Booming saham bank digital diperkirakan terus berlanjut hingga tahun depan. Apalagi, kini banyak perusahaan teknologi yang mengakuisisi bank kecil untuk dijadikan bank digital. Teranyar, unicorn Ajaib, perusahaan sekuritas, yang mengakuisisi PT Bank Bumi Arta Tbk. 

Ajaib mengakuisisi 24 persen saham dengan harga Rp1.345 per saham sehingga totalnya menjadi Rp745 miliar pada 17 November 2021. Angka pembelian itu jauh di bawah harga pasar saham berkode BNBA yang pada 17 November 2021 senilai Rp3.510 per saham. 

Sampai 20 November 2021, belum ada penjelasan dari pihak Ajaib terkait rencana pengembangan Bank Bumi Arta. Namun, ada potensi, Ajaib kembali masuk ke Bank Bumi Arta jelang rights issue atau penerbitan saham baru pada Desember 2021. 

BNBA berencana menerbitkan saham baru sebanyak 32 persen dari total modal disetor yang mulai masuk pernyataan efektif pada 29 November 2021. Jadwal cum date rights issue 7 Desember 2021 dan ex datenya 8 Desember 2021. 

Tujuan BNBA melakukan rights issue adalah untuk memenuhi ketentuan minimal modal inti dari Otoritas Jasa Keuangan pada akhir 2021 senilai Rp2 triliun dan harus tembus Rp3 triliun pada 2022. Soalnya, sampai September 2021, modal inti BNBA baru mencapai RP1,6 triliun.

Jejak Saham BNBA Sebelum Diakuisisi Ajaib

Bisa dibilang, BNBA adalah salah satu bank kecil, yang dalam kasta bank era sebelumnya telah sampai di level BUKU II, yang cukup bagus. Indikator bagusnya dalam hal pengelolaan risiko. 

Kinerja Kredit BNBA
Kinerja Kredit BNBA

Hal itu terlihat dari rasio non-performing loan atau rasio kredit bermasalah gross maupun netnya terjaga dengan baik. Dari laporan tahunannya, NPL gross BNBA pada 2016-2019 terjaga di bawah 2 persen. Memang pada 2020 naik menjadi 2,63 persen, tapi itu pun akibat pandemi Covid-19. 

Kinerja DPK BNBA
Kinerja DPK BNBA

Lalu, NPL net bahkan rata-rata pada periode 2016-2019 di bawah 1 persen. Hanya pada  2020 yang tembus 1,81 persen. 

Namun, skala BNBA bisa dibilang memang masih kecil. Sampai akhir 2020, BNBA hanya mencatat sekitar 44.000 rekening. 

Tujuan Ajaib Akuisisi BNBA

Ajaib memiliki bisnis sekuritas dan juga agen penjual reksa dana. Lalu, kenapa Ajaib membutuhkan bank hingga akuisisi BNBA? 

Begini, bisnis bank bisa melengkapi puzzle bisnis Ajaib, yang merupakan sekuritas dan agen penjual reksa dana. Kemungkinan besar, Ajaib bakal dorong BNBA untuk menjadi bank administrasi rekening dana nasabah (RDN). Saat ini, BNBA bukan salah satu dari 16 bank administrasi RDN yang tercatat di KSEI. 

Keuntungan jadi bank RDN adalah berarti bisa mencatatkan transaksi internet banking maupun mobile banking yang cukup tinggi. Meskipun, BNBA baru mencatat 44.000 rekening, tetapi Ajaib mengklaim punya 1 juta pengguna. Dengan begitu, 10 persen nasabah Ajaib daftar ke BNBA bisa langsung melambungkan nasabah dari BNBA lebih dari 2 kali lipat. 

Namun, proses itu tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di sini, Ajaib harus mengembangkan BNBA sebagai bank digital yang benar-benar user friendly dibandingkan dengan kompetitor utama seperti Jago maupun Neo Commerce. 

Sebagai data, pertumbuhan transaksi mobile dan internet banking PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) bisa menjadi gambaran potensi bisnis bank dari transaksi investasi. 

