Elon Musk merintis jadi pebisnis dengan langkah yang tidak mudah. Dia dan saudaranya sampai harus tidur di sofa kantor demi menekan biaya operasional karena tidak memiliki modal besar.
Jika perusahaan rintisan baru heboh di Indonesia pada medio setelah 2010-an, berbeda dengan di Amerika Serikat. Fenomena perusahaan rintisan digital sudah mulai mencuat sejak 1990-an saat fenomena bubble dotcom mencuat.
Dari data entrepreneur.com, jumlah pendanaan lewat modal ventura pada 1995 sekitar US$8 miliar. Nilai itu bisa dibilang jauh lebih kecil dibandingkan dengan 2017 yang senilai US$155 miliar.
BACA JUGA: Trading Forex Makin Seru di Tengah Fluktuasi Pasar
Elon dan Kimbal Musk mendirikan Global Link Information Network pada 1995. Pada masa itu, perusahaan internet memang tengah populer. Mereka pun memulai bisnisnya itu dengan modal dari kantong sendiri.
Dalam sebuah kicauan Elon di Twitter, dia menceritakan dirinya memulai bisnis Global Link Information Network berbekal US$2.000 dari kantongnya, US$5.000 dari kantong Kimbal, dan US$8.000 dari Greg Kouri, mitra bisnis Elon.
“Dia adalah pria yang baik, kami sangat merindukannya,” ujarnya di Twitter pada 29 Desember 2019.
Saat membangun Global Link Information Network, Elon dan Kimbal terpaksa tidur di kantor. Alasannya, mereka tidak mampu untuk menyewa apartemen.
Elon bercerita Dalam pidato pembukaan University of Southern California pada 2014, saat dirinya bersama Kimbal memulai debut sebagai pengusaha, mereka lebih memilih menyewa kantor kecil dan tidur di sofa daripada membeli apartemen.
“Kami hanya punya satu komputer, dan itu adalah komputer saya. Lalu, kami juga mandi di tempat komunitas agama. Situasi saat itu memang sangat sulit,” ujarnya.
Bahkan, Musk baru bisa mengcoding pada malam hari seminggu penuh agar situs web tetap aktif pada siang hari.
“Saat itu, saya sempat punya pacar, tapi dia baru bisa bersamaku jika ikut tidur di kantor,” ujarnya.
Bisnis Pertama Elon Musk, Global Link Information Network
Global Link Information Network adalah nama bisnis pertama Elon Musk, tetapi nama populer bisnisnya itu adalah Zip2. Namun, Zip2 ini bukan aplikasi untuk menggabungkan atau mengekstrak file Zip, melainkan sebuah situs panduan kota digital.
Kalau kamu generasi 1990-an, pasti tahu tentang buku Yellow Pages, yang tebal sekali. Isinya adalah kumpulan nomor rumah, institusi, dan lainnya. Buku itu seolah menjadi panduan untuk mendapatkan nomor telepon orang yang kamu butuhkan.
Elon membangun Zip2 demi membuat panduan yang lebih praktis dengan basis dari internet.
Untuk merealisasikan rencananya, Elon membujuk Navteq, penyedia peta navigasi elektronik, untuk memberinya perangkat lunak peta secara gratis.
Saat itu Elon memiliki misi agar setiap orang harus bisa menemukan kedai pizza terdekat dan dapat menemukan cara untuk sampai ke sana.
Lambat laun, Zip2 yang sekadar memberikan panduan alamat digital dengan skema penjualan langsung ke konsumen berubah konsep menjadi skema business to business. Zip2 menggandeng beberapa media massa seperti, The New York Times, agar pelanggannya bisa mendapatkan peta panduan digital.
Bahkan, Zip2 sempat menggaet sekitar 160 surat kabar sebagai mitra bisnisnya.
Tahapan Pendanaan Zip2
Jika menggunakan bahasa anak startup, Elon mendirikan Zip2 dengan cara bootstraping alias melakukan pendanaan sendiri hingga bisa mendapatkan keuntungan yang bisa diputar untuk ekspansi bisnis. Namun, Elon juga berupaya mencari investor, salah satu investor perdananya adalah ayahnya sendiri.
Dalam kicauan Elon di Twitter pada akhir tahun lalu, dia menceritakan kalau ayahnya ikut berpartisipasi dalam pendanaan tahap awal Zip2. Dari total target pendanaan senilai US$200.000, ayahnya berkontribusi sekitar 10% atau US$20.000.
Elon melakukan kicauan itu untuk mengklarifikasi isu tentang perjalanan bisnisnya yang dibantu modal dari orang tuanya. Padahal, dia melakukan bisnisnya benar-benar dari uang kantong sendiri bersama kakaknya dan seorang mitra bisnis.
Zip2 mendapatkan angin segar setelah berdiri selama setahun. Perusahaan milik Elon Musk itu mendapatkan pendanaan US$3 juta dari Mohr Davidow Ventures pada awal 1996. Namun, Elon dan saudaranya harus rela melepaskan kepemilikan saham mayoritas Zip2 ke investornya tersebut.
Lalu, setelah mendapatkan investasi dari mohr Davidow Ventures, nama Global Link Information Network berubah menjadi Zip2. Namun, pendanaan ini membuat Elon harus rela kehilangan posisi chief executive officer (CEO) Zip. Richard Sorkin menduduki posisi CEO Zip2 yang atas persetujuan dari para pemegang saham.
Zip2 pun mengubah bisnis dari penjualan langsung ke konsumen menjadi business to business dengan surat kabar sejak Richard menjadi CEO. Platform panduan kota itu juga menambah fiturnya seperti panduan seni, hiburan, dan kategori bisnis lainnya.
Perseteruan Bisnis Hingga Zip2 Jatuh Ke Tangan Compaq
Namun, Elon memiliki beda visi dan misi dengan Richard. Bahkan, ketika pertumbuhan penjualan Zip2 meningkatkan drastis. Apalagi, saat Richar berencana melakukan merger Zip2 dengan CitySearch yang memiliki model bisnis serupa.
Elon menolak tegas rencana Richard tersebut. Akhirnya, Elon bernegosiasi dengan dewan direksi untuk memberhentikan Richard sebagai CEO Zip2. Richard diberhentikan dari posisi CEO dan digantikan oleh Derek Proudian.
Setelah batal merger dengan Citysearch, Zip2 justru dijual ke Compaq Computer Corp. senilai US$307 juta. Elon Musk mendapatkan sekitar US$22 juta dari penjualan Zip2 tersebut.
Mohr Davidow Ventures mendapatkan untung besar dari penjualan Zip2 tersebut. Investor Zip2 itu mencatatkan lonjakan keuntungan dari modal US$3 juta menjadi ratusan juta dolar AS saat melepasnya ke Compaq
Compaq membeli Zip2 untuk dijadikan fitur terbaru dalam unit mesin pencari AltaVista.
Setelah mendapatkan US$22 juta dari penjualan Zip2, Elon Musk tidak lantas berfoya-foya. Dia langsung mencari tantangan baru dengan membangun bisnis keduanya. Kira-kira apa bisnis kedua Elon setelah Zip2? kita akan bahas di tulisan selanjutnya ya.
Sumber: