Bitcoin memang menjadi barang aneh bagi awam pada medio 2009-an, ketika mata uang kripto itu pertama kali rilis. Namun, makin kesini, mata uang kripto itu seolah semakin mungkin dijadikan alat transaksi populer di dunia nyata.
Saya masih ingat saat Bitcoin dan mata uang kripto heboh di Indonesia pada 2016-2017, kala itu Bank Indonesia dengan tegas menekankan kalau mata uang kripto tidak bisa digunakan untuk transaksi. Keputusan itu bukan hanya di bank sentral Indonesia, tetapi juga belahan dunia lain.
Namun, pihak regulator moneter dan perbankan tetap membuka mata kalau teknologi blockchain memang bisa berguna untuk dunia keuangan.
BACA JUGA: Kopi Jago Melaju Terjang Kedai Kopi Kekinian
Alasan terkuat Bitcoin tidak bisa dijadikan alat transaksi adalah volatilitas nilai tukarnya terlalu tinggi. Hal itu sangat berisiko bagi para penggunanya, baik penjual maupun pembeli.
Alhasil, status mata uang kripto dioper ke Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Nah, pihak Bappebti sendiri tergopoh-gopoh dalam merancang aturan transaksi mata uang kripto tersebut.
Di tengah gonjang-ganjing itu, para pelaku mata uang kripto terus menyakinkan kalau aset digital itu bisa bermanfaat untuk masyarakat. Salah satunya untuk fasilitas remitansi atau transfer uang ke berbeda negara tanpa perantara.
Mata uang kripto diklaim bisa memberikan layanan remitansi yang lebih cepat dan murah ketimbang cara bank tradisional. Namun, sejauh ini, saya belum melihat implementasi nyata remitansi dengan menggunakan aset digital tersebut.
Batu Loncatan Bitcoin, Era Desentralize Finance Siap Dimulai
Istilah Desentralize Finance (DeFi) mulai muncul dalam pertemuan mata uang kripto pada tahun ini. Sejauh yang saya tangkap, DeFi ini adalah skema desentralisasi seluruh aktivitas keuangan seperti, pinjaman, investasi, dan asuransi dalam sistem blockchain.
Dari para pelaku mata uang kripto dan penggemar DeFi menilai transaksi denngan menggunakan skema ini bisa lebih aman dibandingkan dengan tradisional.
Selain itu, keberadaan DeFi bisa membuat fundamental harga mata uang kripto, terutama yang memiliki nilai tinggi seperti Bitcoin, akan lebih stabil karena transaksi makin ramai.
Salah satu implementasi DeFi adalah menggunakan mata uang kripto sebagai jaminan untuk transaksi pinjaman tanpa perantara bank. Nah, salah satu contohnya menggunakan Bitcoin sebagai jaminan transaksi dengan Ethereum.
Dalam transaksi itu muncul istilah baru lagi, yakni Wrapped Bitcoin atau WBTC. Jadi, pengguna yang menempatkan Bitcoin ke dalam aplikasi populer seperti seperti Compound.finance bisa mendapatkan keuntungan lebih besar 90% dari total keuntungan Bitcoin sepanjang tahun ini.
Dikutip dari Bloomberg, untuk bisa mendapatkan WBTC, seorang investor harus mendepositkan Bitcoin ke kustodian di BitGo Inc. yang menggunakan sistem penyimpanan terpusat. Nah, kabarnya ada sekitar 0,6% dari total Bitcoin yang beredar di seluruh dunia sudah muncul dalam skema WBTC.
Bahkan, ada yang memprediksi kalau total Bitcoin yang terbungkus dalam WBTC bisa mencapai 10% dari total peredarannya di seluruh dunia dalam dua tahun ke depan.
Keberadaan WBTC ini pun bisa mendorong aktivitas DeFi dan mendongkrak harga Bitcoin. Dengan begitu, nasib Bitcoin diramal masih punya prospek bagus jika DeFi mampu menggantikan perantara keuangan terpusat seperti bank dalam sistem yang berlaku saat ini.
