Jakarta Tenggelam dan Upaya Penyelamatan Ibu kota Indonesia

Jakarta tenggelam

Jakarta tenggelam bisa dibilang sebuah cerita yang sudah diumbar sejak lama. Kalau dari catatan berita rilis terlama yang saya temukan, cerita Jakarta bakal tenggelam sudah ada sejak 2012. Bahkan, isu Jakarta tenggelam seolah terus diulang tanpa ada upaya keras untuk mencegahnya.

Ibu kota Pindah Karena Jakarta Tenggelam?

Isu Jakarta tenggelam kembali mencuat setelah beberapa media internasional mulai dari DW, BBC, The Guardian, hingga ABC memberitakan update proses perpindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur pada Januari 2022. Mayoritas media luar itu memberitakan perpindahan ibu kota Indonesia dari sudut pandang kritikus, yang dibuat anonim. 

Perpindahan ibu kota Indonesia dianggap merugikan secara lingkungan oleh sang kritikus. Menariknya, kritikus itu menyelipkan kata, Indonesia memindahkan ibu kota  karena Jakarta yang terancam tenggelam. 

BACA JUGA: Harga BBM di Indonesia Selalu Naik, Mitos atau Fakta?

Sebenarnya, isu alasan perpindahan ibu kota Indonesia karena Jakarta terancam tenggelam sudah mencuat pada 2019. 

Saat itu, Presiden Indonesia Joko Widodo diwawancarai oleh The Associated press pada Juli 2019. 

Jokowi menjelaskan kalau keputusan pemisahan pusat pemerintahan dengan bisnis dan ekonomi di Jakarta sebagai upaya mengurangi beban ibu kota Indonesia eksisting saat ini tersebut. 

Tanpa ada gambaran apakah itu dikutip dari Jokowi, NBC menerangkan kalau Jakarta adalah salah satu kota besar di Asia yang dipenuhi oleh 10 juta orang. Lalu, ada sekitar 30 juta orang yang tinggal di kota satelit mengadu nasib di Jakarta. 

Jakarta disebut sebagai kota yang rentan gempa bumi, banjir, dan terancam tenggelam karena konsumsi air tanah yang tidak terkendali. Ditambah, kemacetan Jakarta diperkirakan telah merugikan 6,5 miliar dolar AS atau Rp94,17 triliun per tahun. 

Penyebab Jakarta Tenggelam

Ada beberapa penyebab Jakarta bakal tenggelam. Dari beberapa penyebab itu, semuanya saling berhubungan yang membuat ibu kota Indonesia saat ini [5 Mei 2022] itu berpotensi tenggelam. 

Pertama, perubahan iklim digadang-gadang sebagai penyebab utama Jakarta tenggelam. Pasalnya, perubahan iklim telah membuat permukaan air laut di Jakarta meningkat. 

Apalagi, dari catatan Bloomberg pada 2012, 40 persen daratan di Jakarta berada di bawah permukaan air laut. Namun, saat itu banyak menyebutkan kalau terlalu cepat menyalahkan perubahan iklim yang membuat Jakarta terancam tenggelam. 

Kedua, soalnya ada faktor kedua yang mendukung tenggelamnya jakarta, yakni aksi memompa air tanah yang tidak terkendali. Hal itu disebabkan oleh tingkat urbanisasi ke Jakarta yang tinggi, serta banyak pihak yang melanggar ketentuan pompa air tanah.

Ahli Hidrologi dari Belanda Janjaap Brinkman mengatakan masalah pemompaan air tanah ini berhubungan erat dengan pertumbuhan penduduk. 

Posisi daerah tenggelam di Jakarta
Peta potensi daerah tenggelam di Jakarta. / BBC

“Ada sekitar 30 juta penduduk di area Jakarta dan sekitarnya, jumlah itu bakal bertambah menjadi 40 juta dalam 20 tahun ke depan,” ujarnya. 

Nah, jumlah penduduk yang membludak di kawasan Jakarta dan sekitarnya itu membuat pemompaan air tanah menjadi tidak terkendali. Imbasnya, permukaan kota berpotensi turun karena air tanah yang sudah disedot tidak bisa diisi ulang seketika. 

