Gojek PHK 430 karyawannya menyusul hal serupa yang dilakukan oleh Grab lebih dulu. Aksi pengurangan karyawan oleh dua dekakorn Asean ini menyiratkan industri startup raksasa tengah digoyahkan oleh pandemi. Belum lagi, skandal Luckin Coffee yang membuat startup China itu berpotensi diusir dari Nasdaq menambah deretan buruk citra perusahaan rintisan di lantai bursa.
Lewat email, Co-Chief Executive Officer (CEO) Andre Soelistyo dan Kevin Aluwi mengatakan tantangan terbesar saat ini adalah ketidakpastian. Fakta ini telah mengubah beberapa operasi bisnis dan produk dekakorn asal Indonesia tersebut.
BACA JUGA: Bukalapak Ditinggal Para Pendirinya, Siap Dimerger dengan Tokopedia?
Aksi Gojek PHK karyawannya ini melengkapi dengan rencana para manajer dekakorn itu untuk menyalurkan 25% gaji sampai tahun depan untuk para mitra, termasuk anggaran kenaikan gaji karyawan. Dengan skema itu, Gojek menghimpun dana sekitar US$6 juta atau setara Rp85,64 miliar [kurs Rp14.274 per dolar AS] untuk para mitranya.
Kevin pun meminta maaf kepada para koleganya atas keputusan Gojek PHK 9% karyawannya.
“Hari ini, saya merasa gagal,” ujarnya terkait keputusan Gojek PHK tersebut.
Langkah Gojek PHK karyawannya itu dilakukan untuk merampingkan bisnisnya agar lebih fokus ke transportasi, layanan antar, dan sistem pembayaran. Pemangkasan karyawan itu terjadi pada layanan Golife dan Gofood festival.
Menurut situs Layoffs.fyi, sejak 11 Maret 2020 sampai 26 Juni 2020, sudah ada 515 startup di dunia dengan total 68.218 karyawan yang diPHK. Gojek pun mengikuti jejak kompetitornya, Grab, yang memutuskan PHK 360 pegawainya pada bulan ini.
Dari situs itu, sudah ada 7 startup di Indonesia yang melakukan PHK. Ke-6 startup itu antara lain, Gojek, Airy Rooms, Stoqo, Akulaku, SweetEscape, dan Traveloka. Airy dan Stoqo memangkas seluruh karyawannya alias menutup operasional.
Airy Rooms adalah startup operator hotel virtual yang memutuskan berhenti beroperasi pada Mei 2020. Lalu, Stoqo adalah startup yang bergerak dibidang distribusi bahan pangan yang juga memutuskan berhenti beroperasi pada Mei 2020.
Di sisi lain, SweetEscape menjadi salah satu startup yang memangkas karyawan sampai 30% pada April 2020. SweetEscape adalah startup layanan fotografi untuk perjalanan sehingga bisnisnya sangat terdampak ketika pandemi Covid-19 menyerang.
Tak hanya itu, unikorn Traveloka juga memangkas sekitar 10% karyawannya. Online travel agent (OTA) itu juga terdampak pandemi Covid-19. Di luar itu, ada Akulaku yang disebut memangkas karyawan sebanyak 100 orang pada 15 April 2020.
Sementara itu, Grab, kompetitor Gojek juga memangkas karyawannya akibat dampak dari pandemi Covid-19. Grab memutuskan pangkas 360 pegawai atau setara 5% dari total pegawai untuk mengurangi beban operasional selama pandemi Covid-19.
Keputusan Grab yang memangkas pegawai lebih dulu ketimbang Gojek memunculkan persepsi kalau Softbank, investor utama Grab, mulai resah. Apalagi, Softbank mencatat kerugian operasi senilai US$12,7 miliar pada 2019 setelah valuasi Uber dan WeWork anjlok.
Di tengah pandemi ini, Grab akan mengurangi operasi transportasi daring yang terhambat aksi karantina wilayah selama pandemi Covid-19. Startup paling bernilai di Asia Tenggara itu akan fokus ke layanan antar makanan yang mencatatkan kenaikan drastis selama seiring aktivitas di rumah yang meningkat.
Jika deretan startup tadi harus memangkas karyawan karena terdampak pandemi Covid-19, beda kasusnya dengan startup asal China Luckin Coffee. Pesaing Starbucks di Negeri Panda itu justru malah tersandung skandal pemalsuan penjualan hingga terancam ditendang dari Nasdaq.
