Categories: CeritaHeadline

Reksa dana Sinarmas Disuspensi, Apa Risiko Investasi di Reksa dana?

Waktu Baca9 Menit, 24 Detik

Reksa dana Sinarmas menjadi perbincangan sepanjang pekan ini setelah 7 produknya disuspensi. Produk reksa dana pendapatan tetap yang risikonya cenderung menengah atau tidak terlalu agresif pun bisa disuspensi. Apakah ini sinyal investasi reksa dana jenis apapun berisiko tinggi?

Suspensi reksa dana Sinarmas Asset Management menjadi heboh setelah PT Bibit Tumbuh Bersama atau Bibit.id selaku agen penjual menyarankan melakukan penjualan untuk reksa dana yang disuspensi tersebut. Pihak Bibit.id pun mengaku gegabah menyarankan hal tersebut.

BACA JUGA: Nonton Film Ilegal Bisa Bikin Ribuan Orang Tak Bekerja Loh

Dalam surat edaran kepada nasabah, Bibit.id menulis penjualan untuk reksa dana Sinarmas itu masih bisa dilakukan. Pihaknya menyarankan untuk melakukan penjualan sebelum pukul 12:00 WIB pada Selasa 26 Mei 2020.

Direktur Utama Bibit.id Wellson Lo memutuskan untuk mundur dari posisinya setelah kejadian itu. Kini, posisi direktur utama Bibit.id di isi oleh Sigit Kouwagam.

Di sisi lain, Sinarmas Asset Management memberikan kuasa kepada Hotman Paris untuk ambil tindakan hukum perdata dan pidana terhadap agen penjual reksa dana yang diduga menyebarkan informasi tidak sesuai dengan perintah Otoritas Jasa keuangan (OJK).

Sigit yang kini mengisi posisi direktur utama menjelaskan surat keterangan terkait pembekuan reksa dana yang didapatkan Bibit itu ditindaklanjutin dengan kurang baik. Informasi itu ditindaklanjuti dengan tergesa-gesa sehingga memberikan informasi yang kurang tepat ke nasabah.

Reksa dana Sinarmas di Suspensi, Apa Sih Artinya itu?

OJK lewat regulasi POJK nomor 23.04/2016 tentang reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif menuliskan beberapa sanksi yang didapatkan oleh manajer investasi jika melakukan hal yang melanggar. Tahapan sanksi itu antara lain, peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha, pembatalan persetjuan, dan pembatalan pendaftaran.

Dikutip dari Bisnis.com, Direktur Sinarmas Asset Management Jamial Salim mengaku suspensi produk reksa dana Sinarmas disebabkan oleh volatilitas harga obligasi di tengah pandemi Covid-19 dan membuat likuiditas di pasar ketat.

Kondisi itu membuat pencatatan harga aset produk reksa dana Sinarmas lebih konservatif di bawah nilai yang ditetapkan oleh Lembaga Penilaian harga Efek (LPHE) pada produk Reksa dana Danamas Mantap Plus dan Reksa dana Simas Syariah Pendapatan Tetap.

Dengan status suspensi sementara itu, nasabah pemegang produk Sinarmas masih bisa melakukan aksi jual. Namun, produk reksa dana itu tidak boleh menawarkan beli kepada nasabah hingga waktu yang ditentukan.

Sepanjang 2019, OJK telah melakukan suspensi produk reksa dana kepada 37 perusahaan Manajer Investasi dengan masalah yang berbeda.

Misalnya, 16 Desember 2019, OJK membekukan sementara 7 produk reksa dana MNC Asset Management. Penyebabnya, kepemilikan portofolio investasi dengan porsi di atas 10% dari total dana kelolaan untuk reksa dana konvensional dan 20% untuk reksa dana syariah.

Lalu, MNC Asset Management melanggar portofolio terafiliasi di atas 20% dari total dana kelolaan. Terakhir, MNC Asset Management memiliki portofolio investasi di surat utang yang gagal bayar.

Kemudian, 18 November 2019, produk reksa dana PT Narada Asset Manajemen juga disuspensi OJK. Penyebabnya, Narada mengalami gagal bayar atas pembelian beberapa efek saham.

Terakhir, Minna Padi Aset Manajemen harus membubarkan produk reksa dananya. Alasannya, ada dua produk reksa dana saham yang menjanjikan imbal hasil pasti.

