Saham Astra dan Nasib Apes Jardine yang Berumur 187 Tahun

saham astra

Saham Astra sudah anjlok 42,67% sepanjang tahun ini. Pandemi Covid-19 seolah memperburuk nasib emiten berkode ASII di tengah perlambatan industri otomotif. Lebih jauh dari itu, nasib pemegang saham mayoritas Astra mungkin bisa dibilang lebih tragis lagi loh.

Komposisi pemegang saham Astra sampai 30 April 2020 mayoritas sebesar 50,11% dipegang oleh Jardine Cycle & Carriage. Sisanya, 49,89%, dipegang oleh publik.

Jardine masuk ke Astra pada 24 Maret 2000. Kala itu, perusahaan yang melantai di bursa Singapura itu membeli Astra senilai Rp3.700 per saham dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Pada tahap awal, Astra memiliki 23% saham Astra.

BACA JUGA: Jangan Buang Makanan Lagi, Startup Asal Korea Selatan Ini Bisa Mengolahnya

Lalu, secara bertahap Jardine terus menambah kepemilikannya hingga tembus 50,11% pada 19 Agustus 2005. Kala itu, Jardin menggelontorkan US$1,54 juta untuk menambah kepemilikannya di emiten berkode ASII tersebut.

Jardine bisa dibilang adalah perusahaan perdagangan terakhir Inggris yang berada di Hong Kong. Nah, sejak 2019, Jardine tengah menghadapi tantangan yang cukup besar setelah terjadi demonstrasi besar-besaran di Hong Kong sepanjang semester II/2019.

Tantangan Jardine bertambah berat setelah pandemi Covid-19 juga melanda Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Pandemi itu disebut membuat ekonomi Asia Tenggara yang senilai US$1 triliun pincang. Kondisi itu pun membebani perusahaan distribusi otomotif Indonesia yang juga kontributor keuntungan terbesar kedua Jardine, yakni Astra International.

Sepanjang kuartal I/2020 saja, pendapatan Astra secara konsolidasi turun 9,4% menjadi Rp54 triliun. Pendapatan itu mendekati nilai terendah yang dicapai perseroan pada kuartal I/2017.

Laba bersih Astra pun ikut turun 7,76% menjadi Rp4,8 triliun. Nilai laba bersih itu juga mendekati nilai terendah pada kuartal I/2016.

Saham Astra dan Industri Otomotif yang Mati Suri

Industri otomotif bisa dibilang mati suri dulu sepanjang pandemi Covid-19, setidaknya itu terlihat dari lini produksinya. Asosiasi otomotif Indonesia menyebut perusahaan sektor itu mengurangi separuh target penjualan kendaraan pada tahun ini.

Kondisi itu jelas meredupkan pamor saham Astra yang menjajakan mobil dan truk merek Toyota hingga Isuzu.

Diversifikasi bisnis Astra yang menjajal alat berat hingga perkebunan sawit juga diprediksi bakal kesulitan pada tahun ini.

Wakil Ketua Peneliti di CLSA Ltd. Jonathan Galligan mengatakan pelemahan ekonomi, termasuk sektor otomotif ini memang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Asia Tenggara merasakan dampak yang cukup besar.

“Terutama lini bisnis Jardine di Indonesia yang mendapatkan paparan yang signifikan dari pandemi tersebut,” ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg.

Sepanjang 2019, Jardine mencatatkan keuntungan senilai US$1,6 miliar. Dari total itu, 29% berasal dari Astra.

Kontribusi keuntungan Astra untuk Jardine bisa dibilang cukup besar. Kontribusi itu menyamai keuntungan Jardine dari Hong Kong Land sebesar 29%.

Sisanya, keuntungan Jardine berasal dari Dairy Farm 13%, Jardine Motors 12%, Jardine Pacific 10% dan lainnya 7%.

Jardine memiliki lini bisnis dari perhotelan sampai supermarket Dairy Farm.

Tekanan pandemi Covid-19 pun membuat saham Jardine anjlok 12% sepanjang April 2020 di Singapura. Penurunan itu menjadi yang paling tajam sejak 2011 dan mendekati level terendah dalam 9 tahun terakhir.

