk IHSG anjlok itu terjadi setelah WHO menetapkan virus corona sebagai pandemi.

Pandemi adalah sebuah kejadian luar biasa yang meluas secara internasional dan di luar kendali. Level pandemi lebih tinggi ketimbang epidemi dan wabah.

PODCAST: Apa Sih Dampak Kebijakan Buyback Tanpa RUPS Ke Harga Saham?

Nah, kali ini saya coba merincikan seberapa besar dampaknya pandemi virus corona terhadap ekonomi dunia, termasuk pasar saham.

Apa Sih Hubungan Antara Virus Corona dengan IHSG anjlok?

Status pandemi pada kasus virus corona memicu kepanikan di pasar karena melahirkan spekulasi kondisi ekonomi global akan memburuk.

Kok bisa gara-gara virus corona membuat ekonomi global memburuk?

Untuk menjawab itu, kita coba membahas dari awal kasus virus corona COVID-19 ini muncul di Wuhan, China. Ketika kasus meluas lebih jauh lebih, banyak pabrik manufaktur dan otomotif di Wuhan yang ditutup sementara.

Hal ini jelas akan memengaruhi produksi perusahaan yang memiliki pabrik di sana. Jika produksi turun, artinya pendapatan juga berpotensi turun.

Kondisi itu bisa memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan.

Itu gambaran jika virus corona hanya ada di Wuhan. Bayangkan dengan kondisi sekarang, virus corona dengan status pandemi. Sebesar apa dampaknya terhadap kinerja produksi dan penjualan perusahaan dunia, termasuk di Indonesia?

Kalau kinerja mereka semua merosot, artinya ekonomi juga akan linglung toh.

Itu Dari Sisi Perusahaan, Bagaimana Dari Sisi Masyarakat?

Ada dua sudut pandang yang bisa dilihat jika dari sisi masyarakat yang intinya akan berujung kepada kemampuan daya beli.

Pertama, ketika produksi perusahaan menurun, pasokan barang akan berkurang. Sesuai hukum ekonomi, ketika pasokan menipis, tetapi permintaan banyak, harga akan naik.

Ini terjadi pada produk masker yang permintaannya tiba-tiba melejit selaras dengan perkembangan pandemi virus corona saat ini. Dari harga Rp500 per pcs melonjak hingga Rp2.000 per pcs. Bahkan, ada yang mematok Rp10.000 per pcs.

Ketika harga naik, artinya daya beli masyarakat bisa saja turun. Soalnya, pendapatan tidak mengalami kenaikan.

Itu sudut pandang pertama, ada pula sudut pandang kedua yang lebih jangka menengah panjang. Jika perusahaan mengalami kesulitan finansial akibat penurunan produksi dan penjualan, ujungnya adalah PHK atau dirumahkan sementara.

Kondisi ini bisa membuat daya beli masyarakat langsung turun. Jika daya beli turun, status penjualan perusahaan-perusahaan juga bisa turun.

Namun, sudut pandang kedua baru bisa kejadian jika kondisi pandemi virus corona memang sudah parah sekali. Sejauh ini, virus corona masih belum terlalu parah, setidaknya ada harapan ketika musim panas tiba pandemi ini juga diprediksi sirna.

Nah Loh, Lalu, apa hubungannya dengan pasar saham yang anjlok?

Jelas ada hubungan yang erat. Bayangkan, perusahaan yang mencatatkan penurunan produksi dan penjualan itu adalah emiten alias perusahaan terbuka. Artinya, ada potensi penurunan fundamental yang berujung menjadi sentimen negatif untuk harga sahamnya.

Karakter investor pasar saham itu adalah melihat ke depan dengan spekulasi kejadian hari ini. Potensi penurunan fundamental kinerja perusahaan sampai perlambatan ekonomi global membuat para investor bergegas menjadi aset investasi yang lebih aman.

Dari sini, kita akan mendengar keresahan pemerintah dan ucapan bank sentral terkait arus modal asing yang keluar. Nah, arus modal asing itu akan beralih ke aset investasi yang dianggap lebih aman.

Hal itu pula yang membuat pasar saham bergejolak, termasuk IHSG.

Jadi sampai kapan IHSG bakal anjlok kayak begini?

Banyak yang penasaran kapan waktu yang tepat untuk ‘nyerok’ saham di tengah pasar saham yang anjlok.

‘Nyerok’ adalah istilah untuk membeli saham di harga rendah agar rata-rata harga saham yang dimiliki bisa turun sehingga ada potensi capital gain yang besar ke depannya.

Jelas enggak ada yang tau kapan IHSG akan menjadi level dasarnya di tengah gejolak ekonomi dunia saat ini.

Meskipun begitu, kalian yang masih memiliki dana idle atau tidak terpakai bisa mulai nyicil masuk ke saham-saham blue chip yang terkoreksi parah.

Itu bisa dilihat dari valuasi sahamnya lewat price to earning ratio (PER). Jika PER sudah di bawah 10 kali dan status saham itu blue chip, kalian bisa mulai nyicil dari sekarang.

Apalagi, kalau saham itu rajin bagi dividen. Saat ini, tengah periode pembagian dividen sehingga kalian bisa menikmati cuan dari situ.

Catatan, saran dari saya, sebaiknya hindari dulu nyicil saham di sektor komoditas seperti, batu bara sampai CPO. Soalnya, harga komoditas di tengah ekonomi yang melempem begini akan sangat fluktuatif.

Apalagi, di tengah virus corona malah terjadi perang minyak antara Arab Saudi lawan Rusia. Alhasil, harga minyak dunia anjlok yang artinya menekan harga batu bara sebagai komoditas energi pesaingnya.

Lalu, para investor yang kabur dari pasar saham emerging market pada ke mana ya?

Mereka biasanya mencari aset investasi yang lebih aman, salah satunya adalah emas.

Soalnya, di tengah kondisi ekonomi yang tertekan pandemi virus corona berpotensi menekan pasar saham dan pasar uang.

Imbal hasil pasar uang ikut tertekan karena bank sentral akan memilih jalan pelonggaran moneter, seperti penurunan suku bunga. Tujuannya, demi mendongkrak ekonomi lagi.

Jika suku bunga acuan bank sentral turun, artinya suku bunga deposito dan kupon obligasi negara akan lebih rendah juga.

Mencoba cari peluang di reksa dana pendapatan tetap di tengah tren penurunan suku bunga juga agak sedikit berjudi. Soalnya, penempatan reksa dana pendapatan tetap juga termasuk di obligasi korporasi.

Alhasil, ada potensi gagal bayar obligasi korporasi di tengah kondisi ekonomi yang tertekan oleh pandemi virus corona.

Sejauh ini, emas menjadi instrumen yang paling berkilau loh. Kalau melihat harga emas dunia saat ini [sampai perdagangan 12 Maret 2020] sudah naik sebesar 7,7% menjadi US$1.635 per troy ounce dibandingkan dengan akhir 2019.

Di sisi lain, ada juga yang menilai di tengah kondisi saat ini lebih baik memegang uang kas lebih banyak. Soalnya, tidak ada yang tahu bagaimana nasib ekonomi ke depannya pasca pandemi virus corona ini.

Memang bisa terjadi krisis seperti 1998 dan 2008?

Kalau kata Warren Buffet sih enggak. Ucapan sang investor kawakan itu pun cukup logis karena krisis yang terjadi pada 1998 dan 2008 lahir akibat kekacauan pada sistem keuangan.

