Virus Corona menjadi topik panas pada Senin (2 Maret 2020) setelah dua warga Depok, Jawa Barat, positif mengidap wabah COVID-19 tersebut. IHSG yang sempat menghijau pun langsung amblas, tetapi ada beberapa emiten rumah sakit dan farmasi yang menguat nih.
Sepanjang perdagangan awal pekan ini, IHSG ditutup kembali melemah 1,68% menjadi 5.361. Namun, 5 dari 9 emiten sektor rumah sakit dan farmasi malah menguat. Bahkan, beberapa diantaranya menguat hingga double digit.
BACA JUGA: IHSG Anjlok di Bawah 5.500? Ini Saham Berdarah yang Layak Koleksi
Eits, jangan berasumsi kasus Virus Corona menjadi sentimen positif untuk emiten-emiten tersebut dulu. Pasalnya, beberapa emiten yang harga sahamnya menguat tidak wajar ini fundamentalnya tidak bagus.
Secara persentase, Indofarma atau INAF menguat paling drastis sebesar 19,42% menjadi Rp535 per saham. Padahal, perusahaan farmasi itu tengah merugi Rp34,84 miliar.
Selain itu, saham INAF juga menjadi salah satu yang merusak portofolio Asabri sejak 2017.
Harga saham Inaf mulai berfluktuatif sejak 2016 hingga saat ini. Bayangkan, pada awal 2016, harga saham INAF cuma berada di kisaran Rp150-an per saham.
Namun, jelang akhir tahun, harga saham INAF melejit hingga Rp4.250 per saham. Selepas itu, harga saham INAF selalu berada di level ribuan.
Bahkan, emiten farmasi pelat merah itu mencapai level tertingginya di akhir 2018 ke level Rp6.500 per saham.
Sayangnya, masa emas harga saham INAF mulai berakhir pada 2019. Sampai jelang akhir 2019, harga saham INAF terjun bebas hingga ke level Rp350 per saham.
Kini, harga saham INAF menyentuh level Rp500-an. Namun, dari segi valuasi bisa dibilang cukup mahal.
Bayangkan, price to earning ratio (PER) INAF minus 35,67 kali, tetapi price book value (PBV) rationya sudah 3,59 kali. Padahal, debt equity ratio (DER) sudah di atas 100%, yakni 187,1%.
Top Net Buyer INAF sepanjang hari ini adalah Phintraco Sekuritas dengan transaksi sebanyak 504.400.
Lalu, Net sell INAF adalah Semesta Indovest sebanyak 187.100 saham.
Sangat tidak disarankan kalian ikut-ikutan masuk ke INAF dengan harapan harga sahamnya kembali ke Rp5.000-an. Soalnya, tingkat ketidakpastiannya sangat tinggi mengingat fundamental keuangannya tidak begitu bagus.
Virus Corona Masuk ke Indonesia, KAEF Temani Lonjakan Saham INAF
Lonjakan dua digit tidak hanya dialami oleh INAF. PT Kimia Farma Tbk. yang juga berstatus perusahaan pelat merah di sektor farmasi sahamnya melonjak 14,66% menjadi Rp665 per saham.
Lonjakan di sektor yang sama ini seolah-olah memperkuat kalau Virus Corona akan menjadi sentimen positif sektor tersebut.
Jika dilihat lebih dalam lagi, lonjakan harga saham Kimia Farma atau emiten berkode KAEF itu didongkrak oleh net buy Mirae Asset Sekuritas Indonesia dengan transaksi 891.200.
Di sisi lain, net sell transaksi KAEF hari ini dipegang oleh RHB Sekuritas Indonesia dengan total transaksi sebanyak 1,6 juta saham.
Adapun, valuasi harga saham KAEF dari segi PER sudah terlalu tinggi. Dengan laba bersih Rp41,83 miliar, PER KAEF sudah mencapai 66,5 kali.
Namun, dari segi rasio PBV, harga saham KAEF masih cukup menarik karena hanya 0,5 kali.
Di sisi lain, saat ini harga saham KAEF memang tengah goyah. Sejak akhir Oktober 2019, harga saham KAEF telah melorot drastis dari Rp2.800-an per saham hingga jatuh ke bawah Rp1.000 per saham.
