Saham AKRA sudah turun hingga 22,53% sepanjang tahun berjalan ini. Namun, ada secercah harapan untuk saham eks produsen sorbitol ini ke depannya, meski dari sisi kinerja masih sangat menantang.
Harga saham AKRA bisa kembali menghijau tipis 0,66% menjadi Rp3.060 per saham pada penutupan perdagangan Kamis (20/02/2020).
Sebenarnya, saham AKRA mulai menarik saat perdagangan pada 18 Februari 2020. Saat itu, harga saham naik 0,97% menjadi Rp3.100 per saham.
Sebuah angin segar untuk para pemegang saham AKRA yang masuk pada kisaran Rp3.700-an, meski penguatannya masih tergolong labil.
BACA JUGA: AKRA, Membongkar Pesona Eks Produsen Sorbitol Raksasa Dunia
Namun, kenaikan harga saham AKRA pada periode itu bukan tanpa sebab. Ada transaksi yang dilakukan oleh pemegang saham di atas 5%.
PT Artha Kencana Rayatama belanja 1,7 juta saham AKRA pada periode itu. Dengan transaksi itu, jumlah kepemilikan Artha Kencana Rayatama menjadi 10,95% dibandingkan dengan 10,91% pada periode sebelumnya.
Usut punya usut, Artha Kencana Rayatama memiliki presiden komisaris yang sama dengan AKRA, yakni Soegiarto Adikoesoemo.
Soegiarto adalah founder AKR Corporindo yang didirikan pada 1992. Jadi, bisa dibilang, transaksi ini dilakukan oleh pihak AKR sendiri.
Ketika sang founder memutuskan untuk melakukan aksi beli, akankah ada suatu aksi dari AKRA yang bisa mengerek harga sahamnya?
Prospek Saham AKRA
Salah satu prospek saham AKRA adalah lini bisnis kawasan industri. Perseroan optimistis kalau lini bisnis itu bisa mendongkrak kinerja dengan potensi tambahan tenant.
Dikutip dari Bisnis.com, Direktur AKR Corporindo Suresh Vembu mengatakan perseroan tengah bernegosiasi dengan beberapa calon tenant yang berminat untuk kawasan Industry Java Integrated Industrial Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur.
Tahun lalu, AKRA sudah memiliki dua penghuni baru di JIIPE, yakni PT Waskita Beton Precast Tbk. dan PT Pangan Sari Utama Food Distribution.
Selain dua perusahaan itu, PT Freeport Indonesia juga menyewa lahan seluas 103 hektare di JIIPE untuk pembangunan smelter.
Nantinya, pendapatan sewa itu bakal dimasukkan ke dalam laporan keuangan kuartal IV/2019. Artinya, bisa saja kinerja AKRA sepanjang 2019 akan lebih baik.
Pasalnya, kinerja laba bersih AKRA sampai kuartal III/2019 susut 58,75% menjadi Rp521,97 miliar dibandingkan dengan Rp1,26 triliun pada periode sama tahun sebelumnya.
Penurunan laba bersih itu selaras dengan penurunan pendapatan sebesar 10,15% menjadi Rp15,11 triliun.
Lebih miris lagi, arus kas AKRA juga minus Rp526,46 miliar. Ditambah, rasio debt to equity ratio (DER) perseroan sudah lebih dari 100%, yakni 115,17%.
Apakah AKRA Layak Koleksi?
Kalau dilihat rasio profitabilitynya, Dividend Payout Ratio (DPR) AKRA bisa dibilang cukup tinggi, yakni 127,66%. Bagi, yang mengincar laba jangka pendek, AKRA bisa menjadi opsinya nih. Apalagi, sekarang mulai masuk masa RUPS tahunan dan pembagian dividen, meski sampai kuartal ketiga kemarin laba AKRA lagi tergerus.
Dari sisi Return on Equity (ROE) AKRA berada di sekitar 9,19%, sedangkan Return on Asset (ROA) sebesar 3,9%. Artinya, AKRA hanya mampu menghasilkan keuntungan 9,19% dari total modalnya. Lalu, perseroan juga cuma bisa menghasilkan keuntungan 3,9% dari aset yang dimilikinya.
Dengan fundamentalnya itu, Price Earning Ratio (PER) AKRA sebesar 16,28 kali dengan Price Book Value (PBV) Ratio 1,5 kali. Saya tidak bisa mengatakan posisi ini sudah murah, tetapi sudah masuk ke dalam posisi layak koleksi.
Itu pun jika bisnis sektor lahan industri bisa berjalan dengan baik. Target tenant baru bisa tercapai sehingga kinerja bisa optimal dan harga saham AKRA bisa bangun lagi.
Kamu mau koleksi AKRA jadi salah satu portofolio sahammu?