berita di balik berita

Berita di balik berita, Jurnalis kerap menjadi kambing hitam ketika pemberitaan dirasa merugikan salah satu pihak tertentu. Hal itu terjadi saat pemilu 2019 ketika salah satu calon presiden tidak percaya dengan media.

Faktanya, di luar kemungkinan adanya keberpihakan, hasil pemberitaan jurnalis juga tergantung dengan fakta jurnalistik yang ada.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi salah satu pihak yang merasa kerap didiskreditkan oleh media. Setidaknya, pendukungnya yang selalu heboh ketika ada media yang dinilai memberikan sentimen negatif kepada sang gubernur.

Apalagi, Anies menggantikan gubernur sebelumnya yang dinilai sebagian warga Ibukota sukses merombak Jakarta. Sayangnya, sang eks Gubernur terlalu emosional hingga bisa terjebak persoalan penistaan agama.

Kalimat ‘Agenda Setting’ mulai muncul sejak masyarakat Indonesia kerajingan bermain media sosial.

BACA JUGA : Apakah Tokoh Kimi no Na wa Akan Muncul di Film Tenki no Ko? Ini Predisiknya

Apakah pemberitaan yang dinilai bernada negatif terhadap salah satu kubu calon presiden pada pemilu 2019 dan Gubernur Jakarta adalah agenda setting?

Bisa jadi ada pihak yang melakukan agenda setting, tetapi bukan dari sisi media. Melainkan, pihak-pihak yang mengatur sedemikian rupa hingga muncul fakta jurnalistik yang menarik untuk diberitakan secara terus menerus.

Alhasil, ada kesan media memiliki keberpihakan, padahal kejadian itu sudah diatur oleh ahli komunikasi yang mumpuni. Namun, untuk kasus di Indonesia bisa juga disebabkan oleh faktor tokohnya sendiri.

Misalnya, sang tokoh kerap melakukan tindakan kontroversial atau menarik bagi media massa, tetapi membuat citranya semakin buruk.

Nah, Buku berjudul Berita di Balik Berita karya David. S Broder pun menceritakan kejadian serupa dalam bab “Lepas dari konteks”

Pada karyanya itu, dia mengisahkan keputusan Edmund Muskie, salah satu calon presiden AS, yang membuat dirinya kalah total karena strategi sabotase yang sistematis dari pesaingnya.

Berita di Balik Berita, Kisah ‘Pelintiran’ untuk Edmund Muskie

Kisah Edmund Muskie bercerita ketika sang senator menuju kantor media Manchester Union Leader. Tujuannya, dia ingin protes terhadap tulisan dari penerbit William Loeb yang menyerang pribadinya, termasuk istrinya.

Kala itu, Muskie adalah unggulan pertama dalam pemilihan pendahuluan calon presiden.

Muskie melakukan protes dari luar kantor Union Leader di tengah hujan salju. Dia protes kepada William Loeb yang melakukan serangan keji terhadap dirinya dan istrinya Jane.

Kalimat lainnya yang muncul adalah, Muskie menyebut Loeb sebagai pengecut yang tidak bernyali karena melibatkan istrinya dalam kampanye.

Dia juga mengklarifikasi kalau Loeb telah berbohong menyebut dirinya membuat ejekan yang ditunjukkan kepada warga Amerika Serikat (AS) keturunan Prancis-Kanada.

Nah, di sini menjadi titik krusialnya, hujan salju membahasi Muskie hingga ke wajahnya. Puluhan wartawan yang melihat protes Muskie berpersepsi sang senator sudah sangat emosi hingga menangis.

Sebelum muncul persepsi tangisan Muskie, dia memang sempat terdiam dan menyeka wajahnya. Berita itu pun muncul di media massa dengan diperkuat foto sehingga persepsi emosional Muskie makin kuat.

Sementara itu, para ahli strategi Muskie ingin dia bersikap berang dan menunjukkan kemarahannya. Harapannya, aksi itu membuat lahirnya semangat baru untuk menahan serangan dari pesaingan utamanya, senator George McGovern.

Sayangnya, jauh dari situ, fokus media massa tidak membahas lagi inti protes Muskie, melainkan sikap emosional sang senator.

Fakta Viralnya Tangisan Edmund Muskie

Adapun, fakta dari Muskie ketika melakukan protes itu diceritakan dalam wawancara untuk The Making of the President 72.