Risiko dari Berbagai Jenis Investasi Reksa dana

Ketika memilih investasi, kita lebih sering mendengar keuntungan dari investasi ketimbang risikonya. Padahal, pengetahuan tentang risiko itu sangat penting.

Secara umum, risiko investasi reksa ada antara lain penurunan nilai aktiva bersih per unit atau bisa diibaratkan harga reksa dana per unitnya. Penurunan itu bisa dipengaruhi banyak hal seperti kondisi pasar.

Risiko lainnya adalah ketika dana kelolaan reksa dana di bawah regulasi OJK. Dalam regulasi OJK, minimal dana kelolaan reksa dana adalah Rp10 miliar.

Jika selama 120 hari bursa berturut-turut dana kelolaan reksa dana tidak mencapai Rp10 miliar, produk itu akan dibubarkan. Artinya, aset yang tersisa akan dicairkan, hal itu bisa berarti nilai investasi yang ada bisa turun drastis.

Nah, apa saja sih risiko investasi di reksa dana jika dilihat dari berbagai jenisnya. Di sini, jenis reksa dana yang dibahas antara lain, reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, reksa dana campuran, dan reksa dana indeks.

Reksa dana Pasar Uang

Reksa dana pasar uang bisa dibilang menjadi reksa dana yang paling konservatif, tapi bukan berarti tanpa risiko. Penempatan dana di reksa dana pasar uang mayoritas di deposito bank, sisanya di surat utang bertenor di bawah 1 tahun.

Surat utang dengan tenor di bawah 1 tahun ada apa aja sih? itu bisa dari surat berharga negara, obligasi korporasi, dan medium term notes.

Lalu, apakah surat utang tenor pendek itu tidak berisiko? pastinya tetap berisiko, meski tenornya sudah tinggal kurang dari 1 tahun. Apalagi, di tengah pandemi Covid-19, bisa saja ada perusahaan yang tidak memiliki kas untuk membayar kewajiban jangka pendeknya jelang jatuh tempo.

Namun, biasanya perusahaan sudah mempersiapkan diri untuk membayar kewajiban jangka pendek kurang dari setahun. Jadi, tingkat risiko gagal bayarnya lebih rendah ketimbang obligasi korporasi dengan tenor di atas 1 tahun.

Mau tau reksa dana pasar uang yang memiliki imbal hasil paling tinggi dan rendah dalam sebulan terakhir.

Dikutip dari data Infovesta per 29 Mei 2020, reksa dana pasar uang yang mencatatkan imbal hasil paling tinggi sebulan terakhir adalah Danareksa Gebyar Likuid II. Produk itu mencatatkan imbal hasil bulanan sebesar 172,72%.

Dari data fund factcheet per April 2020, alokasi aset produk itu antara lain, 80,95% di obligasi, sedangkan sisanya 19,05% di pasar uang. Sepuluh penempatan terbesar ada di obligasi BTN sebesar, Obligasi Eximbank, Obligasi Bank Danamon, Obligasi CIMB Niaga, Obligasi Tower Bersama Infrastruktur, Obligasi Astra Sedaya, Obligasi Indosat, Obligasi Maybank Indonesia, Obligasi Sumber Alfaria, dan Obligasi Summarecon Agung.

Jika menurut sektor usaha, alokasi investasi produk itu ditempatkan di keuangan dan bank sebesar 56,28%. Disusul sektor infrastruktur sebesar 15,46%, dan perdagangan sebesar 4,51%.

Lalu, produk reksa dana pasar uang yang imbal hasil terendah adalah Emco pasar Uang berkembang. Produk itu mencatatkan imbal hasil bulanan minus 74,62%.

Dari hasil penelusuran, fund factsheet terakhir yang dipublikasi adalah pada Desember 2019. Produk reksa dana Emco Pasar Uang Berkembang ini fokus di deposito bank kecil. Lima penempatan investasi deposito terbesarnya ada di Bank Banten, Bank Panin Dubai Syariah, Bank Victoria Syariah, dan BJB Syariah.

Reksa dana Pendapatan Tetap

Reksa dana pendapatan tetap akan menempatkan asetnya di surat utang, seperti surat berharga negara (SBN) dan obligasi korporasi. Lalu, apa risiko investasi di reksa dana pendapatan tetap ini?

