Gelar tunggal putra yang disumbangkan Jonatan Christie sepanjang tahun ini tampaknya belum mampu membuktikan pemain Indonesia bisa bersaing dengan papan atas dunia. Inkonsistensi masih menjadi kendala utama dua andalan tunggal putra Indonesia, Jonatan dan Anthony Sinisuka Ginting.
Jojo, sapaan Jonatan, menjadi satu-satunya tunggal putra Indonesia yang mampu menjuarai turnamen kelas 300 di New Zealand dan Australia. Sayangnya, gelar tunggal putra itu belum membuktikan Jojo sudah bisa bicara lebih ketika bertemu dengan lima besar dunia.
Soalnya, turnamen New Zealand Open dan Australia Open sepi dari bintang-bintang kelas kakap, meskipun di tengah pemburuan poin menuju Olimpiade Tokyo 2020.
BACA JUGA: Ojek Online, Ini Peluang Bonceng Saingi Grab dan Gojek
Seperti di New Zealand, Jojo hanya menghadapi Ng Ka Long Angus dari Hong Kong. Saat ini, tunggal Hong Kong itu berada di peringkat ke-9 dunia atau dua peringkat di bawah Jojo.
Saat pertandingan final, Jojo langsung menang dua set 21-12, 21-13 tanpa kesulitan sedikit pun. Begitu juga ketika bertanding di Negeri Kangguru, lawan terakhir Jojo adalah rekannya sendiri, yakni Ginting.
Berhubung rekan senegara, pertandingannya agak sengit karena sudah sering bertemu saat latihan. Jojo unggul dari Ginting lewat tiga set 21-17, 13-21, 21-14.
Sayangnya, ketika mengikuti turnamen dengan level lebih tinggi seperti, 500 sampai 1000, wakil Indonesia hanya mentok di final alias menjadi runner up.
Jojo dan Ginting kompak mencatatkan dua kali ke final pada turnamen level 500 sampai 1000. Jojo menjadi runner up di Jepang Open 750 dan Prancis Open 750.
Di Negeri Samurai, Jojo dikalahkan pemain peringkat 1 dunia yang juga pemain dari tuan rumah dua set langsung 16-21, 13-21. Lalu, di Negeri Mode, Jojo dikalahkan pemain senior China Chen Long dua set langsung 19-21, 12-21.
Jika Jojo selalu tampak kehabisan tenaga di final turnamen level 500 ke atas, Ginting justru masih sedikit tampak perjuangannya. Dari total 2 runner up di turnamen level 500 ke atas, Ginting selalu bermain rubber set.
Di Singapura Open 500, Ginting memaksa Momota untuk bermain rubber set walaupun harus kalah 21-10, 19-21, 13-21. Begitu juga, ketika di China Open 1000, Ginting juga dikalahkan Momota lewat rubber set 21-19, 17-21, 19-21.
Gelar Tunggal Putra Belum Menghasilkan Konsistensi
Pelatih tunggal putra Hendri Saputra boleh girang setinggi langit setelah kembali membawa Jojo juara dua kali sepanjang tahun ini, meskipun itu di turnamen level 300 yang sekelas Grand Prix Gold (GPG)*.
GPG adalah turnamen kelas dua yang berada di bawah super series dan super series premier sebelum mengganti nama turnamen menjadi angka dari 100-1000
Sayangnya, gelar tunggal putra kerap lari dari Indonesia karena Jojo dan Ginting kerap keok di babak awal. Bahkan, kekalahannya disebabkan oleh pemain nonunggulan.
Dari total 16 turnamen yang diikuti, Jojo mencatatkan enam kali hanya mampu bertahan di babak 32 besar dan 16 besar. Ginting lebih parah, dia mencatatkan tujuh kali hanya mampu sampai babak 32 besar dan 16 besar.
Jojo sempat memberikan kejutan pada Swiss Open 300 akibat dikalahkan pemain India peringkat 38 dunia Subhankar Dey. Tak hanya Subhankar, Jojo juga sempat dikalahkan rekan senegaranya yang memiliki peringkat jauh di bawahnya, yakni Sheshar Hiren Rhustavito di China Open 1000.
Wang Tzu Wei dan Rasmus Gemke yang memiliki peringkat masing-masing 23 dan 26 juga sempat membuat Jojo bertekuk lutut. Wang Tzu Wei mampu mengalahkan Jojo di Korea Open 500, sedangkan Gemke mengalahkan Jojo di kandangnya Denmark Open 750.
Tak jauh berbeda, Ginting juga sempat dikalahkan pemain Prancis peringkat 35 dunia Brice Leverdez di Denmark Open 750. Lalu, Ginting juga harus bertekuk lutut di tangan veteran Denmark Jan. O Jorgensen yang kini berperingkat 24 dunia di Korea Open 500.