Kali ini, bukan sistem keuangan yang kacau, tetapi memang imbas dari pandemi virus corona.

Namun, sektor keuangan tidak bisa berleha-leha juga. Dampak virus corona bisa berimbas ke kredit bermasalah yang meningkat di kemudian hari.

Cuma ingat, “di kemudian hari” bukan saat ini.

Jadi, apa yang bisa kita lakukan sekarang untuk investasi dan persiapan finansial ke depannya?

Diversifikasi portofolio dan menjaga arus kas menjadi hal penting saat ini. Setidaknya sampai pandemi virus corona sedikit mereda.

Diversifikasi portofolio di sini artinya kalian menyebarkan investasi dari yang berisiko tinggi sampai rendah. Misal, dari saham, pasar uang, dan emas. Tujuannya, untuk tetap menjaga potensi cuan besar, tetapi bermain aman.

Menjaga arus kas juga dibutuhkan karena kondisi saat ini penuh ketidakpastian. Tidak ada yang tahu sejauh apa perkembangan pandemi virus corona ke depannya. Akankah membuat kondisi ekonomi lebih buruk atau malah sebaliknya.

Jadi, intinya kita harus mempersiapkan segalanya dari rencana keuangan ke depannya dan juga saat ini.

The post IHSG Anjlok hingga Pasar Dihentikan, Cuma Gara-gara Virus Corona? appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/ihsg-anjlok-hingga-pasar-dihentikan-cuma-gara-gara-virus-corona/feed/ 0
Tiga Pilar Sejahtera, Detik-detik Keruntuhan Raja Beras Premium https://suryarianto.id/tiga-pilar-sejahtera-detik-detik-keruntuhan-raja-beras-premium/ https://suryarianto.id/tiga-pilar-sejahtera-detik-detik-keruntuhan-raja-beras-premium/#respond Wed, 11 Mar 2020 08:48:27 +0000 https://suryarianto.id/?p=938 Tiga Pilar Sejahtera mendapatkan dana segar setelah pemegang saham baru, yakni PT Pangan Sejahtera Investama yang dimiliki oleh FKS Food and Agri Pte. Ltd masuk sebagai pemegang saham. Pemilik merek snack Taro itu mendapatkan dana segar Rp329,46 miliar dengan harga pelaksanaan premium di level Rp210 per saham. Sebelum masuk ke siapa sosok pemegang saham 32,7% […]

The post Tiga Pilar Sejahtera, Detik-detik Keruntuhan Raja Beras Premium appeared first on SuryaRianto.

]]>
Tiga Pilar Sejahtera mendapatkan dana segar setelah pemegang saham baru, yakni PT Pangan Sejahtera Investama yang dimiliki oleh FKS Food and Agri Pte. Ltd masuk sebagai pemegang saham. Pemilik merek snack Taro itu mendapatkan dana segar Rp329,46 miliar dengan harga pelaksanaan premium di level Rp210 per saham.

Sebelum masuk ke siapa sosok pemegang saham 32,7% emiten berkode AISA yang baru itu, kita akan masuk ke sesi 3 kisah perjalanan AISA.

BACA JUGA: [SERI 1] Dua Dekade Berdiri, Tiga Pilar Sejahtera Ekspansi Gila-gilaan

Dua seri sebelumnya bisa dibilang menceritakan bagaimana Tiga Pilar Sejahtera sangat agresif dalam ekspansi. Sampai mereka yang awalnya bisnis bihun dan mie kering merambah ke makanan manis, CPO, Beras, dan makanan ringan seperti, Taro.

BACA JUGA: [SERI 2] Pesona Tiga Pilar Sejahtera Buat Perusahaan AS Tergoda

Namun, seri kali ini akan menceritakan detik-detik awal keruntuhan kerajaan bisnis AISA tersebut.

Isu terbesar pertama terjadi pada pertengahan 2016. Kala itu, perseroan memutuskan lepas PT Golden Plantation Tbk. senilai Rp521,43 miliar kepada PT JOM Prawarsa Indonesia. Alasan penjualan bisnis sawit itu antara lain karena merasa sektor perkebunan itu bukanlah bisnis utamanya.

PODCAST: Apa Sih Dampak dari Aksi Buyback Saham Tanpa RUPS?

Porsi pendapatan perseroan dari bisnis sawit memang masih lebih kecil ketimbang beras.

Untuk itu, perseroan akan fokus mengembangkan bisnis beras dan makanan ringan, serta mie dan bihun kering yang sudah dirintis lebih dulu.

Ngomong-ngomong bisnis sawit, AISA memang belum lama berkecimpung di sektor tersebut. Mereka mulai menjajal sawit pada 2012.

Kala itu mereka mengakuisisi PT Bumiraya Investindo. Geliat ekspansi AISA di bisnis sawit sangat besar dengan langsung akuisisi 5 perusahaan sawit lainnya, yakni PT Mitra Jaya Agro Palm, PT Airlangga Sawit Jaya, PT Chandra Palma Oetama, PT Muara Bungo Plantation, dan PT Tugu Palma Sumatera.

Selain itu, AISA juga membentuk perusahaan patungan bersama Bunge Agribusiness Singapore Pte. LTd lewat Bumiraya Investindo pada 2011.

Tak hanya sampai disitu, pada 2012 Bumiraya juga mengakuisisi PT Tandan Abadi mandiri yang memiliki lahan konsesi seluas 14.000 hektar pada Desember 2012.

Secara total, sampai 2012, Tiga Pilar melalui BRI memiliki lahan seluas 92.899 hektar. Dari jumlah itu, seluas 15.805 hektar sudah ditanami kelapa sawit saat itu.

Namun, entah berapa dana yang digelontorkan AISA untuk bisnis sektor sawit tersebut.

Pastinya, perseroan sempat berencana ekspansi investasi di sektor sawit senilai Rp600 miliar pada 2013. Nilai itu konon digunakan untuk akuisisi PT Golden Plantation. Artinya, nilai jual emiten berkode GOLL itu lebih kecil ketimbang periode investasi AISA di sektor sawit sejak 2012.

Tiga Pilar Sejahtera Kebut Bisnis Makanan dan Tambah Surat utang

Setelah menjual Golden Plantation, AISA mengebut bisnis makanannya. Pada tahun itu, mereka meresmikan 5 unit pabrik bihun instan PT Tiga Pilar Sejahtera [entitas awal perseroan].

Tak hanya itu, perseroan juga mulai ‘ngeh’ dengan dunia digital dengan meluncurkan Sales Force Automation, sebuah aplikasi penjualan yang bisa digunakan dari ponsel pintar.

Mereka juga meluncurkan konsep Mitra Usaha Maknyus, yakni layanan pesan antar. Kalau melihat namanya, mungkin ini layanan pesan antar beras Maknyus langsung ke konsumen.

Selain melanjutkan ekspansi gila-gilaan di sektor makanan, Tiga Pilar Sejahtera juga menerbitkan sukuk kedua pada 2016 senilai Rp1,2 triliun. Kupon sukuk itu mencapai 10%-10,75%.

Sebenarnya, nilai sukuk itu lebih rendah ketimbang rencana awal yang mencapai Rp1,5 triliun.

Mayoritas dana dari sukuk itu digunakan untuk pinjaman kepada anak usaha. Total pinjaman yang diberkan AISA kepada empat anak usahanya, PT Dunia Pangan, PT Indo Beras Unggul, PT Jatisari Srirejeki dan PT Suskes Abadi Karya Inti senilai Rp994,33 miliar.

