Pinjaman online seolah menjadi angin segar bagi mereka yang kesulitan mendapatkan pinjaman bank. Namun, kemudahan bukan berarti permasalahan selesai, banyak masalah yang terjadi dari cara penagihan sampai penyebaran data pribadi.
Seiring minat yang tinggi, platform pinjaman online pun bertebaran bak kulit kacang. Sayangnya, tidak semua sudah berstatus terdaftar dan mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
PODCAST : The Last Episod of Bacot Badminton Season 01
OJK adalah regulator dan pengawas lembaga jasa keuangan, termasuk teknologi finansial pinjaman online.
Jika melihat data OJK sampai Juli 2019, mayoritas debitur alias yang ‘ngutang’ lewat pinjaman online itu mayoritas dari Jawa sebanyak 9,44 juta akun. Lalu, debitur dari luar jawa hanya 1,97 juta akun.
Lalu, rata-rata nilai pinjaman terendah sampai Juli 2019 senilai Rp24,1 juta, sedangkan rata-rata nilai pinjaman yang di salurkan senilai Rp85,48 juta.
Namun, data itu hanya mengacu transaksi yang terjadi lewat platform pinjaman online [daring] yang sudah terdaftar di OJK.
Sejauh ini sudah ada 113 platform pinjaman daring yang terdaftar di OJK. Lalu, baru tujuh platform yang mendapatkan izin OJK, yakni, Danamas, Investree, Amartha, Dompet Kilat, KIMO, Tokomodal, dan Uang Teman.
Pinjaman Online dan Penagihan yang Tak Beretika
Sepanjang Juli – Agustus 2019, masalah data pribadi dan pinjaman online menggema. Bahkan, salah satu akun Twitter yang mengungkapkan ada grup jual-beli data pribadi sempat hampir diadukan ke polisi oleh Kemendagri, untungnya rencana pengaduan itu urung dilakukan.
BACA JUGA: Transaksi Kartu Debit masih Kena Surcharge? Bank Indonesia, Merchant atau Konsumen yang Salah?
Lewat data Drone Emprit Academy, banyak informan di Twitter yang menjelaskan fakta terkait akses data pribadi oleh platform pinjaman online.
Salah satunya, akun Twitter @EDDYSANTRI yang berkicau bakal membungkam para rentenir berkedok aplikasi pinjaman daring yang sangat meresahkan masyarakat.
Eddy Santri menampilkan tangkapan layar pesan instan yang isinya ancaman jika tidak melunasi pinjaman sebelum pukul 12:00 siang, sang penagih bakal memproses data dan menghubungi kerabat, keluarga, tempat kerja, mengirimkan pesan ke semua kontak, dan menyebarkan data.
Ternyata, ancaman itu berasal dari aplikasi pinjaman daring Dana Plus.
Jika melihat data di OJK, Dana Plus bukan salah satu platform pinjaman daring yang terdaftar. Apalagi, aplikasi itu juga tidak muncul juga di Play Store.
Namun, aplikasi itu ada di situs apkpure.com. Di situs itu, Dana Plus tersedia dengan motto Lending [Pinjaman] Aman & Mudah.
Di bagian deskripsi, Dana Plus menjelaskan mereka adalah platform pinjaman daring tanpa jaminan.
Proses pendaftarannya adalah daftarkan nomor ponsel, ajukan pinjaman, isi informasi, tunggu konfirmasi, dan dana langsung masuk rekening.
Menariknya, deskripsi itu menjelaskan tenor pinjaman 7 hari dan 14 hari dengan bunga pinjaman 14% per tahun.
Namun, ketika simulasi, bunga kredit 14% itu berlaku penuh saat jatuh tempo. Artinya, bunga kredit yang dikenakan sangat besar sekali untuk tenor pinjaman dua minggu.
Harusnya, jika ketentuan bunga kreditnya 14% per tahun, artinya konsumen hanya dikenakan bunga 0,54% jika jatuh tempo dalam dua pekan.
Simpulan di sini, ada dua pihak yang salah, pertama konsumen yang ‘mungkin’ tidak tahu kalau platform itu belum terdaftar di OJK.
Namun, dia bisa mengunduh aplikasi yang tidak ada di Play Store. Artinya, dia mendapatkan link unduhnya dan tertarik mencoba. Ini menjadi risiko sendiri sebenarnya karena mengunduh aplikasi yang tidak resmi.
Kedua, pihak Dana Plus yang beroperasi secara ilegal atau belum terdaftar di OJK.
Tawaran Menggiurkan Pinjaman Online via SMS dan Pesan Instan
Tak hanya Dana Plus, ada seorang perempuan di Solo dipermalukan oleh penagih platform pinjaman daring Incash lewat penyebaran meme yang tidak senonoh.
Dalam meme itu, sang perempuan disebut rela ‘digilir’ senilai Rp1,05 juta untuk melunasi utang di aplikasi Incash.
Kasus ini mirip dengan Dana Plus di mana sang penagih mengancam akan menyebarkan data sampai membuat grup Whatsapp. Namun, kali ini bukan mengancam kerabat, tapi mempermalukan si debiturnya tersebut.
Sama dengan Dana plus, Incash tidak terdaftar di OJK dan Play Store. Korban platform pinjaman daring ilegal itu pun mendapatkan link unduhnya lewat pesan singkat.
