Proyek Bukit Algoritma bikin heboh pada awal pekan lalu. Konon, kabarnya proyek itu bakal jadi Silicon Valleynya Indonesia. Namun, jika tujuan akhirnya adalah itu, tampaknya proyek besutan Budiman Sudjatmiko ini hanya angan belaka.
Pernyataan itu bukan untuk mengejek mimpi si aktivis 1998 Budiman Sudjatmiko, tetapi karena Silicon Valley sendiri berkembang dengan banyak tahapan. Bukan langsung menjadi pusatnya riset dan teknologi.
Kalau melihat sejarahnya, awalnya Silicon Valley bisa lahir dari kemunculan Stanford University pada 1 Oktober 1891 yang didirikan di kawasan Silicon Valley. Leland Stanford mendirikan perguruan tinggi itu untuk mengenang anaknya yang meninggal pada 1884.
Di sini, Stanford University juga punya misi untuk melahirkan lulusan yang siap dengan kebutuhan industri dan berjuang untuk mencapai kesuksesan secara individu.
San Jose, kota pelabuhan di San Fransisco yang juga menjadi kawasan Silicon Valley, mulai menjadi pusat pengembangan radio telegraf pada 1900-an. Di sana juga, akhirnya lahir stasiun radio pertama di As pada 1909.
Perkembangan radio dan telegraf ini sangat dibutuhkan oleh pasukan militer dalam berperang. Untuk itu, pasukan Navy Amerika Serikat alias angkatan lautnya bikin markas di daerah itu bernama Moffet Federal Airfield.
Silicon Valley yang Fokus untuk Teknologi Perang
Keberadaan Moffet Federal Airfield mulai dilirik para profesional untuk mengembangkan teknologi jelang 1939. William Hewlett dan Dave Packard mendirikan Hewlett-Packard (HP) di Palo Alto, kawasan Silicon Valley.
Di sana, mereka membuat teknologi Osiloskop, teknologi yang membantu untuk menganalisa frekuensi dalam sebuah alat elektronik. Setelah itu, HP juga bikin teknologi radar dan senjata artileri dengan komputer seukuran tangan.
Memasuki 1940-an, William Shockley menciptakan transistor saat bekerja di Bell Labs. Transistor ini adalah cikal bakal dari prosesor untuk komputer. Sampai akhirnya, Shockley meninggalkan Bell Labs dan bikin kantor sendiri bernama Shockley Semiconductor Labs.
BACA JUGA: Bernard Madoff si Penipu Saham Korban Dua Krisis
Dari Hewlett, Packard, dan Shockley, semuanya adalah lulusan dari Stanford. Artinya, di sinilah korelasi hubungan antara cikal bakal Silicon Valley dengan keberadaan Stanford University.
Adapun, Perusahaan yang didirikan Shockley itu adalah perusahaan pertama yang membuat transistor dari bahan silikon. Petaka muncul pada 1957, 8 pegawai Shockley keluar dari perusahaannya dan mendirikan Fairchild Semiconductor, bisa dibilang pesaing dari perusahaan Shockley. Di sini, Shockley pun menganggap ke-8 orang itu adalah pengkhianat.
Memasuki 1960, Fairchild Semiconductor berperan membantu NASA dalam proyek Apollo. Lalu, 8 orang yang mendirikan Fairchild ini mulai tercerai-berai untuk mendirikan perusahaan sendiri.
Dari sini, lahirlah perusahaan teknologi seperti Intel, AMD, sampai NVIDIA pada medio 1968-1970-an. Selain itu, perusahaan modal ventura Kleiner Perkins juga berdiri pada periode yang sama.
Terciptanya Istilah Silicon Valley
Xerox merangsek ke kawasan California itu untuk membuat laboratorium di Palo Alto. Di sini mulai dikembangkan proyek komputer dengan user interface yang akhirnya melahirkan sosok Bill Gates dengan Microsoft dan Steve Jobs dengan Macintoshnya.
Seorang jurnalis di AS bernama Don Hoefler pun memberikan istilah untuk kawasan industri semikonduktor itu dengan Silicon Valley. Soalnya, mereka mengembangkan teknologi semi konduktor dengan bahan dari silikon.
Selanjutnya, berbagai jenis perusahaan teknologi bermunculan di Silicon Valley. Dari era Oracle, Atari, dan Apple sampai memasuki era 1990-an menjadi era dotcom. Saat itu lahirlah eBay, Yahoo, Paypal, dan Google. Sampai masuk ke era 2000-an yang terdiri dari Facebook, Twitter, Uber, dan Tesla.
Bukit Algoritma Mungkin Hanya Sekadar Tempat Wisata
Mimpi Budiman bikin Bukit Algoritma menjadi Silicon Valley ala Indonesia bisa dibilang terlalu instan. Meski, dia menyebutkan bakal dapat modal dari swasta mencapai Rp18 triliun, tetapi esensi dari Silicon Valley bukanlah tempat, melainkan sebuah ekosistem dan atmosfer yang sudah terbentuk dari ratusan tahun silam.
Mungkin saja, ujung dari Bukit Algoritma ini hanyalah tempat wisata yang berada di kawasan Sukabumi. Apalagi, mengingat tanah yang akan dibangun Bukit Algoritma ini bekas tempat agrowisata berbasis perkebunan yang tidak berkembang.
Dengan gimmick Bukit Algoritma, mungkin saja lahan tempat wisata gagal ini bisa jadi destinasi baru tempat liburan akhir pekan para pelancong.
Namun, masih mending jadi tempat wisata, ketimbang berkukuh membangun pusat teknologi seperti Silicon Valley tapi mangkrak. Toh, ngomongin pusat teknologi, BSD yang sudah digadang-gadang jadi Silicon Valley Indonesia oleh eks Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara mungkin sudah masuk tahap membangun ekosistemnya.
Soalnya, di sana sudah berdiri banyak perguruan tinggi dan beberapa perusahaan besar sudah membangun kawasan perkantoran. Bukan tidak mungkin perusahaan teknologi juga akan berkumpul di sana.
Ya, semua ini hanya opini belaka, mau Bukit Algoritma jadi pusat teknologi atau tempat wisata, yang cuan juga buka saya!