Dana itu akan digunakan anak usahanya untuk membayar utang bank dan modal usaha.

Secara rinci, Dunia Pangan menerima pinjaman Rp612,52 miliar, Indo Beras Unggul Rp154,58 miliar, Jatisari Srirejeki mendapatkan Rp60 miliar dan Sukses Abadi Karya Rp212,95 miliar.

Khusus Dunia Pangan, anak usaha AISA itu akan menggunakan pinjaman untuk membayar utang kepada Rabobank International, Bank Maybank Indonesia, Bank of Tokyo Mitusbishi UFJ Ltd., dan Bank Permata.

Bisnis Beras Tiga Pilar yang Runtuh Seketika

Entah mimpi atau ada dosa apa, Tiga Pilar mengalami awal sialnya di 2017. Bisnis beras perseroan goyah seketika setelah ada dugaan mengoplos beras subsidi menjadi beras premium.

Satgas Pangan pun menggerebek gudang beras milik anak usaha Tiga Pilar tersebut. Alhasil, sebanyak 1.161 ton beras milik anak usaha AISA disita.

Kejadian itu menjadi titik awal anjloknya harga saham AISA, si calon pesaing Indofood. Pada 21 Juni 2017, harga saham AISA terjun bebas secara harian 24,92% menjadi Rp1.205 per saham.

Tiga Pilar pun sudah membantah kalau anak usahanya PT Indo Beras Unggul mengemas ulang beras medium bersubsidi dan dijual sebagai beras premium dengan merek Ayam Jago dan Maknyuss.

Brand beras Tiga Pilar yang menjadi penopang kinerja perseroan sepanjang hampir satu dekade terakhir pun rusak.

Permasalahan ini berbuntut panjang, AISA akhirnya menutup dua pabrik beras dan PHK sekitar 1.700 karyawan pada akhir 2017. Alasannya, bisnis beras dianggap tidak memberikan keuntungan lagi bagi perseroan.

Di sisi lain, perseroan sudah mengucurkan pinjaman dalam jumlah besar ke anak usaha berasnya itu pada 2016. Pinjaman itu berasal dari Sukuk yang diterbitkan pada 2016 senilai Rp1,2 triliun.

Dari sinilah drama keruntuhan digdaya sang wonderkid sektor konsumer dimulai. Entah ada hubungannya atau tidak, sejak kehilangan Priyo, AISA pun seperti kehilangan arah dan tujuan.

Kisah selanjutnya akan diceritakan di seri keempat.

The post Tiga Pilar Sejahtera, Detik-detik Keruntuhan Raja Beras Premium appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/tiga-pilar-sejahtera-detik-detik-keruntuhan-raja-beras-premium/feed/ 0
Perang Minyak Kedua Dalam Satu Dekade, Siapa Pemenangnya? https://suryarianto.id/perang-minyak-kedua-dalam-satu-dekade-siapa-pemenangnya/ https://suryarianto.id/perang-minyak-kedua-dalam-satu-dekade-siapa-pemenangnya/#respond Tue, 10 Mar 2020 06:30:54 +0000 https://suryarianto.id/?p=930 Perang minyak mendadak muncul di tengah serbuan Virus Corona. Apa penyebab perang minyak ini terjadi? Jika membahas itu, kita harus kembali ke periode 2012-an ketika menjadi titik awal booming shale oil di Amerika Serikat (AS). Berbicara shale oil, produk itu bukanlah sesuatu yang baru di dunia. Merunut sejarahnya, Shale Oil justru lebih dulu ditemukan ketimbang […]

The post Perang Minyak Kedua Dalam Satu Dekade, Siapa Pemenangnya? appeared first on SuryaRianto.

]]>
Perang minyak mendadak muncul di tengah serbuan Virus Corona. Apa penyebab perang minyak ini terjadi?

Jika membahas itu, kita harus kembali ke periode 2012-an ketika menjadi titik awal booming shale oil di Amerika Serikat (AS). Berbicara shale oil, produk itu bukanlah sesuatu yang baru di dunia.

Merunut sejarahnya, Shale Oil justru lebih dulu ditemukan ketimbang minyak mentah yang digali langsung. Namun, shale oil meredup karena biaya produksi minyak mentah langsung lebih murah sehingga harga jualnya pun lebih murah.

BACA JUGA: Harga Masker Melejit, Masih Mau Berjudi di KAEF dan INAF?

Nah, pada periode 2012-2014, harga minyak dunia melonjak tinggi hingga sempat tembus US$100 per barel. Di sini pula bersamaan dengan boomingnya Shale Oil di AS.

Hingga salah satu edisi National Geographic menceritakan dampak negatif dari booming shale oil di AS tersebut.

Sampai titik harga minyak yang sangat tinggi pada pertengahan 2014, secara berangsur harga minyak mulai turun. Itu terjadi seiring dengan penurunan permintaan dari China dan AS yang mulai menikmati konsumsi shale oilnya.

perang minyak produksi minyak AS

Awal polemik terjadi ketika pertemuan Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) pada Desember 2014. Kala itu muncul perdebatan apakah OPEC akan memangkas produksi atau tidak demi menjaga harga minyak dunia agar tidak anjlok.

Seingat saya, kala itu OPEC batal pangkas produksi sehingga harga minyak makin anjlok. Alasannya, OPEC tidak mau kehilangan pangsa pasarnya di tengah AS yang semangat menggenjot produksi Shale Oilnya.

Di sisi lain, AS yang merupakan salah satu importir minyak terbesar, kini mulai bisa swasembada minyak.
Bahkan, pasokan minyak AS berlebihan hingga ada peluang untuk ekspor minyak. Pada periode 2015-2016 inilah harga minya dunia jatuh ke titik terendahnya.

perang minyak pasokan AS

Kala itu, harga minyak WTI dan Brent sempat jatuh ke level US$25-US$27 per barel. Harga yang sangat rendah itu membuat produksi shale oil mulai melambat.

Hasilnya, pasokan minyak yang berlebih mulai terserap karena perlambatan produksi. Harga minyak mulai bangkit lagi pada 2018.

Dalam perang minyak edisi pertama itu, AS bisa dibilang pemenangnya karena strategi pemangkasan produksi OPEC yang gagal total menghadang laju penurunan harga. Kegagalan itu akibat produksi shale oil terus dikebut, meski harga minyak sudah anjlok.

Perang Minyak Kedua di periode 2010-2020

Kabar mengejutkan terjadi dalam pertemuan OPEC pada 6 Maret 2020. Rusia menolak rencana OPEC untuk pangkas produksi.

Setelah kegagalan itu, Arab Saudi memperburuk situasi dengan memberikan diskon harga jual ekspor minyaknya pada Sabtu 7 Maret 2020.

Mengutip Bloomberg, Rusia dengan 9 negara yang bukan anggota OPEC tergabung dalam OPEC+. Aliansi OPEC+ inilah yang mengkartel komoditas minyak di dunia.

Perseteruan masalah pemangkasan produksi ini bukan yang pertama kalinya. Setiap negara minyak memiliki misi untuk menjaga keuntungan dengan memproduksi sebanyak-banyaknya.

Namun, di tengah wabah Virus Corona ini, Arab Saudi menilai perlu adanya pemangkasan produksi agar harga minyak tidak turun terlalu dalam. Alasannya, permintaan minyak berpotensi melambat, jika produksi berjalan seperti biasanya supply akan melebihi demand.

Di sisi lain, Rusia menilai rencana kebijakan Arab Saudi itu punya hubungan kuat untuk membantu industri shale oil Amerika Serikat (AS). Apalagi, Presiden AS Donald Trump menggunakan energi sebagai alat politik dan ekonomi.