Nama Incash pun cukup banyak digunakan. Awalnya, saya menemukan Incash yang bukan platform pinjaman online, melainkan tempat main judi daring yang katanya terpercaya di Indonesia.
Namun, saya menemukan tempat pengunduhan Incash di apkfollow.com. Aplikasi itu dikembangkan oleh Margarett Niles.
Awalnya, saya pikir ini platform yang beroperasi di luar negeri. Namun, setelah melihat tangkapan layar aplikasi, saya yakin ini mungkin Incash yang disebut dalam kasus tersebut.
Korban pun disebut mendapatkan link unduh aplikasi Incash lewat pesan singkat. Pertanyaan selanjutnya, dari mana pengirim pesan singkat tahu nomor korban atau kalian yang pernah mendapatkan tawaran pinjaman Online?
Awal Mula Kehebohan Pinjaman Online di Twitter
Lewat Drone Emprit, saya menghimpun awal kehebohan topik pinjaman online di Twitter. Salah satunya berawal @S0rryMyBad_ yang membuat thread tentang bahaya pinjaman online tersebut pada 21 Juli 2019.
Akun itu menyebutkan data historis pengguna BPJSTKU, Grab, Go-Jek, dan beberapa aplikasi toko daring seperti, Tokopedia, Bukalapak, dan sebagainya bisa diakses dengan mudah.
Di sini mulai mencuat dugaan jual-beli data yang bisa diperoleh lewat data-data terbuka.
Beberapa akun lainnya juga membuat thread serupa. Salah satunya akun @Rivkieymuhammad. yang mengutip postingan di Linkedin.
Dari sisi OJK pun memastikan, jika platform pinjaman daring yang terdaftar dan mendapatkan izin tidak bisa mengakses data pribadi konsumen secara penuh.
“Mereka cuma bisa akses lokasi, kamera, dan mikrophone dari konsumennya,” ujarnya.
Namun, OJK hanya membawahi perusahaan tekfin pinjaman daring, sedangkan e-Commerce dan dompet digital berada di bawah pengawas yang berbeda. Jadi, jika mau memastikannya harus konfirmasi ke regulator dan platform terkait.
Di sisi lain, beberapa platform di luar pinjaman daring yang memiliki syarat dan ketentuan untuk berbagi data konsumennya. Padahal, platform itu memiliki hubungan dengan pinjaman daring seperti, Gojek, Grab, Traveloka, Bukalapak, Shopee, Tokopedia, dan lainnya.
Sayangnya, konsumen kerap malas membaca detail syarat dan ketentuan dari platform yang memiliki hubungan dengan sistem pembayaran dan pinjaman daring tersebut. Alhasil, jika ada kasus, platform merasa lebih unggul karena sudah memberi tahu konsumen lewat syarat dan ketentuan tersebut.
Salah satu yang diambil contoh adalah Grab. Perusahaan transportasi daring itu sudah meminta izin untuk berbagi data pribadi konsumen untuk grup perusahaan yang terdiri dari, anak usaha, perusahaan asosiasi, penyedia pihak ketiga perusahaan, pengembang, pengiklan, mitra, perusahaan event atau sponsor yang dapat berkomunikasi dengan konsumen.
Syarat dan ketentuan itu bisa menjadi dasar data pribadi konsumen tersebar luas ke siapapun. Soalnya, setiap perusahaan yang tergabung bisa jadi punya syarat dan ketentuan yang sama sehingga penyebaran data makin luas.
Paylater Menambah Daftar Panjang Kasus Pinjaman Online
Paylater membahana setelah beberapa platform dompet digital seperti, OVO sampai Gopay menyediakan jasa itu. Apalagi, Paylater diasosiasikan sebagai pengganti kartu kredit dengan skema pengajuan lebih mudah.
Namun, ada banyak masalah di balik itu semua. Ada seorang teman bercerita tentang akun OVO paylaternya tiba-tiba digunakan oleh orang lain pada Mei 2019.
Dia mengetahui itu karena enggak bisa melakukan transaksi akibat sudah memenuhi limit. Padahal, dia memiliki limit OVO Paylater Rp1 juta dan baru digunakan sekitar Rp300.000.
Merasa tidak menggunakan, teman saya ini pun protes ke pihak OVO dan Taralite. Taralite adalah platform pinjaman daring yang bekerja sama dengan OVO untuk fasilitas paylater.
Namun, sampai saat ini, dia belum mendapatkan titik terang terkait permasalahannya tersebut.
Emosi teman saya memuncak ketika mendapatkan surat elektronik dari OVO yang berisi pihaknya tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat penyalahgunaan akun. Tagihan akibat fraud pun dianggap sebagai tanggung jawab pemilik akun.
Saya beberapa kali mencoba kontak via telepon dan Whatsapp pihak petinggi maupun humas OVO untuk bertanya terkait kasus seperti, tetapi tidak ada yang merespons.
Ketika teman saya berbagi kejadian itu di media sosialnya, beberapa followersnya mengaku mengalami kejadian serupa.
Posisi konsumen bisa dibilang sangat lemah dengan adanya syarat dan ketentuan tersebut. Apalagi, jika melihat syarat dan ketentuan dari Grab, data konsumen pun bisa bertebaran ke mana-mana.
Alhasil, pinjaman online yang mudah ini pun tak mampu menenangkan penggunanya. Jadi, lebih baik dapat limit pinjaman online atau mending enggak usah ngutang sekalian aja ya?