Sampai September 2021, BBCA mencatatkan kenaikan volume transaksi mobile banking sebesar 55 persen menjadi 2,64 miliar kali. Nominalnya juga naik 50,8 persen menjadi Rp2.851 triliun. 

Kinerja Transaksi Digital BBCA
Kinerja Transaksi Digital BBCA

Lalu, volume transaksi internet banking naik 29 persen menjadi 1,03 miliar kali. Nominalnya juga naik 33,7 persen menjadi Rp10.834 triliun. 

Kabarnya, mayoritas kenaikan transaksi itu didorong oleh booming investasi saham dan crypto. Terus apa untungnya bank dari bisnis itu? sebenarnya nominal uang itu tidak masuk ke catatan pendapatan bank, tetapi tandanya di sini banyak orang yang menabung. 

Kinerja DPK BBCA
Kinerja DPK BBCA

Tabungan adalah salah satu instrumen dana murah punya bank, jika punya banyak nasabah yang menabung. Berarti, beban bunga bank bisa turun dan lebih efisien. Buktinya, dari BBCA memiliki rasio dana murah (terdiri dari tabungan dan giro) tembus 78 persen dari total dana pihak ketiganya. 

Peta Persaingan Bank Milik Perusahaan Teknologi

Persaingan pendirian bank digital oleh perusahaan teknologi dimulai ketika Akulaku mengakuisisi PT Bank Yudha Bhakti Tbk. (BBYB) yang kini bernama Bank Neo Commerce pada 2019. 

Di tengah proses Akulaku menyulap bank pensiunan itu menjadi bank digital, Gojek juga masuk ke PT Bank Artos Indonesia Tbk. (ARTO) yang disulap menjadi Bank Jago pada 2020. 

Lalu, SEA Ltd., induk usaha Shopee, juga mengakuisisi PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) yang disulap jadi SeaBank pada 2021. 

Kredivo pun mengikuti perusahaan teknologi lainnya dengan akuisisi PT Bank Bisnis International Tbk. (BBSI) pada 2021. Kabarnya, Kredivo bakal membuat aplikasi bank digital bernama Lime. Namun, memang belum jelas kapan aplikasi tersebut dirilis.

Terakhir, satu perusahaan teknologi besar di Indonesia yang belum punya bank digital adalah Grab. Banyak rumor bank kecil yang bakal dicaplok oleh Grab, mulai dari PT Bank Capital Tbk. (BACA), PT Bank Raya Tbk. (AGRO) sampai PT Bank Aladin Tbk. (BANK). 

Namun, teka-teki bank digital Grab mungkin mulai terjawab setelah PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) memutuskan akuisisi PT Bank Fama International. Dengan begitu, Bank Fama bisa jadi bank kolaborasi antara Bukalapak dan Grab yang beberapa sahamnya juga dimiliki EMTK. 

Potensi Saham Bank Digital Terbesar

Dari mulai peluncurannya, Bank Jago sering diunggulkan sebagai calon bank digital terbesar. Penyebabnya, Bank Jago bakal masuk ke dalam ekosistem Gojek dan Tokopedia. Ekosistem Gojek dan Tokopedia bisa terdiri dari pengguna aktif bulanan Gojek dan Tokopedia, merchant GoFood, seller Tokopedia, dan mitra Gojek. 

Namun, tanpa disangka-sangka, kini Bank Neo Commerce yang digarap Akulaku, fintech yang dibekingin oleh Alibaba, menjadi bank digital dengan jumlah pengguna terbanyak. Sampai 20 November 2021, jumlah pengunduh Bank Neo Commerce tembus di atas 10 juta pengguna. Padahal, Bank Jago sampai saat ini baru mencatat 1 juta pengguna. 

promosi BBYB
Promosi BBYB

Strategi Neo Commerce dalam menjaring nasabah lebih banyak menggunakan strategi referral dengan bonus uang tabungan. Tak lama kemudian, Bank Jago juga menggunakan skema serupa, tetapi tidak jor-joran seperti Neo Commerce. 

Selain itu, Neo Commerce juga berani menawarkan suku bunga deposito tinggi hingga 8 persen kepada nasabah. Angka itu di atas bunga penjaminan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) yang sebesar 3,5 persen. 

