Bernard Madoff si tersangka penipuan miliaran dolar AS selama bertahun-tahun meninggal pada 14 April 2021 kemarin. Mungkin, penipuan Bernard Madoff adalah sebuah kejahatan, tetapi faktanya dia melakukan itu karena kepepet momen hancurnya pasar saham pada 1987 alias Black Monday.
Bernard Madoff bisa dibilang lebih canggih dibandingkan dengan penemu investasi bodong Charles Ponzi. Dulu, Ponzi hanya mampu bertahan selama setahun untuk melakukan kejahatan dengan memberikan janji manis keuntungan yang besar. Namun, Bernie, panggilan Bernard Madoff, bisa bertahan hingga 15 tahun lamanya.
Titik Awal Bernard Madoff Masuk Dunia Investasi
Madoff remaja mengawali karier sebagai penjaga pantai dengan sampingan sebagai penyiram rumput. Disitulah, dia bertemu dengan istrinya Ruth Alpern saat masih remaja.
Dari segi pendidikan, Madoff tidak mengambil latar belakang ekonomi, dia lulus sebagai sarjana ilmu politik di Universitas Hofstra, Long Island AS. Lulus pada 1960, dia langsung menikah dengan Ruth dan mendirikan Bernard L. Madoff Investment Securities.
Saat memulai bisnis lembaga investasinya, Madoff benar-benar menggunakan cara legal aliass tidak menipu. Bahkan, Madoff menjadi sosok yang menginspirasi di bursa Nasdaq kala itu.
Madoff dianggap menjadi salah satu inovator yang membawa pasar saham bisa masuk ke era yang lebih modern pada era 1960-1970-an.
Dalam wawancara dengan FInancial Times pada 2011, Madoff mengaku sangat bersemangat di pasar saham, tetapi dirinya berada di luar kelompok New York Stock Exchange dan para profesional kelas atas di pasar saham saat itu. Bahkan, kelompok kakap kelas atas cenderung menghadang berbagai aktivitas Madoff.
Petaka Black Monday untuk Bernie
Bicara investasi, klien dari perusahaan investasi pasti berharap keuntungan yang besar. Siapa yang bisa memberikan keuntungan besar ke kliennya, perusahaan investasi itu bakal jadi primadona.
Setidaknya itulah yang dilakukan oleh Madoff. Dengan janji manis keuntungan yang besar, Madoff mulai dapat kepercayaan hingga oleh investor kelas kakap. Apalagi, selepas 1980-an, pasar saham memang lagi bergairah sekali.
Banyak rumor aksi merger dan akuisisi yang bikin harga saham bisa melejit tinggi. Sayangnya, imbas dari melejitnya harga saham adalah fenomena bubble yang pecah. Itu terjadi pada Oktober 1987 yang sering disebut momentum black monday.
Saat itu, pasar saham dunia, terutama AS anjlok parah. Banyak dugaan penyebabnya dari rumor yang bertebaran bebas hingga bikin bubble harga saham sampai fasilitas asuransi kerugian investasi yang disalahartikan oleh para pemain saham.
Salah satu sorotan memang cenderung ke fasilitas asuransi kerugian investasi saham yang dikombinasikan dengan aksi short-selling, atau aksi jual saham pendek yang bisa memberikan keuntungan saat harga saham turun.
BACA JUGA: Startup Asean Mau IPO, Bisa Sukses Kayak Pemilik Shopee?
Namun, ternyata kejadian Black Monday membuat Madoff tidak bisa memenuhi harapan keuntungan investasi para kliennya.
Diana B. Henriques dalam The Wizard of Lies: Bernie Madoff and The Death of Trust mengungkapkan Madoff bercerita mulai melakukan skema ponzi dalam investasi sahamnya akibat keruntuhan pasar pada Oktober 1987.
Saat itu, dia mulai mengatur perdagangan sintetis, yang merujuk ke skema ilegal, untuk dua kliennya demi menghindari utang pajak atas keuntungan saham dari aksi short-selling. Dia mengaku baru benar-benar menipu dengan skema ponzi ke kliennya pada 1992.
“Akar dari skema ponzi ini adalah tuntutan pengembalian keuntungan dari klien kepadanya sejak pasar crash pada 1987,” tulis Henriques di buku tersebut.
Reputasi Madoff yang Mengkilap di Atas Penipuan
Madoff membangun reputasinya lewat janji manis tawaran keuntungan yang stabil di pasar saat sedang menguat maupun melemah. Dia mencapai level tertinggi dalam karier di dunia keuangan dengan menjadi ketua Nasdaq pada medio 1990, 1991, dan 1993.