Dengan begitu, konsumsi air tanah yang tidak terkendali berpotensi membuat rongga di dalam tanah. Hal itu membuat permukaan tanah Jakarta rentan mengalami penurunan yang konsisten. 

Brinkman memperkirakan pada 2012 kalau Jakarta berpotensi tenggelam 5 hingga 6 meter pada akhir abad 21 jika konsumsi air tanah tidak dihentikan. 

Perhitungan Brinkman itu mengacu terhadap data historis dari 1974-2010. Pada medio itu, permukaan tanah Jakarta sudah turun sekitar 25-70 centimeter. 

Namun, warga yang tinggal di pesisir Jakarta sudah mencatatkan penurunan tanah hingga 1,4 meter sampai 2,1 meter. Bahkan, salah satu area sudah mengalami penurunan tanah sebesar 4,1 meter. 

Kebijakan Konsumsi Air Tanah

Peraturan penggunaan air tanah di Jakarta memang bisa dibilang cukup longgar. Pasalnya, siapa pun bisa menggunakan air tanah mulai dari pemilik rumah perorangan hingga pebisnis seperti pemilik pusat perbelanjaan skala besar. 

Masalahnya, konsumsi setiap pihak yang menggunakan air tanah ini tidak terkontrol. Hal itu terjadi karena perusahaan air pipa atau PAM di Jakarta tidak bisa memenuhi kebutuhan ibu kota tersebut. 

Mengutip dari BBC dalam artikel berjudul Jakarta, the fastest-sinking city in the world, pihak pengelola air di Jakarta hanya mampu memenuhi 40% dari kebutuhan air di sana. 

BBC sempat mewawancarai salah seorang bernama Hendri, dia adalah tuan tanah di Jakarta Pusat. Hendri memiliki bisnis koso-kosan dan memompa air tanahnya selama 10 tahun untuk melayani penyewa kos-kosannya. 

Hendri berdalih menggunakan air tanah lebih baik daripada mengandalkan PAM di Jakarta. Soalnya, bisnis kos-kosannya membutuhkan banyak air. 

Di sisi lain, pemerintah DKI Jakarta juga mengaku memang ada aksi pengambilan air tanah secara ilegal. 

Otoritas kota Jakarta sempat memeriksa sekitar 80 bangunan di Jalan Thamrin Jakarta Pusat yang berisi pusat perkantoran, perbelanjaan, dan hotel. Hasilnya, 56 dari 80 bangunan memiliki pompa tanah sendiri dan 33 mengambil air secara ilegal. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan setiap phak yang ingin menggunakan air tanah harus memiliki izin. Terutama untuk mengukur seberapa banyak air tanah yanng diambil. 

Pihak yang tidak punya izin menggunakan air tanah bisa dicabut sertifikat layak bangunnya.

Upaya Agar Jakarta Tidak Tenggelam

Ada beberapa upaya yang sudah dilakukan demi menyelamatkan Jakarta dari ancaman tenggelam. 

Pertama, membangun tanggul raksasa di teluk Jakarta sepanjang 32 kilo meter bersama dengan 17 pulau buatan. Nilai investasi pembangunan infrastruktur pelindung dari ancaman tenggelam itu memakan biaya 40 miliar dolar AS atau sekitar Rp580 triliun. 

Konsep tanggul raksasa jakarta
Sebuah konsep tanggul raksasa di Jakarta beserta pulau reklamasi. / Industry.co.id

Harapannya, tanggul raksasa itu bisa membuat ketinggian air di Jakarta bisa diturunkan. Jadi, Jakarta tidak lagi mengalami masalah banjir ke depannya. 

Namun, beberapa kelompok nirlaba Belanda meragukan tanggul laut dan pulau buatan bisa menyelesaikan masalah penurunan di Jakarta. 

Ahli Hidrologi Janjaap Brinkman mengatakan tanggul raksasa dan pulau buatan itu hanya memperlambat penurunan tanah selama 20-30 tahun. 

Kedua, kebijakan pembangunan biopori secara swadaya. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta kepada masyarakat yang mengambil air tanah secara legal bisa membangun biopori. Harapannya, keberadaan biopori membantu percepat penyerapan air kembali ke dalam tanah. 

