Nasib AISA alias PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. di ujung tanduk. Sempat mencuat untuk bersaing dengan Indofood, kini perseroan malah siap diusir dari Bursa Efek Indonesia.
Berikut ini adalah tulisan serial tentang AISA sejak generasi pertama.
Secara tidak langsung, Tan Pia Sioe, seorang pengusaha di Jawa Tengah, adalah pendiri perusahaan yang kini berticker AISA di BEI tersebut.
BACA JUGA: Anterin Diakuisisi MNC Grup, Saatnya Saingi Gojek?
Awalnya, Tan cuma membangun perusahaan bihun dengan merek Cap Cangak Ular di Sukoharjo, Jawa Tengah pada 1959.
Kala itu, Tan memiliki visi untuk memproduksi makanan berkualitas dengan harga terjangkau. Dengan bentuk perusahaan keluarga, Tan pun membangun bisnis awalnya yang berupa bihun kering.
PODCAST: Liat Kegilaan Harga Saham BTPS Yuk
Sambil menjalankan bisnisnya itu, Tan disebut memiliki empat anak dengan nama pendeknya Priyo, Gareng, S. Haryadi, dan Eko Suratno. Nama pertama menjadi yang paling terkenal, Priyo Hadisusanto dianggap menjadi salah satu pendiri Tiga Pilar Sejahtera.
Perusahaan produsen bihun dan mie kering itu mulai berkembang setelah generasi kedua dan ketiga berkolaborasi pada 1992. Bersama keponakannya, Priyo membangun Tiga Pilar Sejahtera.
Setelah berbentuk Tiga Pilar Sejahtera, perseroan langsung membangun pabrik di Karang Anyar, Jawa Tengah. Pabrik itu memiliki tujuh lini produksi dengan kapasitas 30.000 ton per tahun.
Nasib AISA satu dekade awal tampaknya indah sekali. Delapan tahun berdiri, Tiga Pilar Sejahtera membangun pabrik makanan terpadu seluas 25 hektar di Sragen, jawa Tengah.
Di sana, seluruh fasilitas produksi Tiga Pilar dijadikan satu. Harapannya, komplek pabrik makanan terpadu itu bisa menjadi pundi-pundi cuan perseroan di masa depan.
Dibangun 2000, pasukan Tiga Pilar baru pindah ke Sragen pada 2001. Saat itu juga produksi mie instan Tiga Pilar mulai dibangun.
Tepat satu dekade alias pada 2002, AISA mulai memasarkan produk mie instan mereka.
Setelah satu dekade berdiri secara resmi, Tiga Pilar Sejahtera melantai di Bursa Efek Jakarta melalui Backdoor Listing.
Tiga Pilar masuk bursa setelah mengakuisisi PT Asia Inti Selera Tbk. dengan kode AISA. Perusahaan yang diakuisisinya itu adalah produsen mie telor dengan merek Ayam 2 Telor.
Setelah mengakuisisi PT Asia Inti Selera Tbk., perseroan mengubah namanya menjadi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. Lalu, PT Tiga Pilar Sejahtera menjadi anak usaha dari AISA.
Tiga Pilar Sejahtera terlihat mulai ekspansi pada 2008. Kala itu, perseroan tercatat mengakuisisi tiga perusahaan yang berada di tiga sektor berbeda.
Ketiga perusahaan itu antara lain, PT Poly Meditra Indonesia yang merupakan produsen makanan manis dengan merek dagang Gulas, Gulas Plus, dan Growie.
Lalu, Tiga Pilar juga akuisisi PT Patra Power Nusantara yang bergerak di sektor pembangkit listrik. Perusahaan itu memiliki kapasitas produksi listrik sebesar 3 megawatt.
Perusahaan itu akan memasok kebutuhan listrik dan uap panas untuk pabrik Tiga Pilar sejahtera. Dalam laporan tahunan pada 2012, perseroan pun siap membuka diri unruk masuk ke pasar energi nasional.
Kemudian, perusahaan terakhir yang diakuisisi pada periode ini adalah PT Bumiraya Investindo yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit.
Awalnya, Bumiraya Investindo hanya memiliki kebun di Kalimantan Selatan. Lalu, Bumiraya ekspansif pada 2010 dengan mengakuisisi 5 perusahaan kelapa sawit, yakni PT Mitra Jaya Agro Palm, PT Airlangga Sawit Jaya, PT Chandra Palma Oetama, PT Muara Bungo Plantation, dan PT Tugu Palma Sumatera.
Dengan begitu, kepemilikan lahan Bumiraya meluas ke Kalimantan Tengah, Barat, Sumatera Selatan, dan Riau.
Selain itu, AISA juga membentuk perusahaan patungan bersama Bunge Agribusiness Singapore Pte. LTd lewat Bumiraya Investindo pada 2011.
Tak hanya sampai disitu, pada 2012 Bumiraya juga mengakuisisi PT Tandan Abadi mandiri yang memiliki lahan konsesi seluas 14.000 hektar pada Desember 2012.