Luckin Coffee dikejutkan dengan penggrebekan tim investigator dari China ke kantornya pada April 2020. Tim investigator China melakukan penggrebekan atas permintaan regulator pasar modal Amerika Serikat (AS).
Luckin Coffee pun diduga membuat laporan penjualan palsu hingga US$310 juta. Gara-gara skandal itu, harga saham Luckin Coffee langsung melorot drastis.
Penurunan harga saham Luckin Coffee membuat Nasdaq sempat suspensi saham startup kopi itu pada 15 Mei 2020 sampai 20 Mei 2020.
Namun, tak hanya suspensi saham, Nasdaq juga mengirimkan surat peringatan delisting kepada Luckin Coffee karena skandal tersebut. Sialnya, enggak cuma sekali, pada pekan ini, Luckin Coffee kembali menerima surat peringatan delisting kedua setelah perusahaan asal China itu belum melaporkan keuangan pada 2019.
Luckin Coffee beralasan faktor pandemi Covid-19 membuat mereka terlambat untuk publikasi laporan keuangan tahun lalu.
Di luar masalah delisting alias diusir dari bursa itu, Luckin Coffee juga bermasalah dengan para krediturnya. Pasalnya, Luckin Coffee memiliki pinjaman sekitar US$533 juta dengan jaminan harga sahamnya.
Sayangnya, saat ini harga saham Luckin Coffee tengah ambrol dari penawaran perdana US$17 per saham menjadi US$3 per saham. Apalagi, Luckin Coffee juga terancam didepak dari bursa. Para kreditur pun langsung khawatir dengan pembiayaan yang diberikan.
Sebelum saham Luckin Coffee jatuh ke level US$3 per saham, beberapa kreditur sudah mencairkan jaminan sahamnya senilai US$210 juta. Dengan begitu, utang Luckin Coffee tersisa US$324,1 juta. Agar pinjaman itu bisa dibayarkan, para kreditur seperti Credit Suisse maupun Morgan Stanley mengajukan petisi meminta likuidasi aset pemilik Luckin Coffee Lu Zhengyao.
Pihak Luckin Coffee sempat meminta pengadilan membatalkan petisi itu, tetapi ditolak. Alasannya, Luckin Coffee dinilai tidak mungkin bisa melunasi pinjaman tersebut.
Sebelumnya, Luckin Coffee muncul pada 2017 bak wonderkid yang bisa membuat Starbucks di China ketar-ketir. Luckin Coffee pun memutuskan melantai di bursa Amerika Serikat (AS) pada Mei 2019 dengan harga penawaran senilai US$17 per saham.
Hasilnya, Luckin Coffee mendapatkan dana segar senilai US$651 juta. Sayangnya, baru hampir setahunan di Nasdaq, Luckin Coffee sudah dikasih dua peringatan pengusiran dari Nasdaq. Kini, harga saham Luckin Coffee tinggal US$3 per saham dengan valuasi US$757,28 juta.
Skandal Luckin Coffee ini menambah buruk reputasi startup yang melantai di bursa. Sebelumnya, Uber yang berhasil melantai juga menimbulkan kekecewaan di kalangan pasar.
Selanjutnya, WeWork lebih parah, model bisnis yang tidak berkelanjutan membuat startup sewa ruangan kantor itu batal IPO.
Dengan melihat beberapa kasus para startup yang IPO, apakah masih ada yang berharap para startup Indonesia dengan valuasi raksasa melantai di BEI?
Investasi saham jangka panjang menjadi pilihan agar tidak dibuat panik oleh fluktuasi pasar. Apalagi, dalam…
Sukuk Ritel baru akan diterbitkan pemerintah Indonesia. Sukuk Ritel adalah salah satu instrumen investasi berbentu…
Anak usaha KLBF bakal melantai di BEI dan diprediksi bisa menjadi salah satu initial public…
DP 0 persen untuk kendaraan ramah lingkungan direspons berbeda oleh dua saham otomotif di BEI,…
Army harus berhati-hati main media sosial karena BigHit, agensi BTS, mau IPO. Ini jadi bahasan…
Lo Kheng Hong mungkin punya keberuntungan lebih di saham yang punya afiliasi dengan Soeharto. Teranyar,…
This website uses cookies.
View Comments
luar biasa ya dampak pandemi ini, prihatin dengan banyaknya PHK
Orang orang marketing benar-benar dipaksa memutar otak guna menghadapi pandemi ini. Banyak kebijakan yang perlu disesuaikan. Semoga keadaan ini segera bisa kita lewati