Rusia juga kesal dengan sanksi AS terkait penyelesaian pipa yang menghubungkan ladang gas Siberia dengan Jerman yang dikenal Nord Stream 2.

Penolakan Rusia itu pun sangat logis, Vladimir Putin enggan memberikan pangsa pasar minyaknya kepada AS. Pasalnya, yang melakukan pemangkasan produksi cuma OPEC+, tetapi AS yang kelebihan pasokan minyak tidak memangkas produksinya.

Artinya, jika permintaan tetap, AS bisa menggarap pasar tersebut, sedangkan Rusia yang tergabung oleh OPEC+ harus rela kehilangan beberapa % pangsa pasarnya jika ikut memangkas produksi.

Dejavu Perang Minyak Periode Pertama

Perang minyak periode kedua ini mengingatkan perang minyak periode pertama silam. Namun, akankah Rusia dan Arab Saudi bisa bertahan jika harga minyak terus ambruk?

Rusia dan Arab Saudi, serta anggota OPEC lainnya, diestimasikan sudah menikmati keuntungan yang lebih banyak ketika harga minyak sempat kembali ke US$80-an per barel hingga tertahan cukup lama di level US$60 per barel.

Titik impas harga minyak Rusia sekitar US$42 per barel. Dari berbagai keuntungan sebelumnya, Rusia diprediksi memiliki posisi yang baik di tengah kemerosotan harga saat ini.

Begitu juga dengan Arab Saudi yang diprediksi memiliki biaya produksi minyak mentah hanya sepertiga dari biaya shale oil AS.

Sayangnya, beberapa negara minyak bakal terancam dari penurunan harga saat ini. Paling pertama adalah Venezuela yang bakal makin suram di tengah gejolak politik.

Begitu juga dengan Iran yang bisa membuat komplikasi tambahan di tengah usaha melindungi perekonomian dari wabah Virus Corona.

Pemenang Perang Minyak

Pihak yang paling diuntungkan adalah para importir seperti China, termasuk Indonesia.

Kejatuhan harga minyak ini bisa jadi antivirus ekonomi dari dampak wabah Covid-19 yang terjadi satu kuartal terakhir.

Untuk Indonesia, penurunan harga minyak ini bisa memangkas defisit transaksi berjalan yang melebar gara-gara impor minyak. Inflasi pun akan terjaga karena mau enggak mau harga BBM nonsubsidi akan menyesuaikan harga pasar.

Beban anggaran pemerintah untuk BBM yang masih disubsidi seperti, Premium dan Solar pun akan berkurang. Pertamina pasti girang bukan main dengan penurunan harga ini, artinya beban menanggung biaya premium bisa sedikit terpangkas.

Apalagi, kalau dilihat dari data per Januari 2020, impor minyak nilainya jauh lebih besar ketimbang ekspor minyak.

Impor minyak mentah US$514 juta, sedangkan ekspor minyak mentah hanya US$32,9 juta. Lalu, impor produk pengolahan hasil minyak US$1,1 miliar, sedangkan ekspornya cuma US$168,9 juta.

Namun, penurunan harga minyak bakal berdampak pula kepada nasib perusahaan sektor batu bara. Pasalnya, batu bara adalah salah satu produk pesaing minyak sehingga penurunan ini bakal berimbas kepada harga batu bara.

Jadi, kalian yang pegang emiten batu bara siap-siap saja ke depannya tantangan sektor itu bakal makin menjadi.

Siap menikmati harga bensin nonsubsidi murah lagi enggak? syaratnya harga minyak di level US$30 per barel ini bertahan terus sampai akhir semester I/2020.

The post Perang Minyak Kedua Dalam Satu Dekade, Siapa Pemenangnya? appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/perang-minyak-kedua-dalam-satu-dekade-siapa-pemenangnya/feed/ 0
Harga Masker Melejit, Yakin masih Mau Berjudi di KAEF dan INAF? https://suryarianto.id/harga-masker-melejit-yakin-masih-mau-berjudi-di-kaef-dan-inaf/ https://suryarianto.id/harga-masker-melejit-yakin-masih-mau-berjudi-di-kaef-dan-inaf/#respond Mon, 09 Mar 2020 11:07:08 +0000 https://suryarianto.id/?p=922 Harga masker benar-benar melejit pascavirus corona. Bahkan, kenaikan harga masker melebihi lonjakan harga saham dua emiten farmasi pelat merah, PT Kimia Farma Tbk. dan PT Indofarma tbk. yang kini berangsur amblas. Mengutip Bisnis.com, pada 4 Maret 2020, Kementerian BUMN memastikan ketersedian masker, antiseptik, dan suplemen tetap mencukupi permintaan. Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan Kimia Farma […]

The post Harga Masker Melejit, Yakin masih Mau Berjudi di KAEF dan INAF? appeared first on SuryaRianto.

]]>
Harga masker benar-benar melejit pascavirus corona. Bahkan, kenaikan harga masker melebihi lonjakan harga saham dua emiten farmasi pelat merah, PT Kimia Farma Tbk. dan PT Indofarma tbk. yang kini berangsur amblas.

Mengutip Bisnis.com, pada 4 Maret 2020, Kementerian BUMN memastikan ketersedian masker, antiseptik, dan suplemen tetap mencukupi permintaan.

Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan Kimia Farma memiliki 1.300 jaringan apotek dan 600 klinik di Indonesia.

BACA JUGA: Mau Tau Berapa Banyak Gaji Direksi Bank BUMN? Cek di Sini Aja

“Mereka [Kimia Farma] sudah melakukan antisipasi sejak 10 Januari 2020 dengan menghadirkan Corona Virus Centre untuk deteksi dini,” ujarnya.

Faktanya, ketika mengunjungi apotek Kimia Farma di Poris, Tangerang, pasokan masker sudah ludes terjual.

“Kami cuma dapat 1 box doang, itu pun kemarin satu orang maksimal beli satu pcs saja,” ujarnya kasir di apotek tersebut.

Masker benar-benar langka, ada sekitar 15 apotek yang saya datangi dengan tujuan membeli masker. Hasilnya, hanya 2 yang mengaku punya stok masker.

Pertama, K24 yang menjual masker N95 dengan harga Rp54.000 per buahnya. Padahal, yang saya cari masker biasa saja yang satu dus isi 50 pcs senilai rata-rata Rp25.000 – Rp30.000.

Kedua, ada tempat jualan alat dan perlengkapan kesehatan yang menjual masker dalam jumlah 1 dus isi 50 pcs. Namun, harga yang ditawarkan Rp450.000 untuk 1 dus yang berisi 50 pcs.

“Kalau beli satuan harganya menjadi Rp10.000,” ujarnya.

Tanpa basa-basi dengan senyuman sinis, saya pun tidak jadi membeli masker di tempat tersebut.

Alhasil, saya pulang dengan tangan hampa untuk mencari pasokan masker.

Harga Masker Naik, Nasib INAF dan KAEF Kini

Dalam berita Bisnis.com itu, Erick menuturkan Kimia Farma sudah melakukan pemesanan bahan baku dari China untuk menambah pasokan masker di dalam negeri.

Erick memastikan jika pasokan bahan baku dari China menipis, pihaknya akan memesan bahan baku dari Eropa sebagai alternatifnya.

“Namun, harga bahan baku dari Benua Biru itu lebih tinggi sehingga harga masker juga bisa lebih mahal nantinya,” ujarnya.

