Tiga Pilar Sejahtera mendapatkan dana segar setelah pemegang saham baru, yakni PT Pangan Sejahtera Investama yang dimiliki oleh FKS Food and Agri Pte. Ltd masuk sebagai pemegang saham. Pemilik merek snack Taro itu mendapatkan dana segar Rp329,46 miliar dengan harga pelaksanaan premium di level Rp210 per saham.

Sebelum masuk ke siapa sosok pemegang saham 32,7% emiten berkode AISA yang baru itu, kita akan masuk ke sesi 3 kisah perjalanan AISA.

BACA JUGA: [SERI 1] Dua Dekade Berdiri, Tiga Pilar Sejahtera Ekspansi Gila-gilaan

Dua seri sebelumnya bisa dibilang menceritakan bagaimana Tiga Pilar Sejahtera sangat agresif dalam ekspansi. Sampai mereka yang awalnya bisnis bihun dan mie kering merambah ke makanan manis, CPO, Beras, dan makanan ringan seperti, Taro.

BACA JUGA: [SERI 2] Pesona Tiga Pilar Sejahtera Buat Perusahaan AS Tergoda

Namun, seri kali ini akan menceritakan detik-detik awal keruntuhan kerajaan bisnis AISA tersebut.

Isu terbesar pertama terjadi pada pertengahan 2016. Kala itu, perseroan memutuskan lepas PT Golden Plantation Tbk. senilai Rp521,43 miliar kepada PT JOM Prawarsa Indonesia. Alasan penjualan bisnis sawit itu antara lain karena merasa sektor perkebunan itu bukanlah bisnis utamanya.

PODCAST: Apa Sih Dampak dari Aksi Buyback Saham Tanpa RUPS?

Porsi pendapatan perseroan dari bisnis sawit memang masih lebih kecil ketimbang beras.

Untuk itu, perseroan akan fokus mengembangkan bisnis beras dan makanan ringan, serta mie dan bihun kering yang sudah dirintis lebih dulu.

Ngomong-ngomong bisnis sawit, AISA memang belum lama berkecimpung di sektor tersebut. Mereka mulai menjajal sawit pada 2012.

Kala itu mereka mengakuisisi PT Bumiraya Investindo. Geliat ekspansi AISA di bisnis sawit sangat besar dengan langsung akuisisi 5 perusahaan sawit lainnya, yakni PT Mitra Jaya Agro Palm, PT Airlangga Sawit Jaya, PT Chandra Palma Oetama, PT Muara Bungo Plantation, dan PT Tugu Palma Sumatera.

Selain itu, AISA juga membentuk perusahaan patungan bersama Bunge Agribusiness Singapore Pte. LTd lewat Bumiraya Investindo pada 2011.

Tak hanya sampai disitu, pada 2012 Bumiraya juga mengakuisisi PT Tandan Abadi mandiri yang memiliki lahan konsesi seluas 14.000 hektar pada Desember 2012.

Secara total, sampai 2012, Tiga Pilar melalui BRI memiliki lahan seluas 92.899 hektar. Dari jumlah itu, seluas 15.805 hektar sudah ditanami kelapa sawit saat itu.

Namun, entah berapa dana yang digelontorkan AISA untuk bisnis sektor sawit tersebut.

Pastinya, perseroan sempat berencana ekspansi investasi di sektor sawit senilai Rp600 miliar pada 2013. Nilai itu konon digunakan untuk akuisisi PT Golden Plantation. Artinya, nilai jual emiten berkode GOLL itu lebih kecil ketimbang periode investasi AISA di sektor sawit sejak 2012.

Tiga Pilar Sejahtera Kebut Bisnis Makanan dan Tambah Surat utang

Setelah menjual Golden Plantation, AISA mengebut bisnis makanannya. Pada tahun itu, mereka meresmikan 5 unit pabrik bihun instan PT Tiga Pilar Sejahtera [entitas awal perseroan].

Tak hanya itu, perseroan juga mulai ‘ngeh’ dengan dunia digital dengan meluncurkan Sales Force Automation, sebuah aplikasi penjualan yang bisa digunakan dari ponsel pintar.

Mereka juga meluncurkan konsep Mitra Usaha Maknyus, yakni layanan pesan antar. Kalau melihat namanya, mungkin ini layanan pesan antar beras Maknyus langsung ke konsumen.

Selain melanjutkan ekspansi gila-gilaan di sektor makanan, Tiga Pilar Sejahtera juga menerbitkan sukuk kedua pada 2016 senilai Rp1,2 triliun. Kupon sukuk itu mencapai 10%-10,75%.

Sebenarnya, nilai sukuk itu lebih rendah ketimbang rencana awal yang mencapai Rp1,5 triliun.

Mayoritas dana dari sukuk itu digunakan untuk pinjaman kepada anak usaha. Total pinjaman yang diberkan AISA kepada empat anak usahanya, PT Dunia Pangan, PT Indo Beras Unggul, PT Jatisari Srirejeki dan PT Suskes Abadi Karya Inti senilai Rp994,33 miliar.

Dana itu akan digunakan anak usahanya untuk membayar utang bank dan modal usaha.

Secara rinci, Dunia Pangan menerima pinjaman Rp612,52 miliar, Indo Beras Unggul Rp154,58 miliar, Jatisari Srirejeki mendapatkan Rp60 miliar dan Sukses Abadi Karya Rp212,95 miliar.

Khusus Dunia Pangan, anak usaha AISA itu akan menggunakan pinjaman untuk membayar utang kepada Rabobank International, Bank Maybank Indonesia, Bank of Tokyo Mitusbishi UFJ Ltd., dan Bank Permata.

Bisnis Beras Tiga Pilar yang Runtuh Seketika

Entah mimpi atau ada dosa apa, Tiga Pilar mengalami awal sialnya di 2017. Bisnis beras perseroan goyah seketika setelah ada dugaan mengoplos beras subsidi menjadi beras premium.

Satgas Pangan pun menggerebek gudang beras milik anak usaha Tiga Pilar tersebut. Alhasil, sebanyak 1.161 ton beras milik anak usaha AISA disita.

Kejadian itu menjadi titik awal anjloknya harga saham AISA, si calon pesaing Indofood. Pada 21 Juni 2017, harga saham AISA terjun bebas secara harian 24,92% menjadi Rp1.205 per saham.

Tiga Pilar pun sudah membantah kalau anak usahanya PT Indo Beras Unggul mengemas ulang beras medium bersubsidi dan dijual sebagai beras premium dengan merek Ayam Jago dan Maknyuss.

Brand beras Tiga Pilar yang menjadi penopang kinerja perseroan sepanjang hampir satu dekade terakhir pun rusak.

Permasalahan ini berbuntut panjang, AISA akhirnya menutup dua pabrik beras dan PHK sekitar 1.700 karyawan pada akhir 2017. Alasannya, bisnis beras dianggap tidak memberikan keuntungan lagi bagi perseroan.

Di sisi lain, perseroan sudah mengucurkan pinjaman dalam jumlah besar ke anak usaha berasnya itu pada 2016. Pinjaman itu berasal dari Sukuk yang diterbitkan pada 2016 senilai Rp1,2 triliun.

Dari sinilah drama keruntuhan digdaya sang wonderkid sektor konsumer dimulai. Entah ada hubungannya atau tidak, sejak kehilangan Priyo, AISA pun seperti kehilangan arah dan tujuan.

Kisah selanjutnya akan diceritakan di seri keempat.

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Social profiles