Ada beberapa risiko, yakni ketika manajer investasi menempatkan dana pada obligasi korporasi yang berujung gagal bayar. Lalu, manajer investasi menempatkan dana pada obligasi korporasi yang tidak likuid di pasar sekunder.

Tak hanya itu, penurunan peringkat utang korporasi dari lembaga rating juga mempengaruhi harga obligasi di pasar sekunder. Hal ini terjadi ketika pandemi Covid-19 ketika beberapa perusahaan mencatatkan penurunan peringkat utangnya.

Dalam sebulan terakhir, reksa dana pendapatan tetap dengan imbal hasil tertinggi secara bulanan adalah Cipta Obligasi USD milik Ciptadana Asset Management sebesar 8,33%. Sayangnya, tidak ditemukan data fund factsheet produk itu sehingga tidak tahu alokasi dananya di mana saja.

Lalu, produk reksa dana pendapatan tetap dengan imbal hasil terendah adalah Mega Dana Pendapatan Tetap Syariah. Produk itu mencatatkan imbal hasil -28,14%. Dari fund factsheet pada April 2020, 100% penempatan dana produk itu ada di kas alias uang tunai.

Reksa dana Saham

Sesuai namanya, reksa dana saham menempatkan aset investasi terbesarnya di saham. Risikonya jelas, penurunan harga saham yang menjadi portofolio manajer investasinya.

Selain harga saham, emiten alias perusahaan yang melantai di bursa, bisa mengalami delisting karena mencatatkan kinerja buruk selama beberapa periode berturut-turut. Hal itu bisa menurunkan nilai aset investasi di reksa dana saham.

Meskipun begitu, reksa dana saham menjadi salah satu produk dengan tingkat imbal hasil yang agresif. Sesuai dengan pepatah klasik, high risk, high return.

Lalu, apa sih produk reksa dana saham yang memiliki imbal hasil tertinggi sepanjang sebulan terakhir?

Gemilang Dana Saham Indonesia menjadi produk reksa dana saham dengan imbal hasil tertinggi. Imbal hasil bulanan Gemilang Dana Saham Indonesia sebesar 9,06%. Sayangnya, fund factsheet tidak ditemukan sehingga sulit mendeteksi portofolio investasi sahamnya.

Lalu, produk reksa dana saham dengan imbal hasil terendah adalah Narada Saham Indonesia. Produk itu mencatatkan imbal hasil minus 30,26%.

Data fund factsheet terakhir yang rilis pada Oktober 2019 dengan mayoritas investasi di BBRI, GGRM, TGRA, WSKT, dan ZINC. Adapun, dari segi sektor terbesar ada di infrastruktur, properti, dan industri barang konsumsi.

Reksa dana Campuran

Reksa dana campuran ini biasanya menempatkan portofolio investasi dengan kombinasi di pasar uang, surat utang, dan saham. Harapannya, dengan diversifikasi investasi itu bisa meredam risiko.

Namun, tetap saja yang namanya investasi tidak ada yang tidak berisiko. Diversifikasi bisa meredam risiko, tetapi juga bisa memperparah risiko investasi.

Hal itu bisa terjadi jika tanpa sengaja portofolio investasi di obligasi korporasi mengalami gagal bayar atau tidak likuid. Lalu, investasi saham juga mengalami penurunan bersamaan.

Namun, biasanya produk reksa dana campuran yang lebih aman adalah ketika mengombinasikan saham dengan surat utang negara. Hal itu bisa membuat risiko saham bisa tergantikan oleh surat utang negara.

Pasalnya, risiko surat utang negara adalah negara bangkrut dan kenaikan suku bunga acuan BI yang bisa membuat harga surat utang negara di pasar sekunder turun.

Lalu, alokasi di pasar uang bisa menyelamatkan risiko besar di reksa dana campuran. Pasalnya, penempatan di deposito bank tidak mungkin minus, kecuali bank sentral menerapkan kebijakan suku bunga acuan minus.

Adapun, reksa dana campuran dengan imbal hasil tertinggi adalah Shinhan Mabrur Balance Fund. Produk itu mencatatkan imbal hasil bulanan sebesar 8,18%.