Sebelum harga naik, Erick pun memastikan kalau Kimia Farma tidak akan sengaja menaikkan harga untuk mendapatkan keuntungan lebih besar.

“Harganya kalau di Eropa kan mahal. Jadi jangan digosipkan Kimia Farma ambil kesempatan dalam kesempitan,” ujarnya.

Meskipun begitu, dalam berita itu disebutkan Kimia Farma memberlakukan pembatasan pembelian sebanyak dua masker per transaksi dengan harga Rp2.000 per pcs.

Melihat itu, harga masker yang dijual Kimia Farma sudah melonjak sekitar 300% dari harga normal.

Kita pun tidak bisa prediksi berapa harga masker jika mengambil bahan baku dari Eropa.

Di sisi lain, lonjakan harga masker itu nyatanya tidak membuat saham KAEF, ticker Kimia Farma dan INAF, ticker Indofarma makin renyah melonjak.

Sampai perdagangan Senin (09/03/2020), harga saham KAEF malah amblas 16,38% menjadi Rp740 per saham. Begitu juga dengan saham INAF yang hancur sebesar 14,19% menjadi Rp665 per saham.

Harga KAEF dan INAF sempat menunjukkan kebangkitan setelah hancur lebur pada 2019 sejak 28 Februari 2020.

Keduanya kompak menguat selama 5 hari perdagangan dari 28 Februari 2020 sampai 5 Maret 2020.

INAF naik paling tinggi sebesar 81,91% hanya dalam 5 hari hingga tembus Rp815 per saham. Di sisi lain, harga saham KAEF juga melonjak 57,75% dalam 5 hari hingga tembus Rp915 per saham.

Sayangnya, renyahnya gorengan INAF dan KAEF berakhir di 5 Maret 2020. Setelah itu, kedua saham terus amblas hingga perdangan hari ini.

Secara total, harga saham INAF sudah turun sekitar 18,4%, sedangkan harga saham KAEF sudah turun 19,12%.

Kinerja Keuangan KAEF dan INAF

Kalau dilihat dari segi kinerja keuangan, kedua saham itu lagi dalam kondisi yang kurang baik.

Sampai kuartal III/2019, INAF mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 21,05% menjadi Rp583,53 miliar dibandingkan dengan Rp739,17 miliar pada periode sama tahun lalu.

Nasib bottom linenya lebih miris, masih rugi Rp34,84 miliar. Jika sampai akhir 2019 masih rugi, berarti INAF sudah 4 tahun berturut-turut mencatatkan kerugian.

Jika melihat struktur pendapatan INAF, mayoritas pendapatan perseroan ditopang oleh obat resep penjualan domestik sebesar 79,62% dengan nilai Rp464,65 miliar.

Pos pendapatan terbesar kedua datang dari alat kesehatan, diagnostik, dan lainnya yang sebesar 17,42% atau senilai Rp101,66 miliar.

Sisanya, porsi pendapatan yang berkisar antara 0,15% – 1,67%. Pendapatan lainnya itu berasal dari penjualan obat tanpa resep domestik senilai Rp7,42 miliar, obat resep ekspor Rp910,68 juta, dan obat tanpa resep ekspor Rp8,88 miliar.

Tak seburuk INAF, nasib KAEF bisa dibilang lebih baik. Kimia Farma mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 14,63% menjadi Rp6,87 triliun dibandingkan dengan Rp6 triliun pada periode sama tahun lalu.

Namun, laba bersih KAEF turun drastis sebesar 81,44% menjadi Rp41,83 miliar dibandingkan dengan Rp225,45 miliar. Jika tidak ada perubahan signifikan pada akhir tahun, ini menjadi penurunan laba bersih pertama KAEF sejak periode 2014.

Penyebab anjloknya laba KAEF adalah kenaikan pada semua pos bebannya dari beban pokok penjualan, beban usaha, dan beban keuangan.

beban pokok penjualan naik sekitar Rp700 miliar menjadi Rp4,36 triliun. Beban usahanya naik sekitar Rp400 miliar menjadi Rp2,21 triliun.

Lalu, beban keuangan naik sekitar Rp200 miliar menjadi Rp357,1 miliar. Kenaikan beban keuangan akibat kenaikannya beban bunga bank senilai Rp200 miliar menjadi Rp281,87 miliar dibandingkan dengan Rp83,11 miliar.

Hampir sama dengan INAF, mayoritas pendapatan KAEF ditopang oleh obat resep. Porsi pendapatan obat resep KAEF mencapai 35,07% atau Rp2,48 triliun.

Selain itu, obat generik dan tanpa resep masing-masing berkontribusi sebesar 21%. Sisanya, pendapatan KAEF ditopang oleh pil KB dan alat kesehatan lainnya sebesar 18,95% dan bahan baku sebesar 2,95%.

Jadi, kalian masih yakin mau berjudi di KAEF atau INAF?

The post Harga Masker Melejit, Yakin masih Mau Berjudi di KAEF dan INAF? appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/harga-masker-melejit-yakin-masih-mau-berjudi-di-kaef-dan-inaf/feed/ 0
Gaji Direksi Bank BUMN, Siapa yang Paling Gede Ya? https://suryarianto.id/gaji-direksi-bank-bumn-siapa-yang-paling-gede-ya/ https://suryarianto.id/gaji-direksi-bank-bumn-siapa-yang-paling-gede-ya/#respond Thu, 05 Mar 2020 08:30:42 +0000 https://suryarianto.id/?p=916 Gaji direksi bank BUMN terimajinasikan sangat besar. Ibaratnya, gaji pegawainya aja kayaknya sudah lumayan, bagaimana dengan gaji bosnya ya? Nah, kali ini saya iseng mengulik laporan tahun 2019 ketiga Bank BUMN pelat merah, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Gaji direksi bank […]

The post Gaji Direksi Bank BUMN, Siapa yang Paling Gede Ya? appeared first on SuryaRianto.

]]>
Gaji direksi bank BUMN terimajinasikan sangat besar. Ibaratnya, gaji pegawainya aja kayaknya sudah lumayan, bagaimana dengan gaji bosnya ya?

Nah, kali ini saya iseng mengulik laporan tahun 2019 ketiga Bank BUMN pelat merah, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Gaji direksi bank BUMN terbesar ternyata datang dari Bank Mandiri. Emiten berkode BMRI itu memberikan gaji kepada Direktur Utamanya sepanjang 2019 sekitar Rp472 juta per bulan.

Lalu, Wakil Direktur Utama Bank Mandiri mendapatkan gaji sekitar Rp448,4 juta per bulan. Lalu, Direktur SDM senilai Rp424,8 juta per bulan, direktur lainnya sebanyak 9 orang masing-masing mendapatkan Rp401,2 juta per bulan.

BACA JUGA: Mending Investasi Ke SR012 atau Emas Batangan ya? Ini Pengalaman Saya

Gaji direksi bank BUMN terbesar kedua dipegang oleh Bank Negara Indonesia (BNI). BBNI memberikan upah kepada Direktur Utamanya sekitar Rp260,3 juta per bulan.

Lalu, Wakil Direktur Utama BNI mendapatkan Rp247,28 juta per bulan. Direktur SDM senilai Rp234,27 juta per bulan, dan 8 direktur lainnya menerima upah masing-masing Rp221,25 juta per bulan.

Siapa sangka, Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang menjadi bank dengan aset terbesar di Indonesia menggaji direksinya lebih rendah ketimbang BMRI dan BBNI.

