Saham IPO (initial public offering) kerap memikat hati para investor institusi maupun ritel. Potensi keuntungan besar hingga mencapai auto rejection atas menjadi pemicunya.
Saham IPO adalah saham perusahaan yang baru masuk ke bursa lewat penawaran saham perdana. Sebelum resmi melantai di bursa, perusahaan akan mempublikasikan prospektus yang berisi tentang kinerja keuangan 3 tahun terakhir dan detail terkait pemegang sahamnya. Lalu, perusahaan yang siap melantai di bursa juga wajib melakukan paparan publik untuk bertemu dengan calon investor.
Namun, investor kawakan Warren Buffett justru tidak pernah membeli saham perdana. Bahkan, ketika Uber, startup bernilai paling tinggi saat sebelum masuk bursa, tidak mampu menarik perhatian Buffett.
BACA JUGA: Investasi Saham Jangka Panjang Anti Panik Ala Sleeping Investor
Buffett menjelaskan kalau membeli saham perdana itu ibarat ikut lotre, tidak ada yang tahu bagaimana arahnya. Alasannya, Buffett menilai saham IPO belum teruji di pasar saham karena tidak bisa melihat fundamental perusahaan sesungguhnya.
Cerita Buffett yang ogah beli saham perdana mencuat saat Uber, startup yang bervaluasi tertinggi sebelum listing di bursa saham. Saat itu Buffett bilang jika ingin berinvestasi kepada sebuah saham, dia harus memiliki alasan yang kuat.
“Saya harus menulis kenapa saya harus membeli suatu saham. Saya akan berinvestasi saham itu jika menemukan alasannya, jika tidak untuk apa kita serahkan uang yang ditabung bertahun-tahun kepada sesuatu yang tidak jelas alasannya,” ujar seperti dikutip dari CNBC.
Buffett mengingatkan jika berinvestasi itu jangan hanya sekadar mengikuti tren saja tanpa ada dasar analisis fundamental keuangan.
Lalu, apakah semua saham perdana itu buruk? Tentu saja tidak, hanya saja Buffett hanya ingin wait and see ketika ada perusahaan yang baru melantai di bursa. Tujuannya, untuk mengetahui bagaimana perusahaan itu bekerja sesungguhnya.
Keuntungan Membeli Saham IPO
Ada beberapa keuntungan membeli saham IPO, yakni mendapatkan harga saham sejak awal melantai di bursa. Dengan begitu, ada potensi capital gain alias keuntungan dari kenaikan harga yang besar ke depannya.
Dari data OJK mencatat ada 37 saham IPO di BEI pada periode Januari – Agustus 2020. 10 dari 37 saham IPO itu harganya langsung melejit di atas 100% saat hari pertama. Namun, lonjakan kenaikan itu jelas tidak berkelanjutan karena terlalu drastis.
Buktinya, 1 dari 5 saham yang menguat paling tinggi itu justru menjadi saham gocap alias Rp50 per saham, harga terendah di pasar reguler BEI.
PT Agro Yasa Lestari Tbk. (AYLS) yang menawarkan harga saham perdana Rp100 per saham pada 11 Februari 2020 sempat melambung namanya setelah perdagangan hari pertama mencatatkan lonjakan 184% ke Rp284 per saham.Namun, harga saham AYLS saat ini justru terjebak di level terendah Rp50 per saham.
Adapun, 4 saham IPO dengan lonjakan pada hari pertama perdagangan tetap bisa bertahan di atas harga penawaran IPO. Artinya, tidak semua saham IPO bagus, tetapi tidak semua juga jelek.
Untuk itu, investor harus jeli dalam membaca prospektus dan paparan publik perusahaan yang mau IPO asal tidak salah masuk. Berikut tips melakukan seleksi saham IPO yang punya prospek cerah:
Memburu Saham Calon Big Caps
Tips agar mendapatkan keuntungan dalam memilih saham IPO adalah cari yang bisa jadi potensi Big Caps alias saham berkapitalisasi pasar besar. Misalnya, memilih berburu saham IPO PT Indofood CBP Tbk. atau ICBP pada 2010 silam.
ICBP adalah salah satu saham berkapitalisasi pasar terbesar. Per 7 September 2020, harga saham ICBP memiliki kapitalisasi pasar senilai Rp120,41 triliun.
ICBP melakukan penawaran perdana dengan harga saham perdana Rp5.395 per saham. Lalu, ICBP memutuskan untuk melakukan stock split atau pemecahan nilai saham 1:2 pada 2016. Artinya, jika membeli 1 lot pada 2010 yang sebanyak 500 lembar, kini jumlahnya sudah menjadi 1.000 lembar saham.
