Bank Thailand tengah agresif merampungkan aksi akuisisi bank di Indonesia. Sebelumnya, Kasikornbank lebih dulu masuk ke Bank Maspion secara bertahap sejak 2017, kini Bank Bangkok yang diprediksi merampungkan aksi akuisisi Bank Permata pada Mei 2020.
Cerita bank Asean yang memburu bank di Indonesia bukan cerita baru. Bank asal Malaysia dan Singapura lebih dulu menjajal pasar Indonesia.
Indonesia memiliki pasar yang besar. Bahkan, bank besar domestik seperti, BRI, BCA, Bank Mandiri, dan BNI masih kesulitan mendorong literasi keuangan.
BACA JUGA: Skandal Luckin Coffee Kian Hancurkan Citra Startup di Bursa Saham
Hasilnya, banyak pemain asing yang masuk, terutama setelah krisis moneter 1998. Kala itu banyak bank yang harus dilikuidasi maupun disehatkan.
Dari titik itu, banyak investor asing yang mencaplok bank di Indonesia. Dari Temasek yang ambil alih Bank Danamon. Kini, bank itu dimiliki investor asal Jepang MUFG.
PODCAST: Kisah Investor Ritel yang Portofolio Sahamnya Berdarah-darah, Kamu Juga?
Lalu, NISP diakuisisi sebagian sahamnya oleh OCBC. Ada pula BII yang diakuisisi Maybank, dan Bank Niaga diakuisisi oleh CIMB.
Namun, apakah ini artinya bank asal Indonesia belum mampu berbicara lebih ke luar negeri?
Saya ingat sekali jawaban dari Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja terkait pertanyaan akankah bank swasta terbesar Indonesia itu akan buka anak usaha di negara lain.
“Untuk apa kami mengejar pasar di negara Asean. Toh, pasar di dalam negeri yang begitu besar saja belum optimal,” ujarnya.
Hal itu cukup logis mengingat jumlah penduduk Indonesia yang luas, tetapi literasi dan inklusi keuangan masih rendah.
Kisah ekspansi bank asal Indonesia ke luar negeri pun ribetnya bukan main. Bank Mandiri pernah mengurus rencana membuat entitas di Malaysia, tetapi hingga kini tidak ada kabarnya lagi.
Malah, pada akhir 2019 kembali muncul isu kalau Bank Mandiri incar ekspansi ke Filipina, Vietnam, dan Malaysia. Padahal, isu itu sudah ada sejak 2017 ketika Wamen BUMN saat ini Kartika Wirjoatmodjo masih menjabat sebagai dirut Bank Mandiri.
Bahkan, Tiko sempat mengurus perizinan hingga bertemu dengan regulator Malaysia. Namun, hasilnya tidak jelas jadi atau tidak memiliki entitas sendiri di Negeri Jiran.
Bank Thailand Siap Menjajal Indonesia
Agustus 2017, Kasikorn Bank yang berstatus sebagai bank keempat terbesar di Thailand membeli 9,99% saham PT Bank Maspion Tbk.
Kala itu, KBank, sebutan Kasikorn, membeli saham Bank Maspion dengan harga premium, yakni Rp615 per saham. Padahal per 28 Agustus 2017, harga saham Bank Maspion berada di level Rp400 per saham.
Harga saham Bank Maspion pun kian susut sampai perdagangan Kamis 30 April 2020. Harga Bank Maspion bertengger di level Rp258 per saham.
Adapun, KBank memiliki misi untuk mengubah Bank Maspion menjadi bank digital.
Sebelumnya, isu rencana Kbank ke Indonesia sudah mencuat sejak 2016. Namun, rencana itu terhambat oleh aturan harus mengambil dua bank.
Ditambah, masalah resiprokal di mana harus ada satu bank di Indonesia yang ekspansi ke Thailand dulu baru bisa Bank asal Negeri Gajah Putih menambah armadanya di Nusantara. Pasalnya, status kantor cabang bank asing Bank Bangkok dianggap satu bank Thailand sudah ekspansi ke Indonesia.
Polemik itu pula yang membuat KBank hanya membeli 9% saham Bank Maspion. Bank Thailand itu masih belum bisa memenuhi persyaratan jika ingin menjadi pemegang saham mayoritas bank milik Maspion Grup tersebut.
Nah, Bank Maspion berencana melepas 30,01% sahamnya kepada Kasikorn Vision, anak usaha Kasikorn Bank. Jika itu terealisasi, KBank Grup akan memiliki 40% saham Bank Maspion tersebut.
