Bank kecil alias bermodal inti di bawah Rp1 triliun lagi didorong Otoritas Jasa Keuangan untuk meningkatkan modalnya. Salah satu bank kecil yang sudah beraksi adalah PT Bank Bisnis Internasional Tbk. yang melakukan aksi penerbitan saham baru atau rights issue dengan target dana Rp290,15 miliar. Memang bagaimana cara bank bisa menaikkan modalnya ya?
Sampai September 2020, modal inti Bank Bisnis Internasional senilai Rp702,25 miliar. Untuk itu, Bank Bisnis Internasional membutuhkan sekitar Rp300 miliar agar bisa mencapai ketentuan baru modal inti bank minimal Rp1 triliun.
Daftar Isi Tulisan
Namun, bank-bank kecil seperti Bank Bisnis Internasional juga harus bersiap cari strategi penambahan modal inti untuk ke depannya. Pasalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan minimal modal inti bank pada akhir Desember 2022 menjadi Rp3 triliun.
Bagaimana Cara Bank Kecil Bisa Menaikkan Modal Intinya?
Ada empat cara agar bank kecil bisa menaikkan modal intinya demi mengikuti ketentuan baru OJK tersebut nih.
Pertama, melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) ke bursa saham. Dengan melantai di bursa saham, bank bisa dapat dana segar karena melepas sebagian sahamnya ke publik. Dana itu bisa digunakan untuk meningkatkan modal intinya.
BBSI baru banget IPO pada September 2020, dengan harga penawaran Rp480 per saham, perseoran menghimpun dana segar senilai Rp189,49 miliar.
BACA JUGA: Harga Emas Turun Jadi Mending Trading Aja?
Kedua, melakukan rights issue seperti yang dilakukan Bank Bisnis Internasional. Rights issue adalah aksi penerbitan saham baru dengan tujuan untuk bisa mendapatkan dana segar. Nantinya, dana segar itu bisa digunakan untuk tambah modal inti.
Ketiga, mencari investor strategis. Sebenarnya poin ketiga ini yang dikejar oleh OJK dengan harapan ada investor strategis lokal yang mau melakukan konsolidasi beberapa bank. Dengan begitu, modal inti hasil kumpulan bank ini bisa naik kelas jadi bank menengah.
Sejauh ini, mayoritas investor strategis berasal dari asing seperti, Kansikorn Bank Thailand, Bangkok Bank, Shinhan Bank, APRO Financial, Woori, Sumitomo, MUFG, IBK, dan lainnya.
Beberapa investor lokal yang ikut masuk menjadi investor strategis bank adalah PT Bank Central Asia Tbk. yang kemarin baru menuaikan janjinya untuk akuisisi dua bank, yakni Bank Royal dan Rabobank Indonesia.
Keempat, mengoptimalkan laba bersih untuk memupuk modal inti. Ini bisa dilakukan dengan mengurangi pembagian dividen terlebih dulu sampai menyisihkan sebagian laba untuk masuk ke modal inti.
Setelah Modal Inti BBSI Naik, Bagaimana Prospeknya Ya?
Semakin besar modal inti, berarti bank bisa meningkatkan penyaluran kredit. Dengan begitu, bank bisa makin meningkatkan kinerjanya. Namun, pertumbuhan kredit akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Jika kondisi ekonomi sedang kurang bagus, permintaan kredit juga cenderung rendah.
Dengan kondisi begitu, bank benar-benar terengah-engah untuk mengejar pangsa pasar. Apalagi, penguasa pasar bisa dibilang empat bank BUKU IV terbesar, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Jika melihat kinerja BBSI sampai kuartal III/2020, pendapatan bunga bersih dan laba bersih perseroan tumbuh positif. Pendapatan bunga bersih naik 19,29% menjadi Rp42,64 miliar dibandingkan dengan Rp35,74 miliar pada kuartal III/2019. Laba bersih naik 26,31% menjadi Rp23,17 miliar dibandingkan dengan Rp18,35 miliar.
Penyaluran kredit perseroan juga melejit 34,58% menjadi Rp752,09 miliar dibandingkan dengan Rp558,83 miliar. Namun, lonjakan penyaluran kreditnya tidak seimbang dengan penghimpunan dana. BBSI hanya mencatatkan kenaikan dana pihak ketiga 9,73% menjadi Rp454,44 miliar dibandingkan dengan Rp414,11 miliar.
Dana pihak ketiga adalah uang yang dihimpun bank lewat aktivitas giro, tabungan bank, dan deposito.
Untungnya, bantalan modal perseroan dari segi rasio kecukupan modal lagi tebal banget sebesar 75,75%. Lalu, rasio kredit bermasalah kotor perseroan juga tidak terlalu tinggi cuma 1,19%.
Namun, tetap saja kondisi ini membuat BBSI sulit menggenjot pertumbuhan kreditnya lagi sampai jumlah DPK bertambah, meski modal intinya bakal naik setelah rights issue nanti.
Harga Rights Issue BBSI di bawah Harga Pasar, Untung atau Rugi?
Nah, harga pelaksanaan right issue BBSI berada di bawah harga pasar nih senilai Rp735 per saham. Padahal, harga saham BBSI berada di kisaran Rp800 per saham. Apa yang bikin harga pelaksanaan harga saham BBSI di bawah harga pasar?
Secara teori ketika harga pelaksanaan rights issue di atas atau di bawah harga pasar akan berpengaruh terhadap pergerakan harga saham selanjutnya.
Biasanya, jika harga rights issue di atas harga pasar, investor ritel tidak akan ambil haknya. Soalnya, mereka menilai daripada beli saham rights issue dengan harga tinggi lebih baik beli di pasar reguler saja.
Lalu, jika rights issue di bawah harga pasar, investor ritel akan ambil posisi jual setelah mendapatkan haknya. Tujuannya demi bisa mendapatkan keuntungan jangka pendek. Akibat aksi jual itu, harga saham perusahaan bersangkutan ujung-ujungnya turun mendekati level harga rights issue.
Di sisi lain, untung-rugi aksi rights issue sebuah saham akan tergantung dari penggunaan dana yang dihimpun. Jika emiten gagal menggunakan dana dengan baik bisa membuat kinerja keuangan meningkat yang artinya mendorong valuasi perusahaan.
Namun, jika gagal menggunakan dana rights issue, artinya dilusi saham yang berdampak ke investor tidak memberikan nilai lebih seperti kinerja yang lebih baik. Artinya, aksi rights issue itu sia-sia.
Penentuan aksi rights issue bakal oke atau tidak bisa dilihat dari harga penawarannya juga nih. Jika harga penawaran berada di atas nilai buku, artinya investor yang stand by buyer punya komitmen jangka panjang.
Namun, kalau rights issue berada di bawah nilai buku, artinya investor hanya ingin menguasai saham mayoritas dengan cara mengambil dilusi saham minoritas.
Bagaimana Cara Menghitung Nilai Buku Saham?
Nilai buku saham adalah nominal setiap lembar saham dalam modal suatu perusahaan. Biasanya, nilai buku saham bisa dijadikan indikator murah atau mahalnya suatu saham.
Cara menghitung nilai buku per saham adalah dengan membagi jumlah ekuitas [dalam bentuk rupiah] dengan jumlah saham yang beredar.
Misalnya, dalam kasus BBSI, perseroan memiliki ekuitas Rp708,46 miliar dengan total saham beredar 2,23 miliar. Artinya, setiap lembar saham memiliki nilai Rp316,7 per saham. Dalam contoh BBSI ini, stand by buyer, yakni PT Sun Land Investama, siap mematok harga pelaksanaan rights issue di atas nilai buku.