Akankah kenaikan ini menjadi titik balik harga saham KAEF untuk berada di atas Rp1.000-an? tidak ada kepastian juga untuk itu. Pasalnya, kita tidak tahu bagaimana prospek sesungguhnya BUMN holding farmasi yang sudah rampung ini.
Saran, jangan sampai tergoda masuk ke dalam mimpi harga saham KAEF bisa masuk ke level Rp2.000-an lagi. Apalagi, ada iming-iming sentimen positif dari adanya wabah Virus Corona tersebut.
Emiten Rumah Sakit, Mayapada Paling Kuat, Siloam dan Hermina Menyusul
Tiga emiten rumah sakit mencatatkan penguatan di tengah IHSG yang ambruk setelah ada temuan dua WNI positif Virus Corona. Lalu, apakah saham emiten rumah sakit memiliki daya tarik tinggi?
Mayapada Hospital menjadi emiten rumah sakit yang menguat paling tinggi sebesar 5,26% menjadi Rp200 per saham. Padahal, saham Mayapada Hospital yang berkode SRAJ tidak begitu likuid.
Top Net Buyer SRAJ adalah RHB Sekuritas Indonesia yang menjadi Top Net Seller untuk KAEF. RHB Sekuritas tercatat membeli sebanyak 15.000 saham SRAJ.
Lalu, Kiwoom Sekuritas menjadi net seller saham SRAJ dengan total transaksi 14.900 saham.
Secara valuasi, PER Mayapada 0 kali dan PBV 1,3 kali. Namun, kondisi keuangannya saat ini tengah merugi Rp2,4 miliar.
Dengan status saham yang tidak terlalu likuid, jangan coba iseng-iseng masuk ke sini ya.
Siloam dan Hermina Hanya Menguat Tipis
Berbeda dengan lonjakan harga saham INAF, KAEF, dan SRAJ, harga saham Siloam dan Hermina hanya menguat tipis. Selain itu, kedua saham ini bisa dibilang memiliki harga saham yang sudah terlampau tinggi.
Saham Siloam Hospital dengan kode saham SILO menguat 0,39% menjadi Rp6.425 per saham.
Top Net Buyernya adalah CLSA Sekuritas Indonesia dengan total transaksi 433.400 saham. Lalu, Top Net Sellernya adalah DBS Vickers Sekuritas Indonesia dengan total transaksi 314.800 saham.
Dari segi valuasi, PER Siloam yang mencatatkan laba bersih Rp42,88 miliar ini sudah sebesar 183,57 kali, meski PBVnya masih di level 1,65 kali.
Berita terakhir terkait SILO adalah ketika perusahaan Jepang Marubeni Corporation mengumumkan kemitraan strategis dengan PT Lippo Karawaci Tbk. Kemitraan itu termasuk akuisisi sekitar 5% saham SILO.
Sementara itu, harga saham Hermina dengan kode HEAL bisa dibilang menjadi emiten rumah sakit yang cukup menarik dikoleksi. Harga sahamnya cenderung stabil sejak melantai di BEI pada 2018 silam.
Sampai perdagangan Senin ini, harga saham HEAL menguat tipis 0,33% menjadi Rp3010 per saham.
Top Net Buyer HEAL adalah Indo Premier Securities sebanyak 500.000, sedangkan Top Net Sellernya adalah Mandiri Sekuritas sebanyak 249.500 saham.
Dari sisi kinerja, HEAL menjadi emiten rumah sakit yang paling oke dengan perolehan laba bersih hingga Rp210,05 miliar.
Dengan laba bersih itu, PER HEAL sebesar 32,02 kali. Terhitung cukup besar, tetapi paling rendah dibandingkan dengan emiten rumah sakit lainnya.
Namun, PBV HEAL sudah terlampau tinggi, yakni sebesar 4,4 kali.
Lalu, adakah hubungannya kenaikan harga saham emiten rumah sakit itu dengan suspect positif virus corona di Indonesia? jawabannya pasti sudah tidak.
Jadi, jangan pernah berjudi di tengah pasar yang tengah dilanda badai. Wait and see menjadi pilihan menarik sampai muncul tanda-tanda perbaikan kondisi pasar.
Masuk secara bertahap di saham-saham dengan fundamental oke juga bisa menjadi pilihan. Dengan harapan, setelah pasar pulih harga sahamnya juga mulai menanjak.