Melihat grafiknya sepanjang tahun ini, kekalahan Jojo dan Ginting dari pemain nonunggulan cenderung anomali alias tidak menunjukkan kemajuan atau kemunduran. Artinya, Jojo dan Ginting belum mampu menjaga peformanya agar tetap terus konsisten sebagai pemain 10 besar dunia.
Hambatan Besar Jojo dan Ginting
Kinerja Jojo dan Ginting sepanjang tahun ini bisa dibilang terhambat karena belum bisa memutus rantai kekalahan berantai dari salah satu pemain peringkat 5 besar dunia.
Sepanjang tahun ini, Jojo masih belum juga mampu pecah telor untuk mengalahkan tunggal senior China Chen Long. Sejauh ini, head to head Jojo dengan Chen Long masih kalah jauh 0-8. Kekalahan terakhir terjadi pada final Prancis Open 750.
Pertandingan tersengit Jojo dengan Chen Long terjaid di Malaysia Open 750. Saat itu, Jojo mampu membuat Chen Long bermain rubber set meskipun tetap kalah 21-12, 10-21, 15-21.
Jika Jojo belum mampu menembus Chen Long, maka Ginting belum mampu pecah telor kalahkan Momota di final.
Sepanjang tahun ini, Ginting sudah bertemu dengan Momota sebanyak 6 kali, tetapi tunggal putra Indonesia itu hanya mampu menang 1 kali dari total pertemuannya tersebut. Secara keseluruhan, head to head Ginting dengan Momota masih tertinggal 4-10.
Kemenangan itu diperoleh saat Ginting bertemu dengan Momota di Prancis Open 750. Ginting menang dua set langsung 21-10,21-19. Namun, kemenangan Ginting itu sempat menuai cibiran karena Momota dianggap tengah kelelahan.
Prospek 10 Besar Tunggal Putra Dunia Pada 2020
Sementara itu, Jojo dan Ginting tidak boleh berleha-leha dengan hasil sepanjang tahun ini. Soalnya, persaingan tunggal putra pada 2020 dipastikan akan makin ketat. Banyak pemain muda yang ingin menyodok masuk peringkat 10 besar, sedangkan ada pula pemain tua yang mencoba pertahankan atau bahkan ikut menyodok ke level papan atas.
Ada 14 turnamen level 500-1000 sepanjang tahun berjalan ini. Lalu, 6 dari 14 turnamen itu dimenangkan oleh Momota yang menjadi peringkat satu dunia hingga saat ini.
Sisanya, gelar itu dibagi-bagi ke Son Wan Ho [Korea Selatan], Anders Antonsen [Denmark], Viktor Axelsen [Denmark], Lin Dan [China], Chou Tien Chen [Taiwan], dan Chen Long [China].
Melihat pencapaian sepanjang tahun ini, Momota tampaknya masih akan mendominasi tunggal putra dunia pada tahun depan. Apalagi, Olimpiade yang digelar di Jepang bisa memotivasi Momota untuk terus meraih gelar, terutama di turnamen besar 500-1000.
Anders Antonsen juga harus menjadi perhatian. Antonsen yang mulai menggeliat pertama kali di Indonesia Master 2019 mulai bisa menyaingi pemain papan atas dunia. Kini, dia pun sudah bertengger di peringkat ke-4 dunia melewati Jojo dan Ginting.
Bahkan, prestasi Antonsen itu sudah melewati seniornya Viktor Axelsen yang tercecer di peringkat ke-5 dunia.
Di sisi lain, Shi Yuqi yang lagi menepi karena cedera pun tidak bisa diremehkan. Saat ini, dia memang tercecer ke peringkat 6 dunia, tetapi demi mengejar poin Olimpiade, bukan tidak mungkin pemain China itu mulai nge-gas sejak awal tahun.
Apalagi, Shi Yuqi disebut bakal comeback pada Macau Open 300 yang digelar pada akhir Oktober 2019. Mungkin, kita bisa melihat kebangkita Shi Yuqi jelang akhir tahun ini.
Pemain tunggal putra dunia yang berpotensi merangsek ke papan atas antara lain, tunggal asal Hong Kong Ng Ka Long Angus, tunggal Thailand Kantaphon Wangcharoen, tunggal Malaysia Lee Zii Jia, dan tunggal Jepang Kanta Tsuneyama.
Pemain Kelas Dua yang Siap Naik Kasta
Tak hanya pemain tunggal putra 20 besar dunia yang siap menjajal 10 besar, bahkan 5 besar pada tahun depan. Pemain kelas dua yang berada di peringkat 20 besar ke bawah juga sudah bersiap mengancam para pemain yang kini bersantai di peringkat 10 besar dunia.
Tunggal putra asal Denmark Rasmus Gemke harus diwaspadai pada tahun depan. Jika dia mampu berkembang cepat bak Antonsen, bukan tidak mungkin mengancam posisi Jojo atau Ginting di 10 besar dunia.
Jika Gemke berhasil berkembang cepat, Denmark bisa jadi akan menguasai tunggal putra dunia. Pasalnya, saat ini mereka sudah menempatkan dua pemain di peringkat 5 besar dunia. Saat ini, Gemke memang masih berada di peringkat ke-26 dunia.
Selain Gemke, Lu Guanzu bisa jadi pemain China yang bakal mendobrak peringkat 10 besar dunia. Saat ini, pemain China itu berada di peringkat 20 dunia.
Lalu, pemain Taiwan Wang Tzu Wei bisa juga menyusul seniornya Chou Tien Chen ke papan atas dunia. Hal itu mulai tampak saat gelaran Korea Open 500 di mana Tzu Wei mampu tembus hingga ke semifinal.
Pemain terakhir yang bisa mengejutkan kelas papan atas dunia adalah Loh Kean Yeaw, tunggal putra asal Singapura. Pemain itu memang sekarang menghuni peringkat 31 dunia, tetapi bukan tidak mungkin dia membuka peluang tembus 10 besar dunia.
Ada dua alasan peluang Loh Kean Yeaw ke papan atas dunia sangat besar. Pertama, pemain itu mulai mengejutkan pemain kelas dunia. Pada awal tahun, Loh meraih gelar Princess Sirivannari Thailand Master 300 setelah mengalahkan Lin Dan di babak final.
Pemain itu juga sempat hampir membuat kejutan di kejuaraan dunia setelah bermain ketat dengan Chou Tien Chen di babak 16 besar, meskipun dia harus kalah tiga set 13-21, 21-18, 17-21.
Kedua, keberadaan pelatih Mulyo Handoyo, eks pelatih Taufik Hidayat, bukan tidak mungkin mendongkrak peforma Loh, meskipun jelang akhir tahun peformanya cenderung menurun.
Soalnya, Mulyo pernah mendongkrak prestasi tunggal putra India pada medio 2018. Kala itu, pemain tunggal putra India dibuat menguasai hampir mayoritas turnamen.
Amunisi Muda dan Potensial untuk Tunggal Putra Indonesia
Tak hanya pemain dari luar Indonesia saja yang potensi menembus papan atas dunia. Indonesia punya satu pemain yang bisa saja mendombrak peringkat 10 dunia, yakni Shesar Hiren Rhustavito.
Pemain berumur 25 tahun itu mungkin saja berkembang lebih jauh jika tetap konsisten dan berlatih lebih keras. Saat ini, Shesar berada di peringkat ke-19 dunia.
Sepanjang tahun ini, dia baru meraih satu gelar tunggal putra di Rusia Open 100. Pada babak final, dia mengandaskan perlawanan tunggal Singapura Loh Kean Yeaw.
Adapun, lawan terberat Shesar sepanjang tahun ini tampaknya adalah Chou Tien Chen. Dia dikalahkan sebanyak tiga kali oleh pemain asal Taiwan tersebut. Head to Head Shesar melawan Chou pun 0-3 yang semuanya terjadi pada 2019.
Selain Shesar, Indonesia memiliki beberapa amunisi pemain muda yang potensial seperti, Ikhsan Leonardo Rumbai. Pemain berumur 19 tahun itu kini menduduki peringkat 88 dunia.
Lalu, Indonesia juga masih memiliki dua pemain seangkatan Jonatan dan Ginting yang bisa saja mampu tembus 20 besar dunia pada tahun depan. Kedua pemain itu adalah Chico Aura Dwi Wardoyo dan Firman Abdul Kholik.
Kini, Chico berada di peringkat ke-67 dunia, sedangkan Firman bertengger di peringkat ke-60 dunia.
Sayangnya, Shesar, Chico, dan Firman masih sering berkutat di turnamen kelas dua seperti, level 100. Bahkan, turnamen level tertinggi hanya pada level 300. Andai, bisa dicoba lolos ke level 500 bisa meningkatkan pengalaman ketiga pemain tersebut untuk tembus papan atas dunia.
Tak hanya itu, Indonesia juga punya aset muda lainnya, yakni Yonatan Ramlie, Christian Adinata, dan Bobby Setiabudi. Ketiga pemain itu kini secara berturut-turut berada di peringkat 232, 293, dan 471 dunia.
Mungkin, ketiga pemain itu sulit untuk langsung bersinar pada tahun depan, tetapi bisa jadi 2020 adalah pijakan awal ketiga pemain itu untuk melahirkan gelar tunggal putra lainnya.