Bertaruh di Gojek dan Peluang Investasi Setelah Pandemi

Jardine melalui Astra disebut mengambil alih saham minoritas dekakorn Indonesia Gojek pada 2018. Astra terus melanjutkan investasinya di Gojek pada 2019.

Dalam laporan keuangan Astra International pada kuartal I/2020, ASII melakukan investasi dengan dua skema.

Pertama, investai lewat PT Asuransi Astra Buana yang memiliki lini bisnis asuransi kerugian senilai Rp9,6 triliun. Kedua, investasi Astra langsung ke Gojek senilai Rp3,5 triliun.

Nilai investasi Asuransi Astra Buana sepanjang kuartal I/2020 bertambah Rp300 miliar dibandingkan dengan akhir 2019.

Di sisi lain, Gojek, Dekakorn asal Indonesia itu juga tengah menghadapi tantangan di tenga pandemi. Penyebabnya, kebijakan pembatasan sosial berskala besar membuat mitra Go-ride [Ojek Online] tidak bisa beroperasi.

Alhasil, para mitranya hanya bisa mengandalkan pendapatan dari layanan antar makanan, belanja, dan barang.

Namun, Galligan yakin Jardine bisa melewati masa-masa berat pandemi Covid-19 ini. Alasannya, neraca keuangan Jardine bisa dibilang cukup kuat dan bisa genjot investasi setelah pandemi ini mereda.

“Jardine memiliki uang kas US$7,2 miliar pada akhir Desember 2019. Nilai itu lebih tinggi dibandingkan utang jangka pendek Jardine yang senilai US$6,6 miliar,” ujarnya.

Apalagi, unit bisnisnya di Indonesia, Astra, juga baru mendapatkan dana segar dari penjualan Bank Permata kepada Bangkok Bank.

Dalam laporan keuangan kuartal pertama, ASII menyebut nilai wajar saham Bank Permata yang dimilikinya senilai Rp12,9 triliun. Lalu, Bangkok Bank akan membeli saham Bank Permata dari Astra sebesar 1,63 kali dari nilai buku pada 31 Maret 2020.

Dengan begitu, Astra juga mendapatkan dana segar tambahan.Keputusan melepas Bank Permata pun bisa jadi cukup tepat di tengah pandemi ini.

Bank Permata yang kinerja sempat kacau karena kenaikan kredit bermasalah itu bisa terancam bisnisnya di tengah kondisi pandemi COvid-19.

Jardine Sempat Bedebar di Hong Kong

Demonstrasi Hong Kong yang terjadi sepanjang semester II/2019 sempat membuat Jardine bedebar. Penyebabnya, putri pendiri Maxim’s Grup menjadi sasaran amarah para demonstran.

Putri pendiri Maxim itu mengkritik para pelaku demonstrasi. Alhasil, para demonstran melakukan protes dan memboikot lini bisnis restoran Maxim Grup.

Jardine memiliki 50% saham di Maxim Group yang juga memiliki bisnis Dairy Farm.

Hal itu sempat memperburuk kondisi Jardine yang sudah kacau akibat perjalanan dan pariwisata terhenti. Hotel Mandarin Oriental yang juga dimiliki Jardine mencatatkan kerugan hingga US$40 juta pada kuartal pertama tahun ini.

Ketua Eksekutif Jardine Ben Keswick mengatakan perseroan mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 4% pada 2019.

“Kinerja perusahaan sepanjang 2020 akan tergantung pada durasi, luas geografis, dan dampak pandemi, serta langkah yang diambil untuk mengendalikan itu,” ujarnya.

Di sisi lain, analis Smartkarma Nicolas Van Broekhoven mengatakan Jardine bisa bertahan dari perang dunia dan perang opium.

“Kalau menyebut namanya, Jardine sudah melalui banyak hal sejak 187 tahun mereka berdiri. Mereka juga akan selamat dari masalah kali ini,” ujarnya.

1 comment

  1. Mantaap banget ulasannya, saya yg gak tahu apa” ttg kondisi saham jd lebih mengerti sekarang. Rasanya pandemi covid19 melumpuhkan hampir semua sektor, semoga lekas membaik semuanya. Gak bsa bayangin kalau sampai dua tahun ke depan (seperti flu spanyol) gmna jadinya

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.