Dengan status sebagai ketua Nasdaq, Madoff diam-diam melakukan tipu muslihatnya agar bisa memenuhi janji keuntungan stabil ke kliennya. Hal itu membuat ribuan klien mempercayakan uangnya ke sana. kabarnya, total pokok uang investasi klien Madoff bisa mencapai 19 miliar dolar AS.
Klien Madoff pun bukan nama sembarang, ada Fred Wilpon pemilik mayoritas New York Mets, Aktor suami-istri Kevin Bacon dan Kyra Sedgwick, eks Kepala Ekonom di Salomon Brother Henry Kaufman, FIlantropis Boston Carl Shapiro, dua wanita terkaya di Eropa Alicia Koplowitz dan Liliane Bettencourt, Yayasan Amal SUtradara Steven Spielberg dan Korban Selamat Holocaust Elie Wiesel, hingga Universitas New York.
Madoff menggunakan skema ponzi dengan cara menjanjikan keuntungan stabil ke kliennya. Padahal, keuntungan itu bukan berasal dari hasil investasi, melainkan uang kliennya yang lain.
Keruntuhan Ponzi ala Madoff
Keberuntungan Madoff tamat setelah krisis keuangan di AS pada 2008. Selaras dengan kondisi krisis keuangan, pasar saham di Paman Sam juga anjlok. Banyak klien Madoff yang mengajukan penarikan uang.
Alhasil, sistem ponzi yang diciptakan Madoff macet karena gelombang penarikan uang. Andrew Madoff, salah satu anaknya, bercerita kalau ayahnya mengungkapkan kepada keluarganya kalau semua uang itu sudah hilang.
“Itu semua hanya kebohongan besar,” cerita Andrew tentang kalimat yang diucapkan ayahnya dalam Truth and Consequences: Life Inside The Madoff Family
Setelah Madoff mengaku ke keluarganya, Mark dan Andrew langsung memberi tahu biro investigasi federal soal penipuan yang dilakukan ayahnya.
Madoff pun mengaku bersalah pada Maret 2009 atas penipuan, pencucian uang, sumpah palsu, dan pencurian. Namun, Madoff berkukuh telah menjalankan bisnis investasi asli selama bertahun-tahun sebelum dirinya tidak mampu mempertahankan keuntungan besar seperti yang diharapkan kliennya.
Madoff berargumen seingatnya, dia mulai menipu saat awal 1990-an setelah ekonomi AS mengalami resesi. Awalnya, dia yakin masa-masa berat itu bakal berakhir sehingga dia bisa melepaskan diri dari aksi penipuan tersebut.
“Namun, waktu terus berlau, dan saya menyadari kalau waktu penangkapan pasti bakal datang,” ujarnya.
Namun, jaksa penuntut umum menduga penipuan Madoff sudah dilakukan sejak 1980-an, bahkan lebih awal dari itu.
Kehilangan Keluarga
Madoff sempat membela diri pada 2017, dia menyalahkan klien paling awal dan terkaya yang memaksanya melakukan kejahatan. Hal itu dilakukan semata-mata hanya untuk memenuhi harapan kliennya, yakni keuntungan tinggi.
Bahkan, Madoff merasa pengakuan bersalahnya terlalu cepat. “Pengakuan itu adalah kesalahan terbesar yang saya buat,” ceritanya.
Efek dari aksi penipuannya itu memang besar banget, tidak hanya bagi kliennya, tetapi juga diri Madoff sendiri. Madoff harus rela kehilangan ikatan keluarga yang dulunya begitu kuat.
Bahkan, Mark Madoff yang pernah ikut bergabung di perusahaannya melakukan bunuh diri pada 11 Desember 2010. Gara-gara kematian anaknya, istri Madoff tidak mau berkomunikasi dengannya lagi.
Istri Mark, Stephanie Madoff Mack menulis surat kemarahan kepada ayah mertuanya akibat kematian suaminya.
Dalam wawancara CNN Money pada Mei 2013 di penjara, Madoff mengaku bertanggung jawab atas kematian putranya.
“Saya hidup dengan semua kesulitan, penyesalan, dan rasa sakit dari semua yang saya buat ke semua orang, termasuk keluarga dan para korban,” ujarnya.
Madoff yang dihukum penjara selama 150 tahun sempat mengajukan keringanan hukuman pada Februari 2020 akibat menderita penyakit ginjal stadium akhir.
Brandon Sample, pengacara Madoff, menceritakan sampai kematiannya, Madoff hidup dengan rasa bersalah atas kejahatannya.