Upaya membuat satu juta biopori demi mencegah banjir
Upaya pembangunan sejuta biopori demi antisipasi Jakarta tenggelam./ Suara.com

Caranya, dengan membuat lubang berdiameter 10 sentimenter dan kedalaman 100 sentimeter. 

Namun, kebijakan itu juga dipenuhi kritik. Pasalnya, skema biopori hanya menggantikan air tanah di permukaan. Padahal, penggunaan air tanah di Jakarta sudah mencapai ratusan meter di bawah permukaan tanah. 

Ketiga, menghentikan penggunaan air tanah. Lalu, penduduk Jakarta bisa mengandalkan sumber air lain seperti, air hujan, sungai, atau air pipa dari waduk buatan. 

Brinkman menyebutkan Jakarta harus melakukan kebijakan itu pada 2050 untuk mengantisipasi potensi penurunan tanah yang lebih besar. 

Namun, pemprov DKI Jakarta belum ada rencana untuk menghentikan konsumsi air tanah tersebut. 

Keempat, menggunakan teknologi pengisian ulang air tanah. Teknologi itu bisa memakan biaya yang sangat mahal. 

Kota yang sudah menggunakan teknologi itu adalah Tokyo ketika menghadapi penurunan permukaan tanah sekitar 5 dekade silam. 

Kala itu, pemerintahan daerah Tokyo juga membatasi pengambilan air tanah. Hasilnya, penurunan permukaan tanah di Tokyo bisa dihentikan. 

Masalahnya, Jakarta membutuhkan sumber air alternatif agar teknologi bisa berfungsi. Menurut Pengamat dari Institut Teknologi Bandung Heri Andreas, Jakarta membutuhkan waktu hingga 1 dekade untuk membersihkan sungai, bendungan, dan danau. Harapannya, air dari sumber itu bisa menjadi pengganti air tanah yang sudah dikuras. 

Efek Pulau Reklamasi Jakarta

Salah satu polemik terbesar Jakarta adalah proyek Pulau Reklamasi yang digadang-gadang sebagai salah satu upaya untuk meredam potensi bencana banjir di Jakarta. 

Dikutip dari CNN Indonesia, beberapa pulau reklamasi baru di Jakarta adalah bagian rencana induk pembangunan terpadu pesisir di ibu kota negara. Hal itu dilakukan untuk melindungi ibu kota dari bencana banjir dan mendorong pembangunan ekonomi. 

Caranya, dengan membangun tanggul laut raksasa dan 17 pulau buatan di Teluk Jakarta sejak 2015. Namun, kebijakan itu penuh dengan kritik dan pesimistis. 

Upaya Pembangunan Tanggul Raksasa di Jakarta
Update pembangunan tanggul raksasa di Jakarta. / The Guardian

Alih-alih sebagai pelindung Jakarta dari banjir, pulau Reklamasi disebut berisiko tenggelam lebih cepat dari Jakarta. 

Beberapa alasannya antara lain, pulau reklamasi ini dibuat dari pengendapan tanah sehingga ketika permukaan air laut terus meningkat, bisa mempercepat penurunan permukaan tanahnya. 

Jika, kawasan Jakarta Utara diprediksi berisiko mencatatkan penurunan tanah sekitar puluhan milimeter per tahun, maka pulau buatan reklamasi di Jakarta bisa mencatatkan penurunan permukaan tanah hampir 100 milimeter per tahun. 

Di luar itu, efek dari keberadaan pulau buatan reklamasi adalah mengancam para nelayan di daerah pesisir sekitar. Artinya, para nelayan harus mencari ikan lebih jauh lagi karena area itu sudah penuh dengan tanah endapan. 

Belum lagi, para nelayan juga berpotensi kehilangan tempat tinggal karena tergusur keberadaan pulau buatan tersebut. 

Kini, daerah reklamasi itu sudah disulap menjadi kawasan properti mewah. Bahkan, beberapa kawasan memiliki pantai buatan dan menjadi destinasi wisata lokal baru. Di tengah euforia itu, akankah Jakarta bakal jadi seperti Atlantis dalam 1 abad ke depan? 

Referensi: 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.