Direktur Utama BRI digaji sekitar Rp233 juta per bulan. Wakil Direktur Utama digaji Rp221,35 juta per bulan, dan 16 direktur lainnya digaji masing-masing diupah sekitar Rp209,7 juta per bulan.

Gaji Direksi Bank BUMN Boleh Bank Mandiri Tertinggi, Kalau Soal Tantiem Bagaimana?

Bank Mandiri boleh menjadi bank pelat merah yang menggaji direksinya paling tinggi ketimbang dua bank pelat merah lainnya. Namun, bagaimana kalau dari segi tantiem?

Tantiem adalah bagian keuntungan perusahaan yang diberikan kepada karyawan jika perusahaan mencatatkan laba bersih.

Dari segi nilai total, BRI mencatatkan tantiem paling tinggi, yakni senilai Rp305,71 miliar. Bank Mandiri di posisi kedua senilai Rp277,17 miliar, dan BNI di posisi ketiga senilai Rp171,11 miliar.

Namun, itu belum mencerminakn pembagian ke direksi karena jumlah direksi yang menerima tantiem antar bank berbeda-beda.

BRI memang secara total menganggarkan tantiem 2018 tertinggi, tetapi nilai itu harus dibagikan kepada 14 orang direksinya. Bank Mandiri yang di posisi kedua juga harus membagikan tantiem ke 14 orang, sedangkan BNI membagikan kepada 11 orang.

Dengan begitu, jika pembagian tantiem dibagi rata, maka BRI membagikan Rp21,83 miliar per orang, Bank Mandiri membagikan Rp19,79 miliar per orang, dan BNI membagikan Rp15,55 miliar per orang.

Namun, kalau menghitung dengan rasio pengupahan gaji. Artinya BRI memberikan tantiem kepada dirutnya senilai Rp23,95 miliar.

Wadirut BRI menerima Rp22,75 miliar dan sisanya dibagikan kepada 12 direksi yang masing-masing senilai Rp21,55 miliar.

Bank Mandiri yang bertengger di popsisi kedua membagikan tantiem ke dirutnya senilai Rp22,71 miliar, Wadirut senilai Rp21,57 miliar, Direktur SDM senilai Rp20,43 miliar, dan 11 direksi lainnya masing-masing senilai Rp19,3 miliar.

BNI yang berada di posisi ketiga membagikan tantiem kepada dirutnya senilai Rp17,73 miliar. Lalu, wadirutnya mendapatkan Rp16,84 miliar, direktur SDM Rp15,95 miliar, dan 8 direksi sisanya masing-masing menerima Rp15,07 miliar.

Adu Fasilitas Direksi Antar Bank BUMN

Selain menerima gaji dan tantiem, direksi bank BUMN juga menerima fasilitas dari perumahan, asuransi, sampai transportasi.

Untuk tunjangan perumahan, Bank Mandiri menjadi paling tinggi dengan anggaran Rp2,55 miliar untuk 10 direksi.

BRI menyusul di posisi kedua dengan total anggaran Rp3,73 miliar untuk 17 direksi. Terakhir, BNI yang menganggarkan Rp1,01 miliar untuk 11 direksi.

Selain tunjangan perumahan, ada pula transportasi yang berbentuk kendaraan. Menarik di sini, direksi bank BUMN yang mendapatkan fasilitas transportasi tertinggi adalah BNI dengan anggaran Rp9,76 miliar untuk 11 direksi.

Posisi kedua dipegang oleh Bank Mandiri senilai Rp561 juta untuk 4 direksi. BRI menjadi yang ketiga dengan anggaran Rp1,07 miliar untuk 17 anggota direksi.

Dari segi asuransi kesehatan, Bank Mandiri menjadi yang terbesar dengan anggaran Rp1,52 miliar per tahun untuk 12 direksi. BNI menyusul di peringkat kedua dengan biaya Rp495 juta untuk 11 direksi.

Di sisi lain, tidak ada jejak asuransi kesehatan dalam laporan tahun BRI 2019. Mungkin ada, tetapi tidak tercatat.

Terakhirnya, tunjangan asuransi purna jabatan.

BRI menjadi bank BUMN yang menganggarkan premi asuransi purna jabatan terbesar loh. BBRI anggarkan Rp19,31 miliar untuk 17 direksi.

Bank Mandiri di posisi kedua dengan anggaran Rp10,14 miliar untuk 12 direksi. Terakhir, BNI menganggarkan Rp7,28 miliar untuk 11 direksi.

Nah, setelah melihat itu semua, enakan jadi direksi di bank BUMN yang mana ya?

The post Gaji Direksi Bank BUMN, Siapa yang Paling Gede Ya? appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/gaji-direksi-bank-bumn-siapa-yang-paling-gede-ya/feed/ 0
Investasi Sukuk Ritel dkk atau Emas? Ini Pengalaman Saya https://suryarianto.id/investasi-sukuk-ritel-atau-emas-ini-pengalaman-saya/ https://suryarianto.id/investasi-sukuk-ritel-atau-emas-ini-pengalaman-saya/#respond Wed, 04 Mar 2020 10:29:12 +0000 https://suryarianto.id/?p=912 Investasi sukuk ritel bisa menjadi pilihan di tengah kondisi ekonomi yang terancam oleh wabah Virus Corona. Apalagi, salah satu jenis surat berharga negara ritel itu lagi ditawarkan sampai 18 Maret 2020. Kamu tertarik? simak ulasan berikut ini dulu. Saya menilai dengan kondisi ekonomi saat ini, diversifikasi portofolio investasi sangat penting. Jangan terpaku hanya di saham […]

The post Investasi Sukuk Ritel dkk atau Emas? Ini Pengalaman Saya appeared first on SuryaRianto.

]]>
Investasi sukuk ritel bisa menjadi pilihan di tengah kondisi ekonomi yang terancam oleh wabah Virus Corona. Apalagi, salah satu jenis surat berharga negara ritel itu lagi ditawarkan sampai 18 Maret 2020. Kamu tertarik? simak ulasan berikut ini dulu.

Saya menilai dengan kondisi ekonomi saat ini, diversifikasi portofolio investasi sangat penting. Jangan terpaku hanya di saham dan ambisi ‘nyerok’ agar rata-rata harga saham bisa turun.

BACA JUGA: Pantau Jadwal dan Saham yang Paling Royal Bagi-bagi Dividen di Sini

Alasannya, ketidakpastian ekonomi global meningkat setelah wabah Virus Corona menyerang dunia hampir sepanjang satu kuartal pada tahun ini. Artinya, potensi gejolak ekonomi global sangat besar.

Belum lagi, persoalan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang belum beres dan tenggelam akibat Virus Corona.

Lalu, di tengah situasi seperti ini, pilihan investasi apa yang bisa menjadi alternatif. Secara ringkas, ada tiga, yakni reksa dana pendapatan tetap, surat berharga negara ritel, dan emas. Alasannya, risiko yang rendah dan tren penurunan suku bunga acuan bank sentral.

Untuk kali ini, saya akan membahas dua instrumen alternatif, yakni surat berharga negara ritel dan emas.

Pengalaman Investasi Sukuk Ritel dkk

Saya memiliki pengalaman investasi di Saving Bond Ritel (SBR) 004 pada 2018 silam. Pada tahun ini, saya akan menerima pokok dari hasil investasi di mana.

Lalu, berapa cuan yang saya peroleh selama invesasi di SBR004? jawabannya enggak ada.