Jika resmi memiliki 40% saham Bank Maspion, KBank berharap bisa memberikan akses yang lebih luas lewat layanan jasa bank lewat perseroan. Selain itu, kepemilikan yang lebih besar juga membuat misi pengembangan digital banking bisa lebih cepat.
Sayangnya, nilai transaksi 30% saham Bank Maspion itu masih dirahasiakan. Jika menghitung dengan harga penutupan Bank Maspion pada Kamis 30 April 2020, berarti anak usaha KBank itu bakal menggelontorkan dana Rp1,49 triliun untuk membeli 30% saham perseroan.
Bank Bangkok Kejutkan Borong Saham Bank Permata
Selain KBank, Bank Bangkok lebih gila lagi dengan memborong bank yang berada di deretan 10 aset terbesar di Indonesia, yakni Bank Permata.
Sebelumnya, isu kegerahan Standard Chartered yang ingin melepas Bank Permata sudah mencuat sejak 2017. Beberapa kali, petinggi Standard Chartered di Inggris memberikan sinyal akan melepas Bank Permata.
Beberapa calon pemegang saham baru pun mencuat, dari BNI, Bank Mandiri, Mizuho, Sumitomo, sampai Northstar. Namun, semua rumor yang membuat harga saham Bank Permata naik turun itu salah semua.
Sosok bank dari Negeri Gajah Putih, Bank Bangkok, yang memborong saham Bank Permata dari Standard Chartered dan Bank Permata.
Berbeda dengan rumor sebelumnya, Bank Bangkok sangat serius untuk mengambil alih Bank Permata. Walaupun, Bank Bangkok sempat melakukan kesepakatan amademen untuk harga beli Bank Permata dari kedua pemegang sahamnya saat ini.
Bank Bangkok menurunkan harga pembelian per 20 April 2020 menjadi 1,63 kali dari nilai buku Bank Permata. Sebelumnya, Bank Bangkok setuju akuisisi Bank Permata dengan harga 1,77 kali.
Mengutip laporan keuangan Astra International pada Maret 2020, Harga wajar Bank Permata dari jumlah saham yang dimilikinya pada Maret 2020 memang turun menjadi Rp12,9 triliun. Sebelumnya, nilai wajar Bank Permata pada Desember 2019 senilai Rp15,8 triliun.
Jika menggunakan nilai wajar itu, artinya Bank Bangkok bakal menggelontorkan Rp25,8 triliun untuk nyaplok Bank Permata.
Mei 2020, Bangkok Bank Bakal Resmi Miliki Bank Permata
Saat ini, proses akuisisi Bank Permata oleh Bangkok Bank tinggal menunggu persetujuan OJK. Pihak Bank Permata memperkirakan tanda tangan akta pengambilalihan akan dilakukan pada bulan ini.
Nantinya, Bank Bangkok juga akan melakukan penawaran tender wajib untuk ambil sisa saham yang dimiliki pemgang saham publik. Penawaran tender wajib akan dilakukan jika Bank Bangkok diizinkan memiliki saham Bank Permata melebihi batas dalam regulasi.
Di sisi lain, Bank Permata kemungkinan besar tidak akan dimerger dengan kantor cabang Bank Bangkok di Indonesia. Hal itu melihat penuturan kalau Bank Bangkok tidak mengendalikan saham lain di Indonesia.
Dalam catatan itu, Bank Bangkok hanya punya kantor cabang yang berada di Jakarta, Surabaya, dan Medan.
Sementara itu, meski proses akuisisi masih menunggu persetujuan OJK, tetapi beberapa perwakilan Bank Bangkok sudah menduduki posisi komisaris di Bank Permata.
Ada empat wakil Bank Bangkok di jajaran komisaris Bank Permata, yakni Chartsiri Sophonpanich sebagai komisaris utama, Chong Toh, Chalit Tayjasannant, dan NIramam Laisathit menjadi komisaris Bank Permata.
Untuk jajaran direksi, sejauh ini tidak ada perubahan signfiikan. Ridha DM Wirakusumah masih menjadi dirut Bank Permata ditemani Lea Setianti, Abdy Dharma, Dhien Tjahajani, Herwin Bustaman, Djumariah Tenteram, Darwin Wibowo, dan Dayan Sadikin.
Sampai penutupan perdagangan Kamis 30 April 2020, harga saham Bank Permata naik 0,41% menjadi Rp1.235 per saham.
Dengan begini, artinya pemain Thailand di industri bank Indonesia langsung bertambah 2 institusi. Angka itu menyaingi Malaysia yang juga punya 2, sedangkan Singapura memiliki 3, yakni OCBC NISP, UOB Indonesia, dan DBS Indonesia.