Saham Astra International terus anjlok sepanjang tahun ini. Puncaknya, pada 13 Februari 2020 ketika harga saham perusahaan multinasional itu turun tembus Rp5.950 per saham. Kira-kira, salah satu saham Bluechip ini bisa tetap jadi koleksi yang menarik enggak ya?
Kini, harga saham Astra dengan kdoe ASII itu sudah bangkit lagi. Pada penutupan perdagangan Rabu (19/02/2020), harga saham Astra International naik 2,46% secara harian menjadi Rp6.250 per saham. Namun, badai Astra tampaknya belum berhenti.
Jika melihat kinerja Astra sampai kuartal III/2019, tekanan kinerja keuangan bisa membuat harga saham ASII kembali tertekan.
BACA JUGA: Beli 4% Saham Blue Bird, Jadi Langkah Awal Gojek untuk Delisting?
Sampai 9 bulan pada 2019 saja, Astra hanya mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 1,24%. Persentase itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan periode sama pada tahun sebelumnya yang sebesar 16,41%.
Begitu juga dengan laba bersih, Astra mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 7,06% dibandingkan dengan kenaikan 20,37% pada kuartal ketiga 2018.
Dengan begitu, harga saham Astra pun terancam mendapatkan sentimen musiman akibat kinerja yang kurang bagus.
Saham Astra Tertekan Industri Otomotif dan Kinerja Anak Usaha yang Kurang Bergairah
Secara keseluruhan, bisnis Astra menjamah tujuh sektor usaha. Ketujuh sektor itu antara lain, otomotif, jasa keuangan, alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi, agri bisnis, infrastruktur dan logistik, teknologi informasi, dan properti.
Di sektor otomotif, Astra memiliki anak usaha yang sudah melantai di BEI, yakni PT Astra Otoparts Tbk. Saat ini, emiten berkode AUTO itu memiliki aset senilai Rp16,43 triliun.
Kinerja AUTO bisa dibilang sedikit lebih baik dari sisi laba bersih. Sampai kuartal III/2019, AUTO mencatatkan kenaikan laba bersih 23,69%, meski pendapatannya tumbuh melambat 1,12%.
Dari sektor jasa keuangan, Astra tengah memproses penjualan PT Bank Permata Tbk. Dengan penjualan itu, Astra harusnya memiliki dana segar yang lumayan besar.
Bangkok Bank mengakuisisi Bank permata dengan harga Rp1.498 per saham atau senilai Rp37,43 triliun. Jika dibagi dua dengan Standard Chartered, Astra mendapatkan dana segar sekitar Rp18 triliun.
Selain Bank Permata yang sudah dilepas, Astra tidak memiliki entitas di sektor jasa keuangan yang melantai di bursa.
Lalu, untuk alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi, Astra memiliki dua entitas yang melantai di BEI, yakni PT Acset Indonusa Tbk. dan PT United Tractors Tbk.
Namun, nasib Acset Indonusa bisa dibilang lagi kurang baik. Perseroan mencatatkan pertumbuhan laba bersih minus 924,56% pada kuartal III/2019, meski pendapatannya tumbuh 12,28%.
Pertumbuhan pendapatannya itu pun cenderung melambat dibandingkan dengan kuartal III/2018.
Hampir senasib, tapi enggak separah ACST, United Tractors atau UNTR juga mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 4,77%. Di sisi lain, pendapatannya tumbuh melambat 7,33% dibandingkan 32,14% pada kuartal III/2018.
Dari sektor Agribisnis, Astra memiliki PT Astra Agro Lestari Tbk. Sayangnya, nasib AALI [kode Astra Agro Lestari] juga kurang bagus. Laba bersihnya minus 90,11%, sedangkan pendapatannya turun 9,99%.
Kemudian, di sektor teknologi informasi, Astra memiliki Astra Graphia. Nasibnya pun sama dengan saudara-saudara lainnya, laba bersih minus 27,69%, sedangkan pendapatan hanya tumbuh 2,82%.
Lalu, Semenarik Apa Saham Astra untuk Dikoleksi?
Melihat badai yang menerpa anak usaha, termasuk Astra Internationalnya sendiri. Apakah artinya saham Astra tidak menarik?
Untuk jangka panjang, saya masih menyarankan ASII sebagai salah satu koleksi. Pasalnya, diversifikasi sektor usaha yang sudah banyak itu punya prospek cerah ke depannya.
Apalagi, dari segi valuasi saham, ukuran emiten dengan kapitalisasi pasar Rp253,02 triliun tergolong sudah lumayan murah.
Price to earning ratio (PER) ASII sebesar 11,95 kali, meski masih di atas 10 namun level itu masih cenderung murah. Lalu, price book value ratio (PBV) ASII juga masih di level 1,77 kali.
Meskipun murah, ternyata tingkat Debt to Equity Ratio (DER) Astra lumayan besar, yakni sebesar 124,08%. Level itu sudah di atas 100%.
Apalagi, arus kas yang tersedia di ASII saat ini sekitar Rp17,61 triliun.
Melihat fundamental itu, mungkin saja harga ASII tertahan di level Rp6.000 dengan sesekali sentuh Rp5.000-an. Namun, kita perlu juga melihat prospeknya di 2020.
Jika oke, bisa saja saham ASII kembali ke level Rp8.000-an seperti akhir 2018. Artinya, saat ini bisa menjadi momentum untuk meng-average down share price atau menurunkan rata-rata harga saham ASII yang dimiliki, khusus bagi kalian yang sudah pegang Astra.
Buat yang belum, tidak ada salahnya mulai menyicil di setiap posisi harganya rendah. Kalau rata-rata harga di level Rp6.000 dan tahun ini bisa ke Rp8.000 kan lumayan bisa cuan 30%-an.
Jadi, apa kamu tertarik koleksi ASII?