Kok bisa? alasannya, kupon yang dibagikan per bulan sudah lenyap tak bersisa untuk keperluan sehari-hari. Penyebabnya, kupon itu dikirimkan ke rekening dan jumlahnya memang tidak terlalu besar sehingga terpakai tanpa sadar.

Dari SBR004 ini, saya mendapatkan keuntungan sekitar Rp50.000 per bulan. Namun, hingga menuju jatuh tempo, uang hasil kupon SBR004 itu tidak terkumpul dengan baik.

Memang enggak bisa menyalahkan sistem juga, tetapi lebih menarik jika keuntungan itu bisa dikumpulkan terlebih dulu, setelah jatuh tempo baru diberikan semuanya. Hal itu mungkin bisa membuat keuntungan dari surat berharga negara ritel ini lebih menarik.

Setelah saya telusuri, ada yang menggunakan mekanisme itu, yakni di Tri Megah Sekuritas. Mereka memiliki fasilitas kupon surat berharga negara ritel ini dikumpulkan hingga jatuh tempo.

Jadi, saat pengembalian pokok, cuan yang diterima terasa nikmat.

Sayangnya, saya mengambil jalan instan dengan investasi SBR lewat fintech. Soalnya, saya sempat coba lewat bank, tetapi malah sulit dan tidak jelas ujungnya.

Apa Perbedaan ORI, Sukuk Ritel dengan SBR dan Suku Tabungan?

Perbedaan paling mencolok adalah ORI dan Sukuk Ritel bisa diperdagangkan di pasar sekunder, sedangkan SBR dan Sukuk Tabungan tidak bisa.

Namun, SBR dan Sukuk Tabungan punya fasilitas pencairan lebih awal dengan maksimal 50% dari dana yang diinvestasikan. Fasilitas itu baru bisa dilakukan setelah masa tenor berjalan setahun.

Apa maksudnya di pasar sekunder? artinya kalian bisa memindahtangankan kepemilikan surat berharga negara itu kepada orang lain.

Lalu, dari mana untungnya? nah, surat berharga negara ini memiliki harga loh.

Dikutip dari Infovesta, saat ini harga ORI015 bisa dibilang yang paling tinggi ketimbang ORI atau Sukuk Ritel lainnya yang masih aktif.

Harga ORI015 tercatat sebesar 103,8%. ORI015 Oktober ini dirilis pada 2019 dan akan jatuh tempo 15 Oktober 2021.

Tingkat kupon ORI 015 adalah 8,25% per tahun.

Lalu, apa maksud harga 103,8% itu. Jadi, jika kalian memiliki ORI015 senilai Rp1 juta. Jika kalian jual hari ini, maka nilai yang didapatkan senilai Rp1,03 juta, meski kamu sudah menikmati kuponnya selama beberapa bulan terakhir.

Selain masalah bisa dijual di pasar sekunder, perbedaan antara ORI, Sukuk Ritel dengan SBR, Sukuk Tabungan adalah tingkat kupon. Kalau, ORI dan Sukuk Ritel memiliki kupon yang tetap, sedangkan SBR dan Sukuk Tabungan memiliki kupon yang mengambang dengan batas minimal.

Jadi, ketika Bank Indonesia menaikkan suku bunga, tingkat kupon SBR dan Sukuk Tabungan juga naik. Begitu juga, jika Bank Indonesia turunkan suku bunga, tingkat kupon akan turun hingga batas minimal.

Di sisi lain, perubahan suku bunga Bank Indonesia juga tetap memengaruhi ORI dan Sukuk Ritel loh. Namun, pengaruhnya bukan dari segi kupon, tetapi harga jual di pasar sekunder.

Lebih Untung Beli SBN Ritel atau Emas?

Jika ditanya begitu, untuk kondisi saat ini harga emas sudah naik cukup tinggi. Lalu, apakah menjadi momentum yang kurang tepat untuk menyimpan emas?

Menurut saya sih kalau ada dana untuk beli emas, langsung direalisasikan saja. Emas adalah instrumen lindung nilai sehingga layak untuk disimpan jangka panjang.

Harga emas biasanya akan melonjak tinggi ketika ekonomi global terancam melambat atau ada faktor geo politik.

Sejak 2019, harga emas terus menanjak karena banyak faktor, dari geo politik hingga virus Corona yang mengancam ekonomi dunia pada tahun ini.

Apalagi, setelah Federal Reserve memangkas suku bunga sebanyak 50 bps. Hal itu membuat banyak investor melirik emas sebagai instrumen lindung nilai yang tengah berkilau.

Harga beli emas per 4 Maret 2020 sudah senilai Rp827.000 per gram dengan catatan pembelian di Jakarta.

Harga buyback emas udah mencapai Rp749.000 per gram.

Saya membeli emas pada 2014, kala itu harganya masih berkisar di level Rp500.000-an per gram. Setelah hampir 6 tahun disimpan, artinya saya sudah menikmati keuntungan sebesar 49,8%.

Dengan begitu, investasi sukuk ritel dkk dan emas memiliki karakter yang berbeda. SBN memiliki keuntungan single digit per tahun, tetapi memiliki tenor jangka pendek.

Di sisi lain, instrumen emas sangat cocok untuk disimpan jangka panjang. Bisa dibilang untuk dana darurat ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Lalu, lebih baik pilih yang mana? diversifikasi alias masuk kedua-duanya lebih baik sih. Asal, khusus SBN ritel, bisa mengelola keuntungan yang diperoleh dari kupon setiap bulan atau per tiga bulan itu.

Untuk emas, disarankan menyimpan hingga minimal 5 tahun untuk menikmati keuntungan yang maksimal. Selain itu, yang memiliki emas disarankan menjualnya ketika memang benar-benar butuh, kalau sedang tidak butuh ya enggak perlu dijual.

Kecuali, mau ada peralihan portofolio dari emas ke saham atau instrumen lainnya.

The post Investasi Sukuk Ritel dkk atau Emas? Ini Pengalaman Saya appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/investasi-sukuk-ritel-atau-emas-ini-pengalaman-saya/feed/ 0
Jadwal Dividen Tahun Ini, Kira-kira Saham Apa yang Paling Royal Ya? https://suryarianto.id/jadwal-dividen-tahun-ini-kira-kira-saham-apa-yang-paling-royal-ya/ https://suryarianto.id/jadwal-dividen-tahun-ini-kira-kira-saham-apa-yang-paling-royal-ya/#respond Tue, 03 Mar 2020 11:25:09 +0000 https://suryarianto.id/?p=903 Jadwal dividen menjadi yang dinantikan para trader yang mungkin kini sudah merangkap sebagai investor atau memang sejatinya sudah berniat menjadi investor. Lalu, emiten mana yang tebar dividen paling besar ya? Secara nilai total dividen, lima emiten yang terbesar membagikan dividen per 3 April 2020 adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) […]

The post Jadwal Dividen Tahun Ini, Kira-kira Saham Apa yang Paling Royal Ya? appeared first on SuryaRianto.

]]>
Jadwal dividen menjadi yang dinantikan para trader yang mungkin kini sudah merangkap sebagai investor atau memang sejatinya sudah berniat menjadi investor. Lalu, emiten mana yang tebar dividen paling besar ya?

Secara nilai total dividen, lima emiten yang terbesar membagikan dividen per 3 April 2020 adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Danamon Tbk., dan PT Adira Multi Finance Tbk.

Bisa dibilang, kelima saham yang paling royal bagikan dividen sampai saat ini berasal dari sektor finansial.