Dengan begitu, total keuntungan membeli saham ICBP sejak IPO hingga penutupan 7 September 2020 adalah sebesar 282,76% menjadi Rp10,32 juta dibandingkan dengan Rp2,69 juta sebagai modal awal investasi di saham tersebut.
Memilih Saham yang Model Bisnisnya Berkelanjutan
Jika persaingan memperebutkan saham IPO yang berkapitalisasi pasar besar cukup ketat, saham berkapitalisasi pasar kecil menengah juga banyak yang menarik. Syaratnya, investor harus memilih saham yang memiliki model bisnis berkelanjutan.
Model bisnis berkelanjutan di sini artinya memiliki prospek konsumen yang bagus. Produknya selalu dibutuhkan sehingga kinerja keuangannya akan terjaga untuk jangka panjang.
Sebagai contoh saham PT Buyung Poetra Sembada Tbk. (HOKI) yang memiliki bisnis produsen beras merek Topi Koki. Secara model bisnis, produk yang dijual HOKI adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia.
HOKI melantai di bursa pada 2017, saat itu perseroan menawarkan harga saham perdana senilai Rp310 per saham. Sampai penutupan perdagangan 7 September 2020, harga saham HOKI naik 2,03% menjadi Rp755 per saham.
Jika investor membeli 1 lot atau 100 lembar saham saat IPO, artinya saat ini sudah mencatatkan keuntungan sebesar 143,54%.
Kelemahan Membeli Saham IPO
Bagi investor ritel, persaingan membeli saham IPO sangat ketat. Pasalnya, dalam mendapatkan saham IPO, investor ritel harus bersaing juga dengan investor institusi. Padahal, jatah saham IPOnya terbatas. Bahkan, jika investor ritel mampu dapat 1 lot saja sudah sebuah prestasi besar.
Selain itu, ada beberapa kelemahan membeli saham perdana lainnya adalah jejak perusahaan yang belum jelas. Apalagi, perusahaan yang baru berdiri kurang dari 10 tahun sudah berencana langsung IPO.
Salah satu kasus yang sempat mencuat adalah rencana IPO PT Nara Hotel Internasional Tbk. pada awal 2020. Rencana IPO Nara Hotel pun harus batal karena adanya dua fakta yang berbeda dalam prospektus awal dan kedua.
Dalam prospektus pertama, Nara Hotel menyebutkan kalau penjatahan terpusat akan dibatasi menjadi 1% dari total saham yang ditawarkan. Namun, dalam prospektus kedua, penjatahan pasti maksimal 99% dari total yang ditawarkan, sedangkan penjatahan terpusat sebanyak 1% dari jumlah yang ditawarkan.
Penjatahan terpusat adalah mekanisme penjataha saham yang dilakukan dengan cara mengumpulkan semua pemesanan. Setelah itu, jumlah pemesanan akan dijatah sesuai dengan ketentuan.
Lalu, penjatahan pasti adalah mekanisme penjatahan saham yang dilakukan dengan cara memberikan alokasi saham IPO sesuai dengan jumlah pesanan yang diajukan.
Selain itu, masalah Nara Hotel lainnya adalah adanya dugaan mark up nilai aset di prospektus. Meskipun begitu, pihak Nara Hotel mengaku kalau semua rencana IPOnya sesuai ketentuan OJK. Nara Hotel yang didirikan pada 2016 ini sempat berencana melanjutkan rencana IPO, tetapi harus batal dengan alasan kondisi pasar sedang tidak kondusif.
Cara Membeli Saham Debutan
Sebelum membeli saham IPO, pastikan sudah memiliki rekening dana nasabah (RDN) terlebih dulu. Soalnya, untuk melakukan transaksi saham harus memiliki RDN. Setelah itu, calon investor saham juga harus menjadi nasabah di salah satu sekuritas yang ada di Indonesia seperti, Valbury Sekuritas Indonesia.
Setelah itu, pantau saham yang akan IPO beserta penjamin emisinya. Nanti, calon investor saham debutan harus mengisi form pemesanan pembelian saham yang bisa didapatkan di penjamin emisi.
Setelah itu, calon investor saham perdana bisa menunggu keputusan penjatahan saham IPO. Biasanya, investor institusi memang lebih diprioritaskan ketimbang investor ritel.
Kabar baiknya, OJK lagi merampungkan regulasi rencana e-IPO pada pertengahan tahun ini. Kabar ini menjadi harapan bagi para investor ritel karena memberikan ruang lebih besar untuk mendapatkan jatah saham IPO.
Siap berburu saham IPO?