Bisnis online menjadi pilihan para usaha kecil menengah untuk menjajakan produknya secara efisien. Apalagi, perkembangan sosial media bisa menjadi senjata utama agar produknya bisa ditangkap oleh pasar yang lebih luas.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat jumlah pengguna internet Indonesia pada 2017 naik 10,56 juta jiwa menjadi 143,26 juta jiwa dibandingkan dengan 132,7 juta jiwa pada 2016.
Angka pengguna internet itu bisa menggambarkan secara umum potensi ekonomi di Indonesia. Namun, potensi yang besar itu juga diiringi persaingan yang ketat antar pelaku usaha ekonomi digital.
Pada akhir pekan lalu, ada seorang followers di media sosial yang sempat memiliki usaha kecil menengah (UKM) online memberikan pesan pribadi kepada saya. Dia bercerita tentang eks bisnis online yang justru mempersulit mencari kerja.
Jadi, dia bercerita sempat memiliki bisnis online yang memiliki omzet hingga puluhan juta mendekati Rp100 juta per bulan pada 2014. Namun, perkembangan omzetnya semakin turun hingga tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya lagi.
BACA JUGA : M. Fadli dan Mental Juara yang Selalu Membara
Akhirnya, dia memutuskan untuk melamar pekerjaan pada beberapa perusahaan. Sayangnya, bagian sumber daya manusia (SDM) perusahaan yang dilamar melihat berita tentang omzet bisnis onlinenya yang mendekati angka Rp100 juta pada empat tahun silam.
“Kok, punya omzet sebesar itu masih tetap mencari kerja sih?” tulisnya dalam pesan pribadi lewat media sosial.
Dia selalu mendapatkan sentimen negatif setelah beberapa kali melamar pekerjaan karena prestasinya di masa silam tersebut.
Dia mengakui penurunan omzet terjadi karena kesulitan bersaing dengan kompetitor yang jumlahnya semakin banyak dan ketat.
Bahkan, dia mengatakan jika kehidupan bisa diulang, dia lebih memilih menjadi karyawan dibandingkan dengan pebisnis online.
Bisnis Online dan Adu Inovasi dengan Pesaing
Penyesalan salah satu pebisnis online itu telah menyiratkan kalau ekonomi digital mulai melakukan seleksi alam. Para pelaku bisnis yang tidak segera beradaptasi dengan persaingan yang ketat bisa saja gugur di tengah jalan.
Untuk itu, dibutuhkan ide dan inovasi yang cepat agar produk yang dijajakan tetap memberikan nilai lebih kepada konsumen. Selain itu, gerak cepat berinovasi juga menjaga agar konsumen tetap loyal dan tidak berpaling kepada konsumen.
Beberapa startup yang sudah naik kelas menjadi unicorn terus berinovasi agar tetap bisa bersaing dan tidak gugur karena seleksi alam.
Misalnya, Gojek terus bersaing memberikan pelayanan yang lengkap agar konsumennya merasa nyaman.
Salah satu Unicorn di Indonesia itu mengawali jasanya dengan menjajakan layanan penghubung ojek dengan konsumen. Namun, mereka terus mengembangkan layanannya dari pengantar makanan, kurir, sistem pembayaran, sampai jual pulsa dan tiket hiburan.
Hal serupa juga dilakukan e-commerce yang awalnya hanya menjadi perantara antara pembeli dan penjual untuk produk fashion dan kebutuhan sehari-hari. Mereka terus berinovasi dengan memperluas barang jualannya seperti, tiket kereta api sampai penginapan.
Nah, inovasi e-commerce itu pun mengancam pemberi jasa pemesanan tiket pesawat, kereta, dan penginapan seperti, Traveloka, Tiket.com, dan sebagainya. Akhirnya, mereka juga berinovasi dengan menawarkan voucher restoran, rekreasi, sampai bekerja sama dengan sistem pembayaran yang ada untuk memudahkan konsumennya.
Akhirnya, semua aksi inovasi itu membentuk irisan yang sama sehingga persaingan kian ketat.
Nah, kita tinggal saksikan saja siapa yang akan bertahan dan menguasai pasar, dan siapa yang bakal gugur.