Mata Uang Kripto Bakal Jadi Alat Transaksi Populer
Kepopuleran DeFi pun membawa kisah manis bagi Bitcoin. Pasalnya, Bitcoin diubah menjadi jaminan mata uang kripto terbaik di dunia. Kini, transaksi Bitcoin tidak hanya jual-beli, tetapi bisa ada hal lain yang bisa dilakukan, yakni dengan menjaminkannya jadi WBTC.
Kapitalisasi WBTC pun terus melejit. Dalam 4 bulan terakhir saja sudah naik US$12,5 juta menjadi US$1,5 miliar. Sepanjang periode itu, harga Bitcoin juga sudah naik hingga tembus di atas US$13.500 atau dalam rupiah sempat tembus Rp202 juta.
Bicara lonjakan harga Bitcoin itu pun ada hubungan erat dengan keputusan PayPal yang membuka fasilitas transaksi jual-beli mata uang kripto.
Paypal memang bukan platform pertama yang terbuka dengan mata uang kripto, tetapi tetap saja platform penyedia transfer uang secara peer to peer itu spesial bagi para pelaku mata uang kripto.
Soalnya, Paypal memiliki basis pengguna yang cukup besar di dunia. Sampai kuartal II/2020, Paypal memiliki 346 juta pengguna dengan total nilai transaksi senilai US$222 miliar atau Rp3.268 triliun. Selain itu, Paypal juga memiliki 26 juta jaringan pedagang di seluruh dunia.
Belum lagi, Paypal tidak hanya berencana membuat platform jual-beli mata uang kripto semata, tetapi juga membuatnya bisa digunakan sebagai alat transaksi pembelian barang dan jasa. Sebuah hal yang haram bagi sistem keuangan tradisional
Sebenarnya, karakter Paypal dan mata uang kripto memang sedikit mirip. Paypal memberikan fasilitas yang memungkinkan transfer uang antar negara tanpa perantara bank, sedangkan mata uang kripto juga memungkinkan transaksi beda negara tanpa melalui bank.
Di sini, Paypal pun ingin memberikan solusi terhadap masalah mata uang kripto sebagai alat transaksi, yakni masalah volatilitas nilai tukarnya.
Presiden Paypal Dan Schulman berani sesumbar pihaknya memiliki sistem yang bisa mengatasi masalah dalam transaksi perdagangan dengan mata uang kripto.
“Jadi, kami akan melakukan penempatan uang transaksi mata uang kripto dengan mata uang dolar AS,” ujarnya.
Dengan skema itu para penjual tetap akan menerima uang dalam bentuk mata uang kripto dari pembeli. Artinya, Paypal siap mengelola risiko fluktuasi harga mata uang kripto.
“Kami akan membuat transaksi cryptocurrency dengan cara yang berbeda. Kami memastikan bisa memberikan keamanan nilai transaksi yang optimal kepada para pedagang,” ujar Dan Schulman.
DBS Singapura Berencana Buat Bursa Mata Uang Kripto
Salah satu yang lebih menghebohkan lainnya adalah rencana DBS Singapura membuat platform perdagangan mata uang kripto. Rencana itu sempat diumumkan di website resmi DBS, sebelum akhirnya dihapus oleh salah satu bank besar di Singapura tersebut.
Rencana DBS itu sempat melambungkan harga Bitcoin hingga tembus Rp202 juta per unit. Sayangnya, penghapusan pengumuman itu membuat harga Bitcoin kembali melorot di bawah Rp200 juta.
Juru bicara DBS pun memberikan pernyataan resmi terkait rencana pembuatan platform mata uang kripto tersebut.
“Sampai saat ini rencana kami untuk membuat platform perdagangan mata uang kripto masih dalam proses. Kami belum mendapatkan persetejuan dari regulator,” ujarnya.
Nah, dengan langkah gencar Paypal dan rencana DBS itu, apakah transaksi antar negara secara resmi menggunakan mata uang kripto bisa menjadi nyata?
Apalagi, beberapa pedagang di Eropa dan belahan dunia lain juga sudah mulai membuka transaksi dengan mata uang kripto.