Secara total, BRI membagikan dividen senilai Rp20,6 triliun, Bank Mandiri bagikan Rp16,49 triliun, BNI bagikan Rp3,85 triliun, Bank Danamon bagikan Rp1,42 triliun, dan Adira bagikan Rp1,05 triliun.

BACA JUGA: Virus Corona Masuk Indonesia, Sentimen Positif untuk Saham Farmasi dan Rumah Sakit?

Jika dilihat dari segi dividen per saham ternyata tidak ada perubahan signifikan. Hanya posisinya yang berubah, Adira menjadi saham yang bagikan dividen per saham paling besar senilai Rp1.054 per saham.

Bank Mandiri berada di posisi kedua dengan nilai Rp353,34 per saham. Lalu, BNI di posisi ketiga dengan nilai Rp206,25 per saham.

Bank Danamon bertengger di posisi keempat dengan nilai Rp187,55 per saham, sedangkan BRI di posisi kelima dengan nilai Rp168,2 per saham

Sampai akhir Februari 2020, baru ada tiga emiten yang melakukan RUPS tahunan. Ketiga emiten itu antara lain, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

1. Valuasi Saham Adira (ADMF)

Adira menutup perdagangan Jumat 3 April 2020 dengan penguatan sebesar 3,31% menjadi Rp7.800 per saham. Lalu, bagaimana dengan valuasi harga saham emiten ini, sudah murah atau masih mahal?

Jika dilihat dengan acuan price earning to ratio (PER) dan price to book value ratio (PBV). Posisi PER Adira saat ini sebesar 3,7 kali, sedangkan PBV sebesar 0,97 kali.

Angka itu bisa dibilang sudah cukup murah. Apalagi, kalian masih bisa mendapatkan hak dividen senilai Rp1.054 per saham jika membeli sebelum 8 April 2020.

Dengan modal Rp780.000 untuk membeli 1 lot saham Adira, kamu akan mendapatkan Rp105.400 dari dividen yang akan dibayarkan pada 30 April 2020.

Nilai dividen itu sudah setara 13,51% dari nilai investasi 1 lot saham Adira. Sebuah persentase cuan yang mungkin cukup sulit untuk didapatkan di tengah pandemi Covid-19 saat ini.

2. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.



Harga saham BMRI pada penutupan Jumat 3 April 2020 menguat 5,79% menjadi Rp5.025 per saham. Lalu, apakah harga sahamnya sudah murah?

Jika di cek secara valuasi dengan acuan PER dan PBV, saat ini PER Bank Mandiri sebesar 8,53 kali, sedangkan PBV sebesar 1,15 kali. Apakah angka valuasi ini cukup murah?

Jika melihat status Bank Mandiri sebagai bank BUKU IV alias kasta tertinggi dan menjadi bank dengan aset terbesar kedua di Indonesia, valuasi itu harusnya sudah cukup murah.

Namun, ada beberapa kekhawatiran terkait saham bank saat ini, yakni terkait dampak pandemi Covid-19. Ada kekhawatiran rasio kredit bermasalah perbankan bisa meningkat.

Di sisi lain, pemerintah sudah menyiapkan stimulus untuk restrukturisasi kredit sejak dini sehingga dampaknya kepada NPL bank bisa lebih sedikit. Apalagi, bank bermodal besar seperti, Bank Mandiri harusnya tidak terdampak signifikan hingga harga sahamnya bakal anjlok parah.

3. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI)

Harga saham BBNI ditutup menguat 4,16% menjadi Rp4.010 per saham pada perdagangan Jumat 3 April 2020.

Jika dilihat dari PER dan PBVnya saat ini, BBNI memiliki PER sebesar 4,86 kali dan PBV 0,61 kali. Artinya, valuasi BBNI bisa dibilang lebih murah ketimbang BMRI yang memiliki PER maupun PBV lebih tinggi dari BBNI.

Kedua bank ini sangat bisa dibandingkan karena apple to apple dari segi bisnis. BBNI dan BMRI sama-sama memiliki porsi kredit di sektor korporasi, konsumer, dan sedikit di UMKM.

Namun, yang perlu dilihat adalah dari segi fundamental keuangan. Bank Mandiri bisa dibilang lebih baik setelah mengalami pemulihan selama tiga tahun terakhir.

Di sisi lain, BNI kini dipimpin oleh Dirut anyar, yang merupakan orang lama, yakni Herry Sidharta. BBNI akan menanti tuah Herry, akankah membawa bank yang pernah jadi bank sentral di Indonesia ke arah yang lebih bagus ke depannya?

4. PT Bank Danamon Tbk. (BDMN)

Selaras dengan saham sektor finansial lainnya, Bank Danamon juga menutup perdagangan Jumat 3 April 2020 dengan kenaikan sebesar 1% menjadi Rp2.030 per saham.

Secara valuasi PER dan PBV, Bank Danamon lebih murah lagi ketimbang BMRI. BDMN memiliki PER sebesar 4,87 kali, sedangkan PBV sebesar 0,44 kali.

Namun, secara PER, BDMN lebih mahal ketimbang BBNI, meski dari segi PBV tetap lebih rendah dari BBNI.

Secara keseluruhan, BDMN sedang masa transisi setelah diakuisisi oleh MUFG grup, bank asal Jepang. Lalu, BDMN pun tengah menuju menjadi bank BUKU IV. [secara modal inti harusnya sudah menjadi bank BUKU IV]

Permasalahan utama Bank Danamon ketika masih berada di tangan Temasek Grup adalah kredit UMKM. Bank Danamon memiliki keunggulan di sektor kredit mikro sejak 2004, tetapi ternyata kredit sektor itu memberikan kredit bermasalah yang cukup tinggi pada beberapa tahun terakhir.

Secara perlahan, Bank Danamon pun sudah membereskan kredit mikro bermasalah tersebut.

5. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI)

Saham BBRI mencatatkan kenaikan tipis 0,7% menjadi Rp2.890 per saham pada penutupan perdagangan 3 April 2020. Bagaimana dengan valuasinya?

Harga saham BBRI itu bisa dibilang sudah anjlok parah dari sebelumnya berada di level Rp4.000-an.

Namun, ternyata dari segi valuasi, saham BBRI tetap yang paling mahal dibandingkan dengan bank besar lainnya seperti, BMRI, BBNI, dan BDMN. BBRI memiliki PER sebesar 10,36 kali dengan PBV 1,73 kali.

Apalagi, BBRI bakal menghadapi tantangan yang lebih besar dalam pandemi Covid-19. Pasalnya, mayoritas portofolio kreditnya di sektor UMKM yang paling terdampak dari pandemi tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh Sri Mulyani yang membandingkan kondisi sekarang dengan krisis 1998. Jika, krisis 1998, UMKM menjadi bisnis yang paling bisa bertahan, tetapi di kala pandemi ini justru bisnis kecil menengah itu yang terengah-engah mencari cuan.

Artinya, BBRI bisa mencatatkan kenaikan rasio kredit bermasalah dan perlambatan pertumbuhan kredit. Mungkin, masih ada peluang mencari posisi harga saham BBRI lebih murah lagi ke depannya, jika kalian tertarik masuk ke bank dengan aset terbesar di Indonesia tersebut.

*update terakhir pada 3 April 2020

The post Jadwal Dividen Tahun Ini, Kira-kira Saham Apa yang Paling Royal Ya? appeared first on SuryaRianto.

]]>
https://suryarianto.id/jadwal-dividen-tahun-ini-kira-kira-saham-apa-yang-paling-royal-ya/feed/ 0