Saham INTP sempat ditanyakan oleh seorang teman di media sosial, apakah saham sektor semen itu bagus untuk dikoleksi? Saya pun menjawab nasib industri semen enggak begitu bagus, tapi kalau mau koleksi jangka panjang banget mungkin ada harapan.
Apalagi saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. itu rajin bagikan dividen. Teranyar, kemarin [28 Juli 2020], perseroan membagikan 100% laba bersihnya sebagai dividen. Bahkan, perseroan menambahkan dividen dari saldo laba ditahan yang belum terpakai senilai Rp5,31 miliar.
BACA JUGA: Saham LUCK Katanya MIrip Amazon, Bener Enggak Sih?
Dengan begitu total dividen yang dibagikan senilai Rp1,84 triliun dengan dividen per saham senilai Rp500 per saham. Menggiurkan bukan?
Untuk itu, jika memang masih mau bertaruh di saham semen, INTP bisa dibilang cukup menarik disimpan jangka panjang. Dengan asumsi, kalian akan mendapatkan pendapatan dividen setiap tahunnya.
Dengan catatan, INTP akan terus membagikan dividen secara rutin ke depannya. Lalu, kondisi industri semen juga menjadi lebih baik lagi.
Dalam satu dekade terakhir, saham INTP memang rajin membagikan dividen. Bahkan, tiga tahun terakhir sampai saat ini, perseroan membagikan dividen di atas 100% dari laba bersih.
Namun, dari segi kinerja laba bersih, perseroan mencatatkan penurunan drastis. Indocement mulai mencatatkan penurunan laba bersih sejak 2015. Saat itu laba bersih perseroan turun 17,68% menjadi Rp4,35 triliun.
Penurunan terendah terjadi pada 2018, kala itu perseroan mencatatkan pertumbuhan laba bersih minus 38,38% menjadi Rp1,14 triliun.
Untungnya, pada 2019, perseroan kembali mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang positif sebesar 60,12% menjadi Rp1,83 triliun.
Apa Penyebab Naik Turunnya Laba Bersih Saham INTP?
Penurunan laba bersih Indocement pertama kali pada 2015 dalam satu dekade terakhir disebabkan oleh penurunan daya beli semen di pasar domestik. Kala itu perseroan mencatat volume penjualan semen turun 7,7% menjadi 17,1 juta ton. Padahal, permintaan semen domestik nasional naik sekitar 1,8%.
Penurunan volume penjualan perseroan kala itu membuat pangsa pasarnya turun menjadi 27,5% dibandingkan dengan 30,4% pada 2014.
Tren ini menjadi tanda ada pemain semen baru dari China yang masuk sehingga menggerus pangsa pasar pemain yang sudah ada.
Di sisi lain, penurunan kinerja perseroan pada 2018 hingga ke level terdalam disebabkan oleh kenaikan harga batu bara hingga tembus US$100 per ton.
Dengan kenaikan harga batu bara itu, perseroan mencatatkan kenaikan biaya operasional. Padahal, dari segi pendapatan, saham INTP mencatatkan pertumbuhan 5,26% menjadi Rp15,19 triliun.
Adapun, perseroan memang mampu meraup laba bersih lebih tinggi pada 2019, tetapi dari segi volume penjualan justru datar.
Salah satu yang mendongkrak pertumbuhan laba bersih adalah Indocement tidak menurunkan harga jual. Lalu, biaya produksi juga mencatatkan penurunan.
Bagaimana Prospek INTP Ke Depannya?
Saat ini, Indocement masih menjadi pemain semen terbesar kedua di Indonesia dari segi kapasitas produksi. Posisi Indocement ada di bawah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Sampai kuartal I/2020, Indocement mencatatkan penurunan penjualan sebesar 9,91% menjadi Rp3,36 triliun dibandingkan dengan Rp3,73 triliun pada periode sama tahun lalu.
Untungnya, dari segi laba bersih, perseroan masih mencatatkan pertumbuhan tipis 0,87% menjadi Rp400,43 miliar. Artinya, secara sektor industri masih belum pulih karena penjualan masih susut, tetapi perseroan unggul dari segi efisiensi.
Seluruh pos pendapatan perseroan mencatatkan penurunan. Begitu juga dengan penjualan ekspor yang susut menjadi Rp30,07 miliar dibandingkan dengan Rp41,38 miliar pada periode sama tahun lalu.
Dengan pandemi Covid-19, kinerja perseroan pada tahun ini pun juga terancam lebih rendah ketimbang tahun lalu. Namun, secara jangka panjang, industri semen masih potensial karena masih banyak pembangunan yang dilakukan, termasuk ibu kota baru.
Sebagai pemegang kapasitas produksi terbesar kedua, Indocement harusnya juga mendapatkan kue dari ibu kota baru tersebut. Namun, bisa jadi bumerang ketika ibu kota batal pindah.
Mungkin itu bisa menekan harga saham INTP jangka menengah.
Sampai penutupan perdagangan Rabu 29 Juli 2020, harga saham INTP naik tipis 0,4% menjadi Rp12.400 per saham. Level itu menjadi yang tertinggi sepanjang sebulan terakhir.
Bagaimana dengan Valuasi Saham INTP di Industri Semen?
Teman saya bertanya terkait INTP karena dia baru menonton soal saham yang menarik untuk dibeli, yakni memiliki debt to equity ratio yang rendah. Debt to equity ratio adalah perbandingan antara modal dengan utang.
Biasanya, ini dijadikan gambaran kemampuan membayar liabilitas atau kewajiban sebuah perusahaan.
Nah, saham INTP ini memiliki DER yang rendah, yakni 16,6%. Namun, apakah harga sahamnya tetap layak koleksi?
Jika dilihat Price Earnings Ratio (PER) perseroan berada di level 28,51 kali. Posisi itu bisa dibilang sudah cukup tinggi apalagi untuk sektor bisnis yang tengah tertekan.
Namun, jika dibandingkan dengan SMGR alias Semen Indonesia, PER INTP lebih rendah. Jika memang sudah mantap ingin memiliki saham sektor semen, INTP menjadi pilihan yang bijak. *disclaimer on
Memang Bagaimana Sih Nasib Industri Semen Sekarang?
Industri semen tengah menghadapi masalah oversupply selama beberapa tahun terakhir. Bahkan, dari catatan Asosiasi Semen Indonesia, volume penjualan semen terus mencatatkan penurunan sejak Oktober 2019.
Dari posisi Oktober 2019 sebesar 8 juta ton, sampai Mei 2019 hanya sebesar 3,8 juta ton.
Masalah oversupply ini sempat membuat asosiasi semen Indonesia meminta kepada BKPM untuk menghentikan sementara izin pembagunan pabrik baru sampai kondisi pasokan kembali seimbang.
Nah, di tengah masalah itu, pandemi Covid-19 menerjang sehingga membuat pembangunan terhambat. Hasilnya, permintaan semen kian susut.
Hal ini bisa memperlama pemulihan pasar semen di Indonesia. Jadi, secara jangka menengah kinerja sektor semen masih cukup menantang.
Kalian tertarik koleksi saham INTP?