Muskie mengatakan, dia harus pergi ke Florida sepekan sebelum melakukan protes tersebut. Lalu, perjalannya lanjut ke Idaho, California, hingga Washington untuk memberikan suara di senat.

“Setelah itu, saya kembali ke California dan menuju Manchester. Di kota terakhir itu, saya diserang dengan cerita ‘canuck’ tersebut,” ujarnya seperti dikutip dari buku Berita di Balik Berita.

Surat Canuck itu adalah dokumen yang telah memberi label nama kepada senator dari Maine [Muskie] dan caon wkil presiden dari Partai Demokrat 1968 sebagai Muskie Moskow, Muskie Plin-plan, dan palsu

Tentang surat canuck yang menyulut emosi calon presiden AS Edmund Muskie

Muskie pun disarankan stafnya ntuk pergi ke Union Leader demi menanggapi cerita Canuck tersebut.

Dalam cerita itu juga tertulis tentang Istrinya Muskie Jane adalah perempuan yang suka merokok, minum alkohol, mencaci maki, dan perbuatan yang bertentangan dengan etika konservatif lainnya. Munculnya simpulan, apakah istrinya itu cocok untuk jadi ibu negara

isi surat canuck yang menyerang istri Muskie

“Fisik saya kuat, tapi siapa pun tidak akan bertahan, memang hari itu hari yang brengsek,” ujarnya.

Muskie menyebutkan, dia tengah kelelahan, tetapi staffnya bilang ini adalah kesempatan untuk protes kepada Union Leader meskipun aksi itu sangat tidak populer di antara orang-orang Demokrat.

“Saya tidak menangis, saya tahu memang sulit membedakan amarah hingga hampir menangis dengan menangis yang sebenarnya. Namun, itu adalah salju yang meleleh di tengah amarah saya yang memuncak,” sebutnya.

Di Balik Layar Surat Cannuck untuk Edmund Muskie

David S. Broder menceritakan dalam bukunya itu ada fakta yang tidak diketahui oleh Muskie dan wartawan ketika menulis kejadian di Manchester tersebut.

Konon, ada beberapa tindakan yang yang diperintahkan dan dikoordinir oleh gedung putih dengan presidennya saat itu Richard Nixon.

Jadi, ada strategi yang sengaja diperintahkan untuk menyerang, menganggu, dan menyulitkan unggulan pertama Parta Demokrat yang dianggap sebagai ancaman bagi Nixon. Saat itu, Nixon punya keinginan untuk menjadi orang nomor satu di Negeri Paman Sam untuk kedua kalinya.

Marilyn Berger, salah seorang jurnalis di Post berkata kalau Ken W. Clawson eks jurnalis Post telah pindah kerja ke Gedung Putih. Posisinya saat itu adalah wakil direktur penerangan yang juga pelaku penulis surat Canuck yang menyulut emosi Muskie.

Dalam buku All The President’s Men ada kutipan dari Muskie mengakui ada pihak yang ingin menjegal pihaknya. Surat-surat yang menyerang orang partai Demokrat dikirim lewat fax dengan tanda kertas milik Muskie sang anggota Senat.

Bahkan, data hasil pengumpulan pendapat lenyap dari maskar besarnya. Selebaran kampanye palsu disebarkan atas nama Muskie.

Para pemberi suara juga diancam melalui telepon oleh oknum yang mengaku sebagai petugas kampanye Muskie. Sang senator bisa dibelang korban dari usaha sabotase yang dijalankan secara sistematis.

Broder menuliskan, dari sisi jurnalistik, kejadian yang menimpa Muskie itu adalah risiko yang menjerumuskan pembaca apabila informasi yang dimiliki oleh jurnalis tidak lengkap.

“Saya menempatkan pidato Manchester [Protes Muskie] dalam konteks secara akurat adalah sebuah kampanye dan satu kepribadian yang bisa dilihat oleh wartawan,” tulisnya dalam buku Berita di Balik Berita.

Dia mengakui tidak menempatkan dirinya dalam konteks lain yakni, sabotase kampanye, karena hal ini tertutup. Apalagi, pada waktu itu tidak diketahui motif latar belakangnya tersebut.

“Tanpa saya sadari, saya sudah ikut berperan dalam upaya Nixon untuk menghancurkan kredibilitas pencalonan Muskie,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.