Soto Sewu sudah menggambarkan berapa harga sotonya. Soalnya, Sewu dalam bahasa Jawa berarti seribu. Hah, memang masih ada soto seharga Rp1.000 per mangkok?
Cerita Soto Sewu Bu Dwi
Yaps, masih ada lho Soto yang harganya cuma Rp1.000 per mangkok. Warung soto itu bernama Soto Sewo Bu Dwi yang jualan di daerah Tasikmadu, Kabupaten Karnganyar, Jawa Tengah.
BACA JUGA: Lagos Tenggelam dan Upaya Penyelamatan Kota Terpadat di Afrika
Beberapa sumber menyebutkan, soto sewu bu Dwi ini sudah jualan selama 14 tahun. Lalu, harga jual tidak pernah dinaikkan selalu Rp1.000 per mangkok. Di sini, kita bisa bilang, soto Sewu Bu Dwi benar-benar kebal inflasi.
Beberapa orang yang datang ke Soto Sewu Bu Dwi disebut kerap menghabiskan 3 mangkok. Belum lagi, terbanyak pernah 1 orang makan 8 mangkok.
Alasan Bu Dwi Tidak Menaikkan Harga Sotonya
Alasan utama Bu Dwi tidak menaikkan harga sotonya adalah karena nama jualannya adalah Soto Sewu. Masa, nanti dijualnya nggak seribu.
Dikutip dari Solopos.com, Bu Dwi mengaku tidak terlalu memikirkan untung-rugi, yang penting ada pembeli sudah alhamdulilah.
Dengan konsisten menjual soto seharga seribu, Bu Dwi pun banyak mendapatkan pelanggan setia.
Menariknya, dengan menjual harga soto senilai Rp1.000 per mangkok, Bu Dwi juga mempekerjakan tujuh karyawan yang bekerja selama dua sif, yakni saat pagi-siang dan sore-malam.
Kalau begitu, dari mana Bu Dwi bisa membayar 7 karyawan dan juga mendapatkan untung?
Begini, sebagai konteks, beberapa pennjual soto di daerah Solo Raya, termasuk Karanganyar memang masih murah. Rata-rata harga jual soto mangkok kecil sekitar Rp3.000.
Soto yang dijajakan adalah berkuah bening dengan bihun, toge, dan ayam.
Dari penuturan Bu Dwi, dia mengakui kalau porsi sotonya memang lebih kecil dari soto biasanya.
Lalu, berapa besar keuntungan Bu Dwi?
Pendapatan Soto Sewu Bu Dwi
Bu Dwi menyebutkan dalam sehari bisa mendapatkan pelanggan sekitar 500-800 orang. Artinya, potensi omzet Bu Dwi dari jualan soto saja selama sebulan itu bisa sekitar Rp15 juta – Rp24 juta. Ingat, itu omzet yang belum dikurangi dengan beban pokok penjualan ya.
Di sini, Bu Dwi nggak cuma jualan soto, tapi juga minuman dan gorengan.
Harga minumannya tergolong normal, yakni teh panas Rp2.500, sedangkan es teh Rp3.000. Bila kita asumsikan pesimistisnya 50 persen, berarti tambahan omzet dari minuman sekitar Rp18,7 juta – Rp30 juta per bulan.
Lalu, Bu Dwi juga jual gorengan yang saat ini harganya menjadi Rp2.000 untuk 3 gorengan. Bila diasumsikan ada 100 orang per hari yang beli 3 gorengan Bu Dwi, berarti omzet dari gorengan sekitar Rp6 juta per bulan.
Berarti total omzet dari soto, minuman, dan gorengan senilai Rp39,7 juta – Rp60 juta per bulan.
Keuntungan Soto Sewu Bu Dwi
Jika setiap Soto, Bu Dwi ambil keuntungan Rp50 per mangkok. Artinya, laba usaha dari lini bisnis Soto Bu Dwi sekitar Rp750.000 – Rp1,2 juta per bulan.
Lalu, jika mengambil keuntungan dari minuman sekitar Rp500 per gelas. Berarti, laba usaha dari penjualan minuman senilai Rp7,5 juta sampai Rp12 juta per bulan.
Kemudian, jika bu Dwi mengambil keuntungan sekitar Rp100 per gorengan. Berarti laba usaha dari asumsi laku 300 gorengan per hari menjadi Rp900.000 per bulan.
Berarti, total laba usaha Bu Dwi sekitar Rp9,1 juta – Rp14,1 juta per bulan.
Bila Bu Dwi menggaji ke-7 pegawainya senilai Rp500.000 per bulan. Artinya, beban gaji pegawai sekitar Rp3,5 juta per bulan. Kemudian, beban operasional seperti gas, listrik dan lainnya bisa dianggap Rp2 juta per bulan.
Artinya, keuntungan Bu Dwi senilai Rp3,6 juta sampai Rp8,5 juta per bulan.
Akhir Kata
Perhitungan yang saya lakukan ini hanya bersifat asumsi. Bisa jadi, Bu Dwi malah menjual rugi sotonya alias tanpa margin keuntungan.
Justru margin keuntungan bisa didapatkan Bu Dwi dari produk makanan seperti gorengan, dan minuman.
Untuk itu, jika makan di Soto Sewu Bu Dwi, wajib beli minum dan gorengan ya. Biar, harga sotonya bisa konsisten Rp1.000 per mangkok ke depannya. Bisa ditasbihkan Soto yang Kebal Inflasi deh.