BACA JUGA: Strategi Bank Neo Commerce dan Jago Gaet Nasabah di Sini

Di luar persaingan panas Bank Jago dan Neocommerce, Seabank juga sudah mengembangkan aplikasinya. Sampai saat ini, jumlah pendonwload aplikasi Seabank itu memang masih di bawah Jago dan Neo Commerce, yakni sebanyak 500.000 pengguna.

Perlawanan dari BBCA

Nah, di luar perusahaan teknologi, saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia, yakni BCA pun tidak mau kalah. Sudah merencanakan sejak 2016, akhirnya BBCA merealisasikan pendirian bank digital pada 2020 setelah mengakuisisi Bank Royal. 

Kini, Bank Royal sudah berganti nama menjadi BCA Digital, yang sudah merilis aplikasinya bernama Blu. Namun, skala pengguna aplikasi Blu memang masih belum banyak karena masih sekitar 500.000. 

Namun, bukan berarti Blu bakal kalah saing nih. Soalnya, Blu juga berada dalam ekosistem Grup Djarum, induk usaha dari BCA. Ekosistem Grup Djarum terdiri dari beberapa perusahaan teknologi juga seperti, Blibli.com dan Tiket.com. Belum lagi, ekosistem BCA yang sudah punya basis nasabah yang cukup besar dan juga merchant yang banyak. 

Saat ini, tampaknya Blu lagi fokus menyempurnakan aplikasinya karena masih banyak butuh penyesuaian. Memang, tidak ada yang bisa prediksi apakah Blu bisa mengalahkan ARTO dan BBYB atau tidak. 

Prospek Saham Bank Digital

Harga saham bank digital sudah melejit terlalu tinggi, terutama ARTO yang kini sudah berada di atas Rp10.000 per saham. Lalu, saham seperti BBYB dan BNBA juga sudah kelewat tinggi di tas Rp2.000 per saham. Lalu, gimana prospek saham bank digital ke depannya?

Jujur, harga saham bank digital saat ini memang sudah terlalu overvalued banget. Pasalnya, mayoritas orang membeli dengan ekspektasi alias prospeknya di masa depan. Padahal, prospek saham bank digital di masa depan juga belum jelas. 

Misalnya, harga saham ARTO sudah melewati rata-rata PBV tertingginya dalam 3 tahun terakhir. Lebih lagi, BBYB dan BNBA yang lagi mencapai all time highnya. 

valuasi bank jago
PBV standard Deviasi ARTO terbilang cukup mahal karena berada di area +2

Pilihan saham bank digital milik perusahaan teknologi yang paling fair saat ini adalah BBSI. Namun, status BBSI untuk menjadi bank digital juga masih rencana. Kini harga BBSI sudah terbang hingga Rp5.700 per saham. 

Valuasi BBYB
BBYB baru saja all time high sehingga terbilanng cukup mahal

Apakah harga saham bank digital masih bisa terbang tinggi lagi? tentunya masih bisa jika kinerja mereka mulai menunjukkan titik positif. 

valuasi BNBA
Valuasi saham BNBA juga berada di titik tertingginya, terlalu mahal dan berisiko untuk investasi.

Misalnya, ARTO yang sudah mencatatkan laba bersih untuk operasional Juli-September 2021. Namun, laba bersih itu harus dibayar dengan kekalahan ARTO dalam menjaring nasabah dari BBYB yang sangat agresif. 

valuasi BBSI
BBSI yang bisa dibilang valuasinya lebih murah dari ke-3nya. Walaupun, BBSI belum meluncurkan aplikasi digital bankingnya

Kalau mau berspekulasi, BBSI menarik, meski posisi harga saat ini bisa dibilang sudah cukup tinggi dan statusnya juga baru melantai di bursa pada 2020 silam. 

Intinya, kalau masuk ke saham bank digital, pilih salah satu saja. Jangan semuanya. Lalu, masuk secara bertahap jangan langsung all in. 

Kamu lebih suka saham bank digital yang mana nih?

About Surya

administrator

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.