Menurut fund factsheet per April 2020, komposisi 5 instrumen investasi terbesar antara lain di saham BRIS, ELSA, HOKI, surat utang syariah negara PBS015, deposito BJB Syariah, dan deposito Victoria Syariah. Secara keseluruhan, alokasi aset mayoritas di saham sebesar 54,3%, pasar uang 30,4%, dan surat utang 15,3%.

Lalu, produk reksa dana campuran dengan imbal hasil terendah antara lain, Narada Campura I. Produk reksa dana itu mencatatkan imbal hasil bulanan minus 13,67%.

Dari fund fact sheet per Oktober 2019, 5 penempatan terbesar ada di saham BMRI, CTRA, DEAL, TGRA, UNVR, dan sukuk ISAT.

Reksa dana Indeks

Reksa dana indeks sempat mencuat ketika Warren Buffet menyebutkan instrumen itu sebagai alternatif di tengah ketidakpastian pasar saat pandemi Covid-19. Soalnya, investasi di reksa dana indeks, artinya penempatan di beberapa saham dengan berbagai sektor sesuai indeks acuannya.

Hal itu bisa meredam risiko ketimbang mengandalkan investasi di satu saham saja. Namun, tetap saja reksa dana indeks bukannya tanpa risiko.

Risiko reksa dana indeks saham adalah ketika indeks acuan mengalami penurunan yang drastis. Artinya, harga saham di dalam indeks itu turun drastis dan bisa berpengaruh terhadap imbal hasil reksa dana indeksnya. Selain itu, masalah reksa dana indeks di Indonesia adalah masih belum likuid sehingga susah dijual.

Produk reksa dana indeks yang mencatatkan keuntungan terbesar sebulan terakhir adalah Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund sebesar 5,75%. Produk ini mengacu kepada saham Indonsia yang tergabung dalam Morgan Stanley Capital International (MSCI).

Dari fund factsheet April 2020, 5 portofolio saham terbesar ada di BBRI, BMRI, ASII, BBNI, dan INDF. Dari alokasi aset, 99,09% di saham dan 0,91% di pasar uang.

Lalu, reksa dana indeks yang mencatatkan imbal hasil terendah adalah Danareksa Indeks Syariah yang minus 2,69%. Produk reksa dana ini mengacu kepada Jakarta Islamic Index (JII).

Dari data fund factsheet, produk ini mengalokasikan dananya ke 10 saham terbesar, yakni ASII, BRPT, CPIN, ICBP, INDF, KLBF, TLKM, TPIA, UNTR, dan UNVR. Secara alokasi dana, 99,83% di saham syariah dan 0,17% di pasar uang syariah.

Nah, sudah paham kan risiko dari investasi reksa dana, tertarik mulai investasi ke sana?

Happy
0 0 %
Sad
0 0 %
Excited
0 0 %
Sleppy
0 0 %
Angry
0 0 %
Surprise
0 0 %
Surya

View Comments

  • Tertarik terjun ke reksa dana tapi belum berani untuk bermain disana :'D
    makasih infonya mas..

Recent Posts

Sukuk Ritel Meluncur Besok, Pahami Karakter SBN Ritel Di Sini

Sukuk Ritel baru akan diterbitkan pemerintah Indonesia. Sukuk Ritel adalah salah satu instrumen investasi berbentu…

20 jam ago

Anak Usaha KLBF Bakal IPO dengan Nilai Terbesar Sejak 2008

Anak usaha KLBF bakal melantai di BEI dan diprediksi bisa menjadi salah satu initial public…

3 hari ago

DP 0 Persen untuk Beli Mobil, Pilih IMAS atau ASII?

DP 0 persen untuk kendaraan ramah lingkungan direspons berbeda oleh dua saham otomotif di BEI,…

4 hari ago

ARMY Harus Hati-hati Karena BigHit IPO?

Army harus berhati-hati main media sosial karena BigHit, agensi BTS, mau IPO. Ini jadi bahasan…

4 hari ago

Lo Kheng Hong dan Saham yang Terafiliasi dengan Soeharto

Lo Kheng Hong mungkin punya keberuntungan lebih di saham yang punya afiliasi dengan Soeharto. Teranyar,…

1 minggu ago

Saham TLKM di Paruh Kedua, Pertempuran Pangsa Pasar Kian Sengit

Saham TLKM masih bertahan di kisaran Rp3.000 per saham, meski kinerja kuartal II/2020 mencatatkan penurunan.…

1 minggu ago

This website uses cookies.