Investasi sukuk ritel bisa menjadi pilihan di tengah kondisi ekonomi yang terancam oleh wabah Virus Corona. Apalagi, salah satu jenis surat berharga negara ritel itu lagi ditawarkan sampai 18 Maret 2020. Kamu tertarik? simak ulasan berikut ini dulu.
Saya menilai dengan kondisi ekonomi saat ini, diversifikasi portofolio investasi sangat penting. Jangan terpaku hanya di saham dan ambisi ‘nyerok’ agar rata-rata harga saham bisa turun.
BACA JUGA: Pantau Jadwal dan Saham yang Paling Royal Bagi-bagi Dividen di Sini
Alasannya, ketidakpastian ekonomi global meningkat setelah wabah Virus Corona menyerang dunia hampir sepanjang satu kuartal pada tahun ini. Artinya, potensi gejolak ekonomi global sangat besar.
Belum lagi, persoalan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang belum beres dan tenggelam akibat Virus Corona.
Lalu, di tengah situasi seperti ini, pilihan investasi apa yang bisa menjadi alternatif. Secara ringkas, ada tiga, yakni reksa dana pendapatan tetap, surat berharga negara ritel, dan emas. Alasannya, risiko yang rendah dan tren penurunan suku bunga acuan bank sentral.
Untuk kali ini, saya akan membahas dua instrumen alternatif, yakni surat berharga negara ritel dan emas.
Pengalaman Investasi Sukuk Ritel dkk
Saya memiliki pengalaman investasi di Saving Bond Ritel (SBR) 004 pada 2018 silam. Pada tahun ini, saya akan menerima pokok dari hasil investasi di mana.
Lalu, berapa cuan yang saya peroleh selama invesasi di SBR004? jawabannya enggak ada.
Kok bisa? alasannya, kupon yang dibagikan per bulan sudah lenyap tak bersisa untuk keperluan sehari-hari. Penyebabnya, kupon itu dikirimkan ke rekening dan jumlahnya memang tidak terlalu besar sehingga terpakai tanpa sadar.
Dari SBR004 ini, saya mendapatkan keuntungan sekitar Rp50.000 per bulan. Namun, hingga menuju jatuh tempo, uang hasil kupon SBR004 itu tidak terkumpul dengan baik.
Memang enggak bisa menyalahkan sistem juga, tetapi lebih menarik jika keuntungan itu bisa dikumpulkan terlebih dulu, setelah jatuh tempo baru diberikan semuanya. Hal itu mungkin bisa membuat keuntungan dari surat berharga negara ritel ini lebih menarik.
Setelah saya telusuri, ada yang menggunakan mekanisme itu, yakni di Tri Megah Sekuritas. Mereka memiliki fasilitas kupon surat berharga negara ritel ini dikumpulkan hingga jatuh tempo.
Jadi, saat pengembalian pokok, cuan yang diterima terasa nikmat.
Sayangnya, saya mengambil jalan instan dengan investasi SBR lewat fintech. Soalnya, saya sempat coba lewat bank, tetapi malah sulit dan tidak jelas ujungnya.
Apa Perbedaan ORI, Sukuk Ritel dengan SBR dan Suku Tabungan?
Perbedaan paling mencolok adalah ORI dan Sukuk Ritel bisa diperdagangkan di pasar sekunder, sedangkan SBR dan Sukuk Tabungan tidak bisa.
Namun, SBR dan Sukuk Tabungan punya fasilitas pencairan lebih awal dengan maksimal 50% dari dana yang diinvestasikan. Fasilitas itu baru bisa dilakukan setelah masa tenor berjalan setahun.
Apa maksudnya di pasar sekunder? artinya kalian bisa memindahtangankan kepemilikan surat berharga negara itu kepada orang lain.
Lalu, dari mana untungnya? nah, surat berharga negara ini memiliki harga loh.
Dikutip dari Infovesta, saat ini harga ORI015 bisa dibilang yang paling tinggi ketimbang ORI atau Sukuk Ritel lainnya yang masih aktif.
Harga ORI015 tercatat sebesar 103,8%. ORI015 Oktober ini dirilis pada 2019 dan akan jatuh tempo 15 Oktober 2021.
Tingkat kupon ORI 015 adalah 8,25% per tahun.
Lalu, apa maksud harga 103,8% itu. Jadi, jika kalian memiliki ORI015 senilai Rp1 juta. Jika kalian jual hari ini, maka nilai yang didapatkan senilai Rp1,03 juta, meski kamu sudah menikmati kuponnya selama beberapa bulan terakhir.
Selain masalah bisa dijual di pasar sekunder, perbedaan antara ORI, Sukuk Ritel dengan SBR, Sukuk Tabungan adalah tingkat kupon. Kalau, ORI dan Sukuk Ritel memiliki kupon yang tetap, sedangkan SBR dan Sukuk Tabungan memiliki kupon yang mengambang dengan batas minimal.
Jadi, ketika Bank Indonesia menaikkan suku bunga, tingkat kupon SBR dan Sukuk Tabungan juga naik. Begitu juga, jika Bank Indonesia turunkan suku bunga, tingkat kupon akan turun hingga batas minimal.
Di sisi lain, perubahan suku bunga Bank Indonesia juga tetap memengaruhi ORI dan Sukuk Ritel loh. Namun, pengaruhnya bukan dari segi kupon, tetapi harga jual di pasar sekunder.
Lebih Untung Beli SBN Ritel atau Emas?
Jika ditanya begitu, untuk kondisi saat ini harga emas sudah naik cukup tinggi. Lalu, apakah menjadi momentum yang kurang tepat untuk menyimpan emas?
Menurut saya sih kalau ada dana untuk beli emas, langsung direalisasikan saja. Emas adalah instrumen lindung nilai sehingga layak untuk disimpan jangka panjang.
Harga emas biasanya akan melonjak tinggi ketika ekonomi global terancam melambat atau ada faktor geo politik.
Sejak 2019, harga emas terus menanjak karena banyak faktor, dari geo politik hingga virus Corona yang mengancam ekonomi dunia pada tahun ini.
Apalagi, setelah Federal Reserve memangkas suku bunga sebanyak 50 bps. Hal itu membuat banyak investor melirik emas sebagai instrumen lindung nilai yang tengah berkilau.
Harga beli emas per 4 Maret 2020 sudah senilai Rp827.000 per gram dengan catatan pembelian di Jakarta.
Harga buyback emas udah mencapai Rp749.000 per gram.
Saya membeli emas pada 2014, kala itu harganya masih berkisar di level Rp500.000-an per gram. Setelah hampir 6 tahun disimpan, artinya saya sudah menikmati keuntungan sebesar 49,8%.
Dengan begitu, investasi sukuk ritel dkk dan emas memiliki karakter yang berbeda. SBN memiliki keuntungan single digit per tahun, tetapi memiliki tenor jangka pendek.
Di sisi lain, instrumen emas sangat cocok untuk disimpan jangka panjang. Bisa dibilang untuk dana darurat ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Lalu, lebih baik pilih yang mana? diversifikasi alias masuk kedua-duanya lebih baik sih. Asal, khusus SBN ritel, bisa mengelola keuntungan yang diperoleh dari kupon setiap bulan atau per tiga bulan itu.
Untuk emas, disarankan menyimpan hingga minimal 5 tahun untuk menikmati keuntungan yang maksimal. Selain itu, yang memiliki emas disarankan menjualnya ketika memang benar-benar butuh, kalau sedang tidak butuh ya enggak perlu dijual.
Kecuali, mau ada peralihan portofolio dari emas ke saham atau instrumen lainnya.