Categories: HeadlineOpini

IHSG Anjlok hingga Pasar Dihentikan, Cuma Gara-gara Virus Corona?

IHSG anjlok ke 4.900 menjadi topik panas hari ini. Bagaimana tidak, stimulus OJK yang mengizinkan buyback tanpa RUPS dan BEI yang menggunakan auto rejection asimetris ternyata tidak mampu menahan tekanan ke IHSG lebih jauh lagi.

Bahkan, IHSG anjlok sampai tembus 4.895 dan perdagangan saham di BEI terpaksa dihentikan sementara dan ditutup lebih awal pada 15:33 WIB.

BACA JUGA: Tiga Pilar Sejahtera, Detik-detik Keruntuhan Bisnis Raja Beras Premium

Gejolak pasar saham, termasuk IHSG anjlok itu terjadi setelah WHO menetapkan virus corona sebagai pandemi.

Pandemi adalah sebuah kejadian luar biasa yang meluas secara internasional dan di luar kendali. Level pandemi lebih tinggi ketimbang epidemi dan wabah.

PODCAST: Apa Sih Dampak Kebijakan Buyback Tanpa RUPS Ke Harga Saham?

Nah, kali ini saya coba merincikan seberapa besar dampaknya pandemi virus corona terhadap ekonomi dunia, termasuk pasar saham.

Apa Sih Hubungan Antara Virus Corona dengan IHSG anjlok?

Status pandemi pada kasus virus corona memicu kepanikan di pasar karena melahirkan spekulasi kondisi ekonomi global akan memburuk.

Kok bisa gara-gara virus corona membuat ekonomi global memburuk?

Untuk menjawab itu, kita coba membahas dari awal kasus virus corona COVID-19 ini muncul di Wuhan, China. Ketika kasus meluas lebih jauh lebih, banyak pabrik manufaktur dan otomotif di Wuhan yang ditutup sementara.

Hal ini jelas akan memengaruhi produksi perusahaan yang memiliki pabrik di sana. Jika produksi turun, artinya pendapatan juga berpotensi turun.

Kondisi itu bisa memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan.

Itu gambaran jika virus corona hanya ada di Wuhan. Bayangkan dengan kondisi sekarang, virus corona dengan status pandemi. Sebesar apa dampaknya terhadap kinerja produksi dan penjualan perusahaan dunia, termasuk di Indonesia?

Kalau kinerja mereka semua merosot, artinya ekonomi juga akan linglung toh.

Itu Dari Sisi Perusahaan, Bagaimana Dari Sisi Masyarakat?

Ada dua sudut pandang yang bisa dilihat jika dari sisi masyarakat yang intinya akan berujung kepada kemampuan daya beli.

Pertama, ketika produksi perusahaan menurun, pasokan barang akan berkurang. Sesuai hukum ekonomi, ketika pasokan menipis, tetapi permintaan banyak, harga akan naik.

Ini terjadi pada produk masker yang permintaannya tiba-tiba melejit selaras dengan perkembangan pandemi virus corona saat ini. Dari harga Rp500 per pcs melonjak hingga Rp2.000 per pcs. Bahkan, ada yang mematok Rp10.000 per pcs.

Ketika harga naik, artinya daya beli masyarakat bisa saja turun. Soalnya, pendapatan tidak mengalami kenaikan.

Itu sudut pandang pertama, ada pula sudut pandang kedua yang lebih jangka menengah panjang. Jika perusahaan mengalami kesulitan finansial akibat penurunan produksi dan penjualan, ujungnya adalah PHK atau dirumahkan sementara.

Kondisi ini bisa membuat daya beli masyarakat langsung turun. Jika daya beli turun, status penjualan perusahaan-perusahaan juga bisa turun.

Namun, sudut pandang kedua baru bisa kejadian jika kondisi pandemi virus corona memang sudah parah sekali. Sejauh ini, virus corona masih belum terlalu parah, setidaknya ada harapan ketika musim panas tiba pandemi ini juga diprediksi sirna.

Nah Loh, Lalu, apa hubungannya dengan pasar saham yang anjlok?

Jelas ada hubungan yang erat. Bayangkan, perusahaan yang mencatatkan penurunan produksi dan penjualan itu adalah emiten alias perusahaan terbuka. Artinya, ada potensi penurunan fundamental yang berujung menjadi sentimen negatif untuk harga sahamnya.

Karakter investor pasar saham itu adalah melihat ke depan dengan spekulasi kejadian hari ini. Potensi penurunan fundamental kinerja perusahaan sampai perlambatan ekonomi global membuat para investor bergegas menjadi aset investasi yang lebih aman.

Dari sini, kita akan mendengar keresahan pemerintah dan ucapan bank sentral terkait arus modal asing yang keluar. Nah, arus modal asing itu akan beralih ke aset investasi yang dianggap lebih aman.

Hal itu pula yang membuat pasar saham bergejolak, termasuk IHSG.

Jadi sampai kapan IHSG bakal anjlok kayak begini?

Banyak yang penasaran kapan waktu yang tepat untuk ‘nyerok’ saham di tengah pasar saham yang anjlok.

‘Nyerok’ adalah istilah untuk membeli saham di harga rendah agar rata-rata harga saham yang dimiliki bisa turun sehingga ada potensi capital gain yang besar ke depannya.

Jelas enggak ada yang tau kapan IHSG akan menjadi level dasarnya di tengah gejolak ekonomi dunia saat ini.