Secara total, sampai 2012, Tiga Pilar melalui BRI memiliki lahan seluas 92.899 hektar. Dari jumlah itu, seluas 15.805 hektar sudah ditanami kelapa sawit saat itu.
Setelah memperkuat bisnis produk konsumsi dan menjajal sektor kelapa sawit, AISA tidak puas begitu saja. Pada 2010, mereka pun menjajal sektor bisnis baru, yakni beras, yang merupakan makanan pokok orang Indonesia.
Masuknya AISA ke bisnis beras terlihat setelah mengakuisisi PT Dunia Pangan. Perusahaan itu pun memiliki tiga entitas anak, yakni PT Indo Beras Unggul, PT Jatisari Srirejeki, dan PT Sukses Abadi Karya Inti.
Indo Beras Unggul bergerak di sektor produksi dan perdagangan beras, sedangkan dua perusahaan lainnya adalah pabrik beras.
Keputusan masuk ke bisnis beras ini bisa dibilang tepat. Pasalnya, baru akuisisi 2010, perseroan sudah menikmati cuan nikmat dari lini bisnis itu pada 2012.
Menurut laporan tahunan perseroan pada 2012, lini bisnis beras memberikan kontribusi pendapatan sebesar 58,54% atau senilai Rp1,65 triliun. Nilai itu naik 128,04% dibandingkan dengan 2011 yang senilai Rp725,89 miliar.
Lonjakan pendapatan dari sektor beras itu selaras dengan keputusan perseroan untuk mengakuisisi pabrik dan merek beras PT Alam Makmur Sembada. Perusahaan itu tercatat memiliki kapasitas produksi sebanyak 500 ton gabah kering per hari.
AISA bisa dibilang makin ekspansif menuju dua dekade pada 2012. Perseroan mengakuisisi pabrik biskuit di Balaraja, Tangerang, melalui Bisco Paloma pada 2011. Pada saat itu pula lahir perusahaan PT Balaraja Bisco Paloma.
Nah, anak usaha AISA ini secara mengejutkan akuisisi merek makanan ringan Taro dari PT Unilever Indonesia Tbk. pada 2011.
Kabarnya, AISA menggelontorkan Rp200 miliar untuk mengakuisisi merek Taro dari emiten berkode UNVR tersebut. UNVR sendiri melepas produk Taro karena secara global perusahaan multinasional itu tidak terlalu kuat di segmen makanan ringan.
AISA pun menempatkan produk makanan ringan Tari di anak usaha Balaraja Bisco Paloma, yakni PT Putra Taro Paloma.
Selain memiliki anak usaha Taro, Balaraja Bisco Paloma juga memiliki anak usaha lainnya, yakni PT Subafood Pangan jaya. Perusahaan itu menjadi anak usaha Balaraja Bisco Paloma setelah diakuisisi pada 2012.
Anak usaha itu memiliki produk bihun jagung dengan merek, Tanam Jagung, Panen Jagung, dan Pilihan Bunda.
Dengan begitu, sampai akhir dua dekade, nasib AISA cukup bagus karena telah memiliki banyak lini bisnis yang terdiversifikasi.
Pertama, produk konsumsi makanan pokok yang terdiri dari, Mie Ayam 2 Telor, Superior, Filtra, Kurma, Spider, Haha Mie, New Bossmi, Mie Kremezz,dan Shorr.
Kedua, produk konsumsi makanan manis seperti, Gulas, Gulas Plus, dan Growie.
Ketiga, memiliki anak usaha sektor pembangkit listrik. Keempat, anak usaha sektor perkebunan kelapa sawit.
Kelima, anak usaha sektor beras. Keenam, anak usaha makanan ringan seperti, Taro.
Nantikan kisah lanjutan serial emiten AISA pada tulisan berikutnya ya. Berikut link seri kedua kisah Tiga Pilar Sejahtera alias AISA
Perang minyak kian memanas di tengah pandemi Covid-19 yang semakin menggila. Kini, bukan sekadar Arab…
Zoom menjadi platform yang menonjol di tengah pandemi Covid-19. Seruan untuk kerja dan sekolah dari…
Olimpiade 1992, musim panas di Barcelona, Spanyol, menjadi kenangan indah bagi Indonesia yang tak terlupakan…
Darurat sipil menjadi topik hangat pada Selasa (31/03/2020). Istilah itu mencuat setelah Presiden Joko Widodo…
IHSG kembali melemah pada perdagangan Senin 30 Maret 2020 setelah turun 2,88% menjadi 4.414. Sektor…
Pandemi Corona benar-benar menyandera ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Saya sendiri tidak pernah membayangkan dampak pandemi…
This website uses cookies.
View Comments
ternyata bisnisnya sudah cukup menggurita ya, baru tau kisah perjalanan dan cakupan bisnisnya, keren luar biasa
Sayang perusahaannya lg di ujung tanduk nih, semoga aja masalah mereka bisa selesai dengan damai. Banyak investor ritel yang nyangkut
makasih sharingnya, bagus banget artikelnya dengan detail sekali