Beli saham IPO menjadi salah satu rasa penasaran gue yang paling besar. Fasilitas e-IPO pun membuat gue benar-benar merasakan mimpi untuk bisa mendapatkan saham sejak pertama kali listing. Hasilnya? rugi!

Saham IPO identik dengan saham yang langsung ARA alias auto rejection atas sejak pertama kali listing. Katanya sih, penjamin emisi dan big money bakal ngejagain saham IPO biar bisa melejit dan bertahan selama beberapa waktu. 

BACA JUGA: Beli Saham IPO dan Wejangan dari Warren Buffett

Namun, memang enggak semua saham IPO seperti itu, contohnya saham-saham third liner kayak LUCY sampai PGJO. Bayangin, LUCY IPO dengan harga Rp100 per saham dan sampai penutupan 29 Juni 2021, harga sahamnya malah ambrol jadi Rp46 per saham. 

Begitu juga saham PGJO yang IPO dengan harga Rp80 per saham, tapi harga sahamnya sempat jatuh di bawah Rp50 per saham. Namun, kini perlahan sudah bangkit ke Rp70 per saham. 

Sekilas: Kok bisa ada harga saham di bawah Rp50 per saham?

Jadi gini, sekarang kan di BEI itu ada tiga papan pencatatan, papan utama, papan pengembangan, dan papan akselerasi. Untuk papan akselerasi, ini dibuat untuk membuka peluang startup kecil maupun UMKM yang ingin mencari permodalan di BEI. Biasanya, kelas sahamnya third liner atau yang small caps banget. 

Untuk itu, kebijakan fraksi harganya batas minimal bisa di bawah Rp50 per saham. Beda dengan saham di papan utama dan pengembangan.

Terus Gue Rugi di Saham IPO apa?

Begini, gue lagi nyobain e-IPO gitu kan. Nah, waktu itu yang buka cuma ada PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI). Emiten itu berada di sektor tambang emas, tapi gue belum sempat kulik-kulik saham itu lebih dalam. Soalnya, niat emang mau coba beli saham yang katanya milik Peter Sondakh tersebut. 

Dengan harga IPO Rp750 per saham, gue beli dengan nominal lebih dari 1 lot. Soalnya, harga 1 lotnya Rp75.000, jadi berasa terjangkau aja gitu. 

Overall, transaksi di e-IPO ini bikin kita beli saham IPO kayak belanja online aja. Tinggal klik aja, terus nunggu deh dapat penjatahan atau enggak. Sejauh ini, gue sudah coba beli 2 saham di e-IPO. Selain ARCI, ada juga PT Bank Multiarta Sentosa Tbk. (MASB). Hasilnya, gue dapat penjatahan penuh sesuai dengan pengajuan permintaan. 

Balik lagi ke ARCI, ternyata pergerakan harga saham tambang emas itu pasca IPO tidak segemilang mayoritas saham-saham yang baru listing. Bukannya ARA, malah harga sahamnya sempat jatuh di bawah harga IPO pada awal-awal perdagangan. Konon, big money asing pada cabut gitu katanya. 

Hari pertama penutupan masih untung, harga saham ARCI ditutup Rp755 per saham pada Senin 28 Juni 2021. Namun, harga saham ARCI ditutup jatuh ke bawah harga IPO pada 29 Juni 2021 menjadi Rp735 per saham. Artinya, gue sudah loss sekitar 2 persen. Padahal, kalau dari Sucor Flash, Target Price ARCI di angka Rp1.240 per saham. 

Semoga saja kesampean biar gue bisa cabut hehe. Ngomong-ngomong memang gimana ya kinerja ARCI? ini gue bakal coba ulas dengan ambil data dari prospektusnya ya. 

Saham IPO Pertama Rugi, Ini Fundamental ARCI

ARCI janji mau bagi maksimal 80 persen laba bersihnya sebagai dividen mulai 2022. Artinya, kalau kinerja 2021 oke, dia bakal langsung mulai bagi dividen. 

Dengan melihat pencapaian laba bersih ARCI pada 2020 senilai 123.33 juta dolar AS dari total 252,35 miliar saham beredar. Jumlah dividen yang bakal dibagikan mungkin tidak akan jauh dari Rp6,89 per saham. Asumsi perhitungannya menggunakan kurs prospektus ARCI di level Rp14.105 per saham. 

Namun, yang menjadi obrolan tentang saham ARCI adalah jumlah utangnya yang jauh lebih tinggi daripada ekuitasnya. Dengan kondisi itu, banyak yang memprediksi nasib ARCI mungkin bakal sama kayak BRMS. 

Sebelum memprediksi nasibnya ARCI, mending kita bongkar dulu, dari mana sih sumber pendapatan saham tersebut?

Hampir sekitar 90 persen pendapatan ARCI berasal dari penjualan luar negeri. Beberapa konsumen ARCI antara lain, YLG Bullion Singapura, Metalor Technologies SIngapura, Stonex APAC Pte., Ltd., dan Mercuria Energy Trading Pte., Ltd. 

Di sisi lain, ARCI sudah kehilangan dua kliennya, yakni R.K Digital Solution yang terakhir kali tercatat pada 2019. Lalu, ada juga Samsung Gold Exchange Co. Ltd yang terakhir kali tercatat pada 2018. 

Salah satu kelebihannya adalah ARCI dikenal sebagai salah satu penambang emas terbesar di Indonesia. Saham milik Peter Sondakh itu memiliki tambang di Sulawesi Utara sejak 2011. 

Kini, Arci masih memiliki cadangan bijih emas sebanyak 3,9 juta ons setara 121 juta ton pada akhir 2020. 

Salah satu tambang emas terkenal ARCI adalah Toka Tidung yang kontrak karya penambangannya masih berlaku hingga 2041. Lalu, ARCI juga berpotensi mendapatkan dua kali perpanjangan dengan masing-masing maksimum selama 10 tahun. 

Artinya, ARCI berpotensi mendapatkan perpanjangan kontrak hingga 2061. 

Semoga saja ARCI bisa tembus Rp10.000 per saham atau malah kayak PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) yang sudah bertengger di level Rp59.000 per saham, meski disuspensi bursa. 

Ada yang tertarik mencoba beli saham di e-IPO?