Meskipun begitu, kalian yang masih memiliki dana idle atau tidak terpakai bisa mulai nyicil masuk ke saham-saham blue chip yang terkoreksi parah.

Itu bisa dilihat dari valuasi sahamnya lewat price to earning ratio (PER). Jika PER sudah di bawah 10 kali dan status saham itu blue chip, kalian bisa mulai nyicil dari sekarang.

Apalagi, kalau saham itu rajin bagi dividen. Saat ini, tengah periode pembagian dividen sehingga kalian bisa menikmati cuan dari situ.

Catatan, saran dari saya, sebaiknya hindari dulu nyicil saham di sektor komoditas seperti, batu bara sampai CPO. Soalnya, harga komoditas di tengah ekonomi yang melempem begini akan sangat fluktuatif.

Apalagi, di tengah virus corona malah terjadi perang minyak antara Arab Saudi lawan Rusia. Alhasil, harga minyak dunia anjlok yang artinya menekan harga batu bara sebagai komoditas energi pesaingnya.

Lalu, para investor yang kabur dari pasar saham emerging market pada ke mana ya?

Mereka biasanya mencari aset investasi yang lebih aman, salah satunya adalah emas.

Soalnya, di tengah kondisi ekonomi yang tertekan pandemi virus corona berpotensi menekan pasar saham dan pasar uang.

Imbal hasil pasar uang ikut tertekan karena bank sentral akan memilih jalan pelonggaran moneter, seperti penurunan suku bunga. Tujuannya, demi mendongkrak ekonomi lagi.

Jika suku bunga acuan bank sentral turun, artinya suku bunga deposito dan kupon obligasi negara akan lebih rendah juga.

Mencoba cari peluang di reksa dana pendapatan tetap di tengah tren penurunan suku bunga juga agak sedikit berjudi. Soalnya, penempatan reksa dana pendapatan tetap juga termasuk di obligasi korporasi.

Alhasil, ada potensi gagal bayar obligasi korporasi di tengah kondisi ekonomi yang tertekan oleh pandemi virus corona.

Sejauh ini, emas menjadi instrumen yang paling berkilau loh. Kalau melihat harga emas dunia saat ini [sampai perdagangan 12 Maret 2020] sudah naik sebesar 7,7% menjadi US$1.635 per troy ounce dibandingkan dengan akhir 2019.

Di sisi lain, ada juga yang menilai di tengah kondisi saat ini lebih baik memegang uang kas lebih banyak. Soalnya, tidak ada yang tahu bagaimana nasib ekonomi ke depannya pasca pandemi virus corona ini.

Memang bisa terjadi krisis seperti 1998 dan 2008?

Kalau kata Warren Buffet sih enggak. Ucapan sang investor kawakan itu pun cukup logis karena krisis yang terjadi pada 1998 dan 2008 lahir akibat kekacauan pada sistem keuangan.

Kali ini, bukan sistem keuangan yang kacau, tetapi memang imbas dari pandemi virus corona.

Namun, sektor keuangan tidak bisa berleha-leha juga. Dampak virus corona bisa berimbas ke kredit bermasalah yang meningkat di kemudian hari.

Cuma ingat, “di kemudian hari” bukan saat ini.

Jadi, apa yang bisa kita lakukan sekarang untuk investasi dan persiapan finansial ke depannya?

Diversifikasi portofolio dan menjaga arus kas menjadi hal penting saat ini. Setidaknya sampai pandemi virus corona sedikit mereda.

Diversifikasi portofolio di sini artinya kalian menyebarkan investasi dari yang berisiko tinggi sampai rendah. Misal, dari saham, pasar uang, dan emas. Tujuannya, untuk tetap menjaga potensi cuan besar, tetapi bermain aman.

Menjaga arus kas juga dibutuhkan karena kondisi saat ini penuh ketidakpastian. Tidak ada yang tahu sejauh apa perkembangan pandemi virus corona ke depannya. Akankah membuat kondisi ekonomi lebih buruk atau malah sebaliknya.

Jadi, intinya kita harus mempersiapkan segalanya dari rencana keuangan ke depannya dan juga saat ini.

Surya

Recent Posts

Zoom Berikan Cuan Hingga US$3 Miliar kepada Pemilik Hutchinson

Zoom menjadi platform yang menonjol di tengah pandemi Covid-19. Seruan untuk kerja dan sekolah dari…

2 hari ago

Olimpiade 1992, Kisah Indah Bulu Tangkis Indonesia di Barcelona

Olimpiade 1992, musim panas di Barcelona, Spanyol, menjadi kenangan indah bagi Indonesia yang tak terlupakan…

3 hari ago

Darurat Sipil dan Strategi Atasi Penyebaran Covid-19

Darurat sipil menjadi topik hangat pada Selasa (31/03/2020). Istilah itu mencuat setelah Presiden Joko Widodo…

2 minggu ago

IHSG Melemah dan Keputusan Jokowi untuk Penanganan Corona

IHSG kembali melemah pada perdagangan Senin 30 Maret 2020 setelah turun 2,88% menjadi 4.414. Sektor…

2 minggu ago

Pandemi Corona, Mari Lupakan Cuan Sejenak

Pandemi Corona benar-benar menyandera ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Saya sendiri tidak pernah membayangkan dampak pandemi…

3 minggu ago

Tiga Pilar Sejahtera, Detik-detik Keruntuhan Raja Beras Premium

Tiga Pilar Sejahtera mendapatkan dana segar setelah pemegang saham baru, yakni PT Pangan Sejahtera Investama…